Pansus DPRA Panggil BAS, CIC Aceh: Bagaimana Soal Kredit Macet, Pencalonan Dirut, UMKM serta Dana Abadi Pendidikan Aceh?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Dewan Komisaris Bank Aceh Syariah saat menghadiri undangan rapat koordinasi dengan Tim Pansus DPRA. FOTO/HAI/Net

BANDA ACEH – Tim Pansus DPRA diminta untuk lebih terbuka dan tentu harus mengedepankan prinsip transparan ke publik terkait penggalian berbagai informasi tentang Bank Aceh Syariah (BAS). Hal itu disampaikan Ketua Harian Corruption Investigation Committee (CIC)  Provinsi Aceh, Sulaiman Datu kepada HARIANACEH.co.id, Jumat Pagi (27/1/2023) di Banda Aceh. 

Menurut Sulaiman Datu, Tim Pansus DPR Aceh adalah Watch Dog-nya rakyat Aceh, maka sudah menjadi hal penting bagi Tim Pansus untuk terus menggali berbagai persoalan yang saat ini sedang dihadapi oleh Bank Aceh Syariah.

ADVERTISEMENTS

“Dengan adanya rapat koordinasi Tim Pansus Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) DPR Aceh dengan SKPA terkait seperti BPKA, Biro Ekonomi dan Biro Hukum Sekda Aceh untuk kemudian dimintai keterangan sambil mengevaluasi kembali tindak tanduk kinerja Bank Aceh Syariah, tentu hal tersebut menjadi penting bagi Tim Pansus BUMA DPR Aceh, karena Bank Aceh Syariah adalah Bank milik masyarakat Aceh,” ucap Sulaiman Datu.

ADVERTISEMENTS

Selain evaluasi dan penggalian keterangan, CIC Provinsi Aceh juga meminta kepada Tim Pansus DPR Aceh untuk mendorong Bank Aceh Syariah untuk meningkatkan fungsi pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Aceh terkait pembiayaan dunia usaha khususnya para pelaku UMKM di seluruh Aceh, ditambah lagi mempermudah bebagai proses birokrasi.

ADVERTISEMENTS

“Tim Pansus harus mendorong Bank Aceh Syariah untuk lebih meningkatkan pelayanannya dan mempermudah birokrasi dan tentu juga harus benar-benar mau berkontribusi lebih banyak lagi untuk mengurangi angka kemiskinan di Aceh serta peduli kepada dunia usaha dan Pelaku UMKM di seluruh Aceh, karena Bank Aceh Syariah adalah milik Rakyat Aceh,” timpal Sulaiman Datu.

ADVERTISEMENTS

Kemudian, sambung Sulaiman Datu lagi terkait aset dan saham Badan Usaha Milik Aceh (BUMA), Pemerintah dan DPR Aceh harus mampu membuka telinga dan mau mendengarkan masukan dari berbagai pihak khususnya masyarakat dan civil society yang ada di Provinsi Aceh. 

ADVERTISEMENTS

“Selain membuka mata, kami juga meminta kepada Pemerintah Aceh dan DPRA untuk mau mendengarkan masukan dari masyarakat, akademisi dan aktivis serta lembaga publik lainnya dengan meluangkan waktu lebih banyak lagi dengan cara menghimpun berbagai informasi lainnya tentang situasi Bank Aceh Syariah dan PT. PEMA saat ini,” ujar Ketua Harian DPW CIC Aceh.

Pembentukan Holding Company

Menurut CIC Aceh, suatu bisnis yang dapat berkembang dengan baik, maka selayaknya bisa melebarkan usahanya dengan memiliki anak perusahaan. Semakin bertambah anak perusahaan, menjadikan kesemuanya membentuk suatu grup dengan satu perusahaan utama yang memimpin, yang disebut dengan perusahaan induk atau holding company.

“Untuk dapat memperkuat Badan Usaha Milik Aceh (BUMA), sudah waktunya Pemerintah Aceh dan DPRA segera menginisiasi terbentuknya Holding Company. Jika BUMA dapat diperkuat sebagai Holding Company, maka secara mandiri akan lebih mempermudah pengontrolan dan pengawasan kinerja anak-anak perusahaan yang sahamnya adalah milik Pemerintah Aceh, sebut saja contohnya PT. Bank Aceh Syariah dan PT. PEMA serta lainnya dan ini masukan dari kami ya, kemudian apakah di kemudian waktu ada ide lainnya yang lebih outstanding silahkan untuk dipikirkan bersama-sama,” sebut Sulaiman Datu.

Secara sederhana, timpal Sulaiman Datu lagi, perusahaan induk dapat diartikan sebagai pemimpin dari suatu grup perusahaan. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian anak perusahaan agar seluruh tujuan awal terbentuknya holding company dapat tercapai oleh semua perusahaan.

“Perusahaan induk umumnya adalah perusahaan rintisan yang berkembang pesat sejak pertama kali didirikan. Adanya pertumbuhan ekonomi pada bisnis menjadikan perusahaan rintisan awal sebagai perusahaan induk. Perusahaan ini juga umumnya merupakan jenis badan usaha perseroan terbatas,” sebut Sulaiman Datu. 

Tujuan Terbentuknya Holding Company

Holding Company atau Perusahaan induk, urai Sulaiman Datu tentu bertujuan untuk mengatur, mengendalikan dan mengawasi kinerja perusahaan.

“Sebagai pemimpin, perusahaan induk berperan merencanakan dan melakukan koordinasi terhadap anak perusahaan, mampu mengendalikan dan melakukan evaluasi terhadap rencana yang dijalankan secara berkala untuk memastikan anak perusahaan,” kata Sulaiman Datu.

Dari Komut BAS, Rekrutmen Dirut, UMKM serta Dana Abadi Pendidikan

Kembali ke soal Bank Aceh Syariah kata Sulaiman Datu. Alasan mendasar apa yang dapat diuraikan oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) yaitu Pemerintah Aceh yang saat ini dipimpin oleh Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki kepada Tim Pansus DPR Aceh, masyarakat Aceh untuk terus mempertahankan Komisaris Utama Bank Aceh Syariah sebagai Komut BAS yang tidak lagi menjabat sebagai Sekda Provinsi Aceh?

“Taqwallah tidak lagi menjabat sebagai Sekda Provinsi Aceh, Sekda hari ini seingat kami di CIC Aceh adalah Saudara Bustami Hamzah, lantas alasan mendasar apa yang dapat dijelaskan ke publik tentang jabatan yang masih terus dijabat Saudara Taqwallah sebagai Komisaris Utama di Bank Aceh Syariah? Tim Pansus harus segera mendorong PSP untuk segera mendemisionerkan terlebih dahulu para Komisaris di tubuh Bank Aceh Syariah terutama Komisaris Utama dan sangat perlu juga dipertanyakan kembali unsur para dewan komisaris BAS yang sedang menjabat dari mana saja?” tanya Sulaiman Datu.

Kemudian, tanya Sulaiman Datu lagi. Tim Pansus DPR Aceh juga harus konsisten mempertanyakan kembali soal proses rekrutmen calon Direktur Utama Bank Aceh Syariah. Carut marut proses rekrutmen itu juga harus dipertanyakan kepada manajemen BAS.

“Bagaimana dengan proses rekrutmen calon Direktur Utama Bank Aceh Syariah yang sangat carut marut itu?, Pansus DPRA juga harus mempertanyakan tentang adanya kredit macet pada Bank Aceh Syariah, kemudian tentang penyaluran dan pembiayaan UMKM, berapa sudah angka ril dari program UMKM pemerintah Aceh yang penyalurnya adalah Bank Aceh Syariah? Kemudian, berapa pembiayaan dari Bank Aceh Syariah untuk UMKM, hal-hal itukan harus dijelaskan kepada publik melalui Tim Pansus DPRA,” tegas Sulaiman Datu.

Selain itu, CIC Aceh juga menyoroti soal keberadaan dana abadi Pendidikan Aceh yang jumlahnya 2 triliunan rupiah dan CIC Aceh juga mempertanyakan soal regulasi dana abadi itu?

“Bank Aceh Syariah harus bertanggung jawab dan harus dapat menjelaskan tentang keberadaan dana abadi Pendidikan Aceh yang jumlahnya mencapai Rp2 triliun supaya terang benderang keberadaan dana itu. Bila perlu DPR Aceh dan Pemerintah Aceh segera membuat regulasi baru tentang pengelolaan dana abadi pendidikan itu. Hingga kini, kami melihat belum ada kejelasan menyangkut dana yang jumlahnya fantastis itu apalagi waktu itu tidak ada qanun yang mengikat dana tersebut dan jika Bank Aceh Syariah tidak dapat menjelaskan dana abadi pendidikan itu ada baiknya dibawa ke ranah hukum dan meminta KPK RI untuk menyelidikinya,” tutup Sulaiman Datu.

Exit mobile version