Perselingkuhan Kedua Se-Asia, Prestasi atau Frustasi?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ilustrasi Perselingkuhan. FOTO/Freepik.com

ADVERTISEMENTS
ad13
image_pdfimage_print

DILANSIR dari Tribunnews, Indonesia menjadi negara kedua di Asia yang terbanyak terjadi kasus perselingkuhan. Fakta ini berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating. Sementara Thailand menduduki peringkat pertama negara di Asia yang banyak kasus perselingkuhan. Hasil survei di Indonesia, sebanyak 40 persen mengaku pernah menyelingkuhi pasangannya. Dalam survei aplikasi just dating juga ditemukan fakta bahwa perempuan di Indonesia lebih banyak melakukan selingkuh ketimbang laki-laki.

ADVERTISEMENTS

Persepsi mengenai selingkuh ternyata berbeda antara perempuan dan laki-laki. Masih menurut survei Just Dating, perempuan mengartikan pasangannya berselingkuh apabila sudah saling berkenalan dengan lawan jenis dan bertukar pesan. Sedang bagi laki-laki, persepsi selingkuh apabila perempuan sudah berani pergi berdua dengan lawan jenisnya kemanapun.

Prestasi yang tak kalah mengejutkannya, dilansir dari Pikiran Rakyat, ternyata di tingkat dunia, kasus perselingkuhan di Indonesia menduduki peringkat keempat. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan tentang perselingkuhan di Amerika Serikat, setengah dari orang yang sudah menikah berselingkuh setidaknya satu kali selama pernikahan. Hampir tiga perempat pria dan lebih dari dua pertiga wanita mengakui bahwa mereka telah berselingkuh. Sebagian besar perselingkuhan dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja. Begitu perselingkuhan dimulai, hubungan tersebut berlangsung rata-rata dua tahun lamanya.

ADVERTISEMENTS

Menurut laporan World Population Review, ada beberapa negara dengan perselingkuhan yang sangat umum terjadi. Di wilayah Eropa, mereka memperlakukan orang-orang diperbolehkan tidur dengan orang lain di luar pernikahan. Sedangkan alasan terjadinya perselingkuhan sangatlah beragam, meski alasan-alasan tersebut tidak selalu beralasan atau benar namun rata-rata menjadi pangkal mengapa kemudian seseorang memutuskan untuk selingkuh, di antaranya ketidakpuasan dalam hubungan, kesenangan pribadi, masalah dalam diri sendiri, kurangnya komitmen dan masalah dalam hubungan.

Boleh dibilang fakta ini sangatlah ironi, prestasi mendunia namun dalam kasus perselingkuhan, padahal Indonesia adalah negara dengan penduduk yang memeluk Islam terbanyak di dunia. Laporan World Population Review mencatat, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,5 juta orang hingga 1 November 2022. Jumlah ini menempatkan Indonesia berada di peringkat keempat penduduk terbanyak di antara negara G20. Semestinya perselingkuhan tidak menyentuh angka tertingginya, karena kita tahu, mendekati zina saja sudah terlarang, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya,”Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Isra:32).

Belum lagi jika kita bicara dampak buruknya, dari mulai rusaknya generasi yang terpapar ide liberalisme, seks bebas, penyakit kelamin, rusaknya nasab, kehamilan dan kelahiran yang tidak diinginkan, dan yang pasti bobroknya masyarakat akibat tak lagi peduli halal haram. Pertanyaannya, bagaimana bisa Perselingkuhan begitu marak dalam masyarakat yang notabene mayoritas beragama Islam?

Perselingkuhan Marak, Bukti Rapuhnya Bangunan Pernikahan dan Keluarga dalam Sistem Sekuler

Maraknya perselingkuhan menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga. Betul ada banyak penyebab, namun tak bisa dipungkiri faktor ketertarikan secara fisik dan mencari kesenangan adalah hal yang dominan. Dan kondisi ini adalah hal yang wajar dalam sistem sekuler kapitalis di mana manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuan . Tak ada penghalang yang bisa menghentikan perselingkuhan itu, bahkan di beberapa komunitas masyarakat justru menjadikan perselingkuhan sebagai gaya hidup, kompetesi, hingga konten, yang semuanya mengarah pada perolehan pendapatan materi. Ada pula yang merasa bangga, merasa eksistensinya telah diakui dunia ketika ia menjadi pelaku pengganggu rumah tangga orang, nauzdubillah!

Inilah bukti sekulerisme menguasai, Islam memang menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia, bahkan dunia, namun Islam tidak dijadikan pedoman hidup. Pemimpin Muslim tak menerapkan hukum Islam, bahkan justru membangun permusuhan dengan kaum Muslim yang hendak mengubah keadaan, dengan persekusi, pembubaran pengajian, pembatasan penggunaan masjid, pembatasan materi dakwah, melekatkan istilah teroris, ekstremis kepada kelompok-kelompok yang bergerak untuk amar makruf nahi mungkar. Akibatnya, keimanan semakin rendah , karena tak tercerdaskan sebagaimana seharusnya, selingkuh pun dianggap sebagai salah satu solusi persoalan . Juga maraknya berbagai hal yang justru mengkondisikan selingkuh sebagai pilihan.

