OPINI
OPINI

Dokter Umum di Sultra Kurang, Kapitalisme Jadi Penghalang

Penulis: Astina

Dikutip dari situs Kendari Pos (20/2), Jasa profesi dokter (dokter umum maupun spesialis) sangat dibutuhkan. Perannya sangat strategis dalam pelayanan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Jika rasio dokter umum jauh dari kata ideal dengan jumlah penduduk, bisa jadi mengganggu pelayanan kesehatan.

Ini yang terjadi di Sultra. Daerah ini dalam belenggu krisis dokter umum. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sultra, dr. La Ode Rabiul Awal mengungkapkan, dokter umum di Sultra tercatat hanya 1.649 orang. Jumlahnya tidak sebanding dengan 2.700.000 jiwa penduduk Sultra. Idealnya 1 dokter menangani sekitar 1.000 pasien (standar WHO). Saat ini (di Sultra) rasionya 1:10 ribu,” ujarnya kepada Kendari Pos, Senin (20/2).

Kekurangan dokter di Sultra semakin diperburuk dengan tidak meratanya distribusi (tenaga dokter) di daerah Kabupaten/Kota. Di Sultra terdapat beberapa daerah yang masih kekurangan dokter yakni Kabupaten Kolaka Utara, Buton Utara, Konawe Utara, