Sambungnya lagi. Ketika sudah dibuka Qanun 16 tahun 2017 itu, maka akan terlihat pasal per pasal dan ketentuan secara jelas yang diduga telah dilanggar oleh para Direksi di PT PEMA tanpa menghiraukan dampak hukum yang terjadi di kemudian waktu dan inilah sebenarnya dosa besar yang diduga telah dilakukan dan terjadi di PT PEMA hingga merembet ke berbagai persoalan hukum lainnya.
Sebut saja, kata dia, di antaranya yaitu soal pengangkatan Ali Mulyagusdin sebagai Plt salah satu jabatan Direksi di PT PEMA yang hanya dalam kurun waktu beberapa bulan saja bekerja sebagai Advisor di perusahaan daerah itu lalu diangkat oleh Plt Dirut PT PEMA Zubir Sahim menjadi Plt Direktur, ini saja sudah menyalahi aturan dan pasal-pasal di Qanun 16 itu.
Kemudian soal Surat Perjanjian Kontrak Kerja sama Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi North Sumatera B dengan Nomor: 020/PER/EEA-PEMA/IX/2020 antara PT EMP Energi Aceh dengan PT Pembangunan Aceh yang ditandatangani Plt Direktur Utama PT PEMA Zubir Sahim pada hari Rabu, 23 September di Tahun 2020 tanpa mengadakan rapat dengan dewan direksi untuk semua ikut memaraf surat kontrak itu.
Di tambah lagi sebenarnya Zubir Sahim dilarang meneken surat itu karena masa jabatannya di PT PEMA sebagai Pelaksana Tugas (Plt) hanya berlaku satu tahun saja sejak perubahan bentuk Hukum Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh menjadi Perseroan Terbatas (PT) Pembangunan Aceh (PEMA) di tahun 2017. Kecuali kata Sulaiman Datu, jika Zubir Sahim mengikuti kembali proses pencalonan diri sebagai Direktur Utama melalui fit and proper test di tahun 2018. Malangnya, hal itupun juga dilarang dalam aturan Qanun 16 soal pembatasan usia jabatan Dewan Direksi.
“Usia Zubir Sahim sudah melawati batas usia yang sudah ditentukan. Semua aturan-aturan Qanun 16 tahun 2017 diduga dikangkangi Zubir Sahim blak-blakan,” ucap Sulaiman Datu.
Masih banyak lagi, kata Sulaiman Datu berbagai persoalan yang tidak taat hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum di PT PEMA itu. Belum lagi kita bahas soal BPMA misalnya.
“Waduh, itu nanti saja ya, biar BPKP bekerja dulu,” imbuh Sulaiman Datu.
“Kembali lagi ke Zubir Sahim, selidik punya selidik, ternyata juga Zubir Sahim di antara tahun 2022 dan 2023 diduga juga menjabat sebagai Komisaris di salah satu anak Perusahaan PT PEMA. Wah inikan gawat, meskipun dari informasi yang sampai ke kami, Zubir Sahim telah mengundurkan diri sebagai Komisaris di anak Perusahaan PT PEMA itu,” ungkap Sulaiman Datu.
Belum lagi, timpal putra Gayo itu, soal tender Sulfur Granule.
“Wah panjang juga itu permasalahan Sulfur Granule tapi ya memang cacat hukum, karena elit yang menjabatnya cacat hukum, mau tidak mau pekerjaan tender Sulfur Granule itu juga batal demi hukum, jadi ruwet seluruh tindak-tanduk dugaan penyelewangan yang terjadi selama 5 tahun terakhir ini sejak dipimpin secara ilegal oleh Zubir Sahim di PT PEMA. Harus ada reformasi total di tubuh perusahaan milik rakyat Aceh itu. Darah rakyat Aceh sudah banyak tumpah akibat konflik masa lalu antara RI dan GAM yang dipicu dari pengelolaan migas ini. Masa iya rakyat Aceh harus terus dikhianati seperti ini?”
Belum lagi, tambah Sulaiman Datu soal mengupas tuntas jumlah dugaan uang yang mengalir oleh PT EMP Energi Aceh yang diduga juga merupakan anak Perusahaan dari Bakri Group yaitu PT Energi Mega Persada Tbk kepada PT PEMA dari hasil kontrak Kerjasama Pengelolaan Migas Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi North Sumatera B.
“Tentu kalau kita urut pelan-pelan, surat perjanjian kontrak tersebut cacat hukum dan tentu pula batal demi hukum. Sudah tentu akibat dampak hukum itu yang mengacu kepada Qanun 16 tahun 2017, Perusahaan yang diduga milik Bakrie Group itu dirugikan secara materil ratusan miliar dan lagi-lagi yang menjadi korban adalah masyarakat Aceh, kalau kita masyarakat Aceh tidak tepuk jidat apalagi dong yang harus dilakukan? bahasa Acehnya kira-kira ‘Ka kenong taki lom tanyoe’,” sebut Sulaiman Datu.