Kemendagri Diminta Segera Tuntaskan Fasilitasi Raqan Pertambangan Migas di Aceh

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRA, Mawardi atau akrab disapa Tgk Adek. FOTO/Dok. DPRA

BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar segera menuntaskan fasilitasi rancangan qanun (Raqan) Pertambangan Migas di Aceh.

Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRA, Mawardi atau akrab disapa Tgk Adek, mengatakan DPRA pada 2022 lalu telah mengusulkan 12 raqan untuk difasilitasi di Kemendagri.

Dimana, sembilan qanun sudah difasilitasi, satu raqan hak-hak sipil dan politik ditolak. Namun, dua raqan lainnya yakni raqan pertambangan minyak dan gas bumi di Aceh dan raqan perubahan atas qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat masih belum kembali sehingga tidak bisa diparipurnakan.

“Dua qanun yang belum selesai difasilitasi merupakan rancangan qanun yang penting untuk disahkan segera. Terutama raqan perubahan hukum jinayat, pemerintah Aceh sangat mengharapkan bisa secepatnya selesai difasilitasi oleh Kemendagri,” ujar Tgk Adek.

Selain itu, raqan pertambangan minyak dan gas bumi di Aceh juga sangat urgen saat ini, karena raqan ini mengatur lebih jelas tentang pengelolaan bersama antara Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat.

Sehingga, kata dia, ketidakjelasan pengelolaan sebelumnya maka dengan raqan ini bisa lebih menjelaskan, termasuk didalamnya mengatur tentang upaya pelegalan pengelolaan sumur-sumur minyak oleh masyarakat yang selama ini dianggap illegal.

Mawardi menjelaskan bahwa raqan pertambangan minyak dan gas bumi ini merupakan turunan dari pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, dimana pada pasal 156 dan pasal 161 menjelaskan ketentuan berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam Aceh terutama pertambangan dan migas di Aceh.

Ia mengatakan, sektor pertambangan minyak dan gas menjadi sektor strategis pembangunan Aceh, sektor ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh karena menciptakan lapangan kerja, sehingga pengangguran menurun dan kemiskinan juga menurun.

“Kami khawatir jika lemahnya peraturan maka kita tidak dapat memberikan jaminan bagi pengusaha dan investor, padahal jaminan regulasi sangat ditunggu oleh pelaku usaha. Kita tidak ingin suasana ketidakpastian selalu tercipta sehingga mis-management pengelolaan pertambangan dan migas berulang, maka rakyat Aceh kembali menderita,” jelasnya.

Tgk Adek menuturkan, bahwa isu pertambangan dan migas menjadi katalis terhadap kuatnya perdamaian Aceh. Sehingga pemerintah pusat tidak perlu ragu dengan sistem pengelolaan bersama ini.

“Kalaupun hasil dari pendapatan sektor pertambangan dan migas ini diperoleh oleh Aceh, toh hasilnya juga dinikmati oleh rakyat Indonesia yang tinggal di Aceh, kan tidak mesti dibawa dan dikumpulkan ke pemerintah pusat semua,” ucapnya.

“Jadi, kami minta pihak Kemendagri agar segera menyelesaikan upaya fasilitasi raqan ini guna mempercepatnya DPR Aceh memparipurnakan dan Pemerintah Aceh dapat menjalankan semua ketentuannya,” tambahnya.

Tgk Adek juga berharap Forbes Aceh agar dapat mengambil perannya untuk mengontrol qanun-qanun yang difasilitasi oleh Kemendagri tersebut. Peran ini penting supaya kerjasama antara DPRA dan DPR RI yang mewakili Aceh dapat solid di masa depan.

“Kami yakin peran Forbes untuk menjembatani segala isu Aceh-Jakarta sangat penting, maka kedepan perlu kita kokohkan. Salah satu agendanya adalah mengupayakan agar dua raqan yang sedang difasilitasi oleh Kemendagri dapat segera kembali dan kami dapat memparipurnakannya,” kata Tgk Adek.[]

Exit mobile version