Aceh Jaya- Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat Edy Syahputra memberikan apresiasi kepada pihak aparat penegak hukum (APH-polisi) yang sebagaimana diberitakan oleh media telah melakukan penangkapan terhadap satu orang yang diduga telah melakukan penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Adapun Pelaku ditangkap di Desa Dayah Baro, Kecamatan Kreung sabee, Kabupaten Aceh Jaya, pada Kamis (26/1/2023).
Dari informasi yang beredar via media. Disebutkan bahwa penangkapan tersebut dilakukan oleh Tim Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Aceh. Dan disebutkan bahwa dalam penangkapan tersebut berhasil mengamankan 31 drum berisi BBM jenis solar dengan berat total 6,2 ton.
Pertama, kami memberi apresiasi kepada APH-Tim Subdit I Polda Aceh yang telah bekerja dan terus berupaya melakukan proses penertiban dan penegakan hukum atas dugaan penyalahgunaan BBM dari terduga pelaku. Atas dasar itu, yang paling penting, pertama kami mendesak asal muasal BBM jenis solar yang telah ditimbun tersebut, bisa saja atau diduga bahwa disinyalir, BBM tersebut berasal dari BBM subsidi yang jelas diperuntukan bagi rakyat pemakaiannya, kata Edy.
Bahwa BBM subsidi merupakan BBM yang disubsidi oleh pemerintah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). BBM subsidi memiliki jumlah yang terbatas sesuai dengan kuota, ditetapkan harganya oleh pemerintah, dan diperuntukan untuk konsumen pengguna tertentu. Dimana jenis BBM bersubsidi adalah Biosolar dan Pertalite.
Kedua, tentunya, proses penangkapan yang telah dilakukan oleh APH harus benar-benar didukung oleh semua pihak. Namun juga, prosesnya juga harus terbuka, sehingga masyarakat tahu siapa pihak-pihak yang selama ini gencar melakukan penimbunan BBM untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Bahwa larangan penimbunan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Dalam ayat (2) disebutkan “Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sedangkan pada ayat (3) “Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” tambah Edy.
Kita jelas mendukung dan kemudian mendesak tuntas perkara ini hingga benar-benar terbuka dan kemudian para pelakunya bukan hanya mereka yang disinyalir dan diduga hanya operator dilapangan yang terkena jeratan hukum, jelasnya.
Proses ini menjadi penting, bisa saja kemudian diduga ada pihak lainnya yang juga terlibat, misalnya bila BBM Solar tersebut berasal dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), ini artinya, proses penyelidikan ini juga harus sampai disana, dan bila dugaan ini benar, tentunya kami meminta agar Pertamina bertindak tegas terhadap pemilik SPBU tersebut. Padahal saat ini diketahui bahwa banyak kendaraan yang melakukan proses pengantrian berjam-jam lamanya untuk mendapatkan BBM Solar di SPBU, dan fenomena ini hampir setiap hari terjadi.
Kemudian bahwa apa yang kami sampaikan mengutip apa yang telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021, bahwa siapa pun yang menyalahgunakan BBM subsidi, maka akan dikenakan sanksi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyebutkan, pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi dapat dipenjara paling lama 6 tahun, dan denda maksimal Rp 60 miliar. Bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM, bahan bakar gas dan/atau LPG yang disubsidi pemerintah ini terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar. Kemudian hal ini juga diatur dalam Pasal 94 ayat 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2004 yang merupakan turunan UU Migas tahun 2001 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yang juga menyuarakan hal yang sama.