Atas nama Hak Asasi Manusia (HAM), manusia kian bebas berperilaku dan berpendapat, seiring pula dengan makin bebasnya sistem sosial atau tata pergaulan, rusaknya sistem pendidikan, bebasnya media dan lain-lain, yang dilandasi sekulerisme kapitalisme memudahkan terjadinya perselingkuhan. Padahal, sistem pendidikan adalah pilar terbentuknya kepribadian yang kuat, sudahlah kurikulum berbasis merdeka belajar yang samasekali tak ada pembahasan agama secara mendalam, di tambah dengan penayangan profil-profil pemuda di media massa yang memang antimainstream namun juga nir faedah, karena hanya mempertontonkan perjuangan mereka demi syahwat, perempuan dan komunitas.

Yang kemudian memicu tindak kriminal, sedangkan hukum di negeri ini sendiri masih minim keadilan alias tumpul ke atas tajam ke bawah. Pelaku di bawah umur pun menimbulkan polemik, sebab di bawah 18 tahun masih terkatagori anak-anak, sehingga dikedepankan rehabilitasi sebagai salah satu hukuman. Kerancuan inilah yang justru menimbulkan masalah baru. Institusi pernikahan makin tak dihormati, zina makin marak. Sebab hukumannya samasekali tak menimbulkan efek jera.

Islam Sistem Terbaik Menjaga Utuhnya Pernikahan

Islam menjadikan pernikahan sebagai ibadah, bahkan perjanjian kuat (mitzaqon ghalidzan) di hadapan Allah SWT. Karena itu pernikahan bukan hanya untuk meraih kesenangan semata, namun ada tujuan mulia lainnya yang harus dijaga agar kehidupan masyarakat tetap dalam kemuliaan dan kesucian.

Sebagaimana Allah SWT berfirman yang artinya,”Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”(TQS Ar Rum: 21).

Menikah memiliki banyak keutamaan, salah satunya ialah untuk menghindari maksiat zina di antara laki-laki dan perempuan. Di sisi lain, menikah juga dikatakan bisa menentramkan hati serta meningkatkan ketakwaan pada Allah SWT. Selain itu, Rasulullah saw menjelaskan bahwa menikah merupakan upaya bagi seorang Muslim untuk menjaga kemaluannya agar tidak berbuat zina. Apabila belum mampu menikah, seorang Muslim diminta untuk berpuasa. “Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

Islam tidak hanya menjadikan Keberlangsungan pernikahan wajib dijaga oleh pasangan suami istri saja, namun juga oleh masyarakat . Sebab, definisi masyarakat dalam Islam bukan sekadar kumpulan individu sebagaimana dalam sistem kapitalis, melainkan kumpulan individu yang saling berinteraksi dan memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama. Maka, di tengah masyarakat akan tumbuh secara alamiah perilaku amar makruf nahi mungkar, saling mengingatkan dan memberi nasehat, sebab telah tumbuh perasaan, peraturan dan pemikiran yang sama bahwa selingkuh haram dan termasuk tindak kriminal.

Bahkan islam mewajibkan negara untuk ikut menjaga kuatnya ikatan pernikahan dengan berbagai hukum atau aturan yang diterapkan dalam berbagaai aspek terkait, sistem sosial, sistem pendidikan, sistem ekonomi, bahkan juga sistem kesehataan, sistem keamanan dan lainnya. Semua itu masuk dalam kebutuhan pokok yang harus diterima rakyat. Sebuah keluarga yang terikat dalam ikatan pernikahan sejatinya rapuh dari berbagai gangguan jika tanpa peran aktif negara.

Hukum syariat sebagai hukum positif yang diterapkan negara akan menjamin zina atau perselingkuhan tidak merajalela. Cambuk bagi pezina yang belum menikah, rajam bagi yang sudah menikah, baik pelaku maupun korban akan mendapatkan hukuman yang sama, jika terbukti tidak ada paksaan dalam melakukan perselingkuhan. Tidak adil? Justru inilah keadilan yang ditetapkan oleh Sang Pembuat Hukum, Allah SWT. Dalam Islam, bentuk hukuman berfungsi sebagai zawajir ( pemberi jera) dan Jawabir ( penebusan dosa).

Allah SWT berfirman yang artinya, “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS Al-Maidah :50).

Maka, masihkah kita mempertahankan sistem aturan yang bukan berasal dari Sang Pembuat Aturan sejati hingga terjadi banyak kerusakan di berbagai aspek kehidupan? Wallahu a’lam bish showab.

Exit mobile version