Komisi I DPRA Pertanyakan Teknis Wawancara Seleksi PPK ke KIP Aceh

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Ketua Komisi I DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky berharap KIP Aceh sebagai mitra kerja terus berkoordinasi dengan pihaknya terkait penyelenggaraan Pemilu 2024. Dalam rakor tersebut, Iskandar turut mempertanyakan soal-soal wawancara yang dinilai tidak memiliki relevansi dengan tugas seorang PPK.

“Di dalam wawancara ditanyakan siapa nama suami, siapa nama camat, siapa nama Kapolsek, siapa yang rekom kamu? Apakah itu juknis yang disampaikan KPU dalam proses wawancara?,” ujarnya, Rabu (4/1/2023).

ADVERTISEMENTS

Iskandar mengatakan pihaknya mendapat laporan terkait teknis wawancara seperti ini. Hal tersebut turut menjadi tanda tanya dari pihak Komisi I yang dinilainya tidak memiliki korelasi dengan penyelenggaraan Pemilu.

ADVERTISEMENTS

“Ini laporan yang masuk, bukan mengada-ngada,” ungkapnya.

ADVERTISEMENTS

Iskandar mengaku sengaja memanggil TPP Kemendes dalam rakor bersama KIP Aceh untuk mengonfirmasi aturan-aturan soal pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK. Di sisi lain, menurutnya, ada calon peserta yang dinilai profesional dan lulusan S1 justru gagal lolos menjadi anggota PPK.

ADVERTISEMENTS

Ia berharap KIP dapat profesional dalam melaksanakan tahapan Pemilu. Iskandar juga mempertegas surat edaran Kemendagri terutama ayat (3) yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota terkait izin melibatkan ASN atau perangkat desa sebagai penyelenggara Pemilu di daerah tertinggal dan terluar.

ADVERTISEMENTS

“Ini bagaimana penjelasannya? Kalau kita pahami ‘terluar’, inikan berarti daerah-daerah terpencil, seperti yang disampaikan tadi tidak ada lulusan SMA di situ,” kata Iskandar.

Di sisi lain, Iskandar juga menekankan adanya UU yang mengatur tentang tidak boleh adanya duplikasi anggaran pada APBN dan APBA, dalam kasus pekerjaan ganda pendamping desa yang lulus PPK.

“Bagi KIP tidak masalah, bagi Pendamping Desa bermasalah nggak? Laporan yang masuk ke kami, terdapat sekitar 120 orang tenaga pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK,” ujar Iskandar.

Selanjutnya, Iskandar turut mempertanyakan terkait dugaan permainan dalam verifikasi partai politik nasional serta lokal di Aceh. Dugaan ini menurutnya diterima Komisi I sehingga patut dikonfirmasi langsung ke KIP Aceh.

Sementara itu anggota Komisi I DPR Aceh, Irawan Abdullah, turut menyorot kerja ganda pendamping desa dan PPK. Selain itu, dia juga menyorot tentang adanya perintah secara nasional untuk meloloskan partai politik tertentu dalam tahap verifikasi.

“Ini bukan karena cemburu, tapi ke depan supaya tertib,” katanya.

Irawan turut menyoal duplikasi anggaran APBN atau APBA dengan adanya rangkap jabatan bagi PPK yang berasal dari pendamping desa atau perangkat gampong. “Saya berharap proses yang berjalan di Aceh ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain,” tambah Irawan.

Anggota Komisi I DPR Aceh, Tezar Azwar dalam rakor tersebut lebih menitikberatkan pada surat yang dikeluarkan bupati Simeulue dan Aceh Singkil, terkait larangan meloloskan ASN atau tenaga kontrak sebagai anggota PPK. Dia juga berharap jika memang masih ada sumber daya manusia yang bisa dilibatkan menjadi penyelenggara Pemilu, maka KIP tidak melibatkan ASN atau perangkat gampong.

“Karena ASN itu tugas utamanya ada yang lain di instansi terkait, tak mungkin dia bisa berbagi peran. Jadi saran saya, sebaiknya jangan ASN lah (jadi PPK atau PPS) kecuali memang sangat mendesak,” pungkas Tezar.[]

Exit mobile version