“BPMA dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh untuk melaksanakan ketentuan Pasal 160 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,” sebut Sulaiman Datu.
Setelah itu, sambung Sulaiman Datu masih menceritakan soal BPMA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, pada Senin (11/4/2016) melantik Marzuki Daham sebagai Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Gubernur Aceh Zaini Abdullah langsung menyaksikan prosesi pelantikan itu.
“Pelantikan Kepala BPMA pada saat itu merupakan langkah awal terbentuknya organisasi BPMA yang diamanatkan oleh Undang – Undang 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan juga Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh yang mengamanatkan penyelesaian penataan organisasi BPMA dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun yaitu 4 Mei 2016,” kutip Sulaiman dari arsip pemberitaan soal BPMA.
Sulaiman Datu kemudian mengulang lagi cerita BPMA, dalam rangka untuk menjaga stabilitas produksi dan operasi serta rencana kegiatan KKKS di Aceh, Kepala BPMA waktu itu harus berkoordinasi dengan SKK Migas terutama dalam hal mengatur masa peralihan kewenangan pengelolaan KKKS di Aceh.
“Dengan dilantiknya Kepala BPMA Marzuki Daham waktu itu, maka semua hak, kewajiban dan akibat yang timbul dari Perjanjian KKS Bagi Hasil Migas antara SKK Migas dan KKKS yang berlokasi di Aceh dan Kontrak lainnya yang terkait dialihkan kepada BPMA,” kutip Sulaiman Datu lagi dari berbagai pemberitaan media yang pernah ia baca.
Maka, mencoba mengulang kekuatan ingatannya Sulaiman Datu. BPMA dan keikutsertaan Pemerintah Aceh dalam pengelolaan migas, diharapkan dapat mengelola sumber daya alam yang memiliki potensi besar yang berada di Aceh dengan baik dan harus memberikan manfaat yang besar serta meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.
Dari PDPA jadi PT PEMA dan Cacat Hukum Pengelolaan Migas North Sumatera Blok B
Waktu itu, kata Sulaiman Datu sekitar April 2019. Nova Iriansyah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Aceh setelah Tengku Agam alias Irwandi Yusuf tersandung kasus korupsi. Ia menandatangani Akta Pendirian PT. Pembangunan Aceh (PT PEMA) yang merupakan perubahan dari Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA). Penandatanganan Akta itu dilaksanakan di Aula pendopo Wakil Gubernur Aceh, Banda Aceh, Kamis 5 April 2019.
Waktu itu sore hari, seingat Sulaiman Datu, Nova Iriansyah sempat menyebutkan bahwa Perubahan hukum PDPA menjadi PT PEMA kelak akan diingat sebagai hari yang sangat bersejarah.
“Ini merupakan hari yang kelak akan kita ingat sebagai hari yang sangat bersejarah,” tiru Sulaiman Datu mengutip kalimat sambutan Nova Iriansyah.
Mantan Anggota KIP Kota Langsa ini juga masih mengingat apa yang pernah disampaikan Nova Iriansyah soal tujuan dari perubahan hukum PDPA menjadi PT PEMA.
Salah satu lainnya, masih meniru perkataan Nova Iriansyah, Sulaiman Datu menyebutkan agar terjadi perubahan fundamental dalam tatakelola kelembagaan perusahaan, agar geraknya lebih gesit dan tidak terganggu dengan birokrasi Pemerintahan yang mungkin tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia bisnis.
“Sebagai suatu entitas bisnis dengan pendekatan manajemen professional serta modern,” tiru Sulaiman Datu lagi mengutip perkataan Nova Iriansyah, meskipun sesungguhnya menurut Sulaiman Datu hal itu tidak pernah terjadi sama sekali semenjak dipimpin oleh Zubir Sahim sebagai Plt. Dirut PT PEMA yang sarat melabrak berbagai ketentuan Qanun. Yang tinggal justru menjadi sejarah buruk yang harus segera dimintai pertanggunjawabannya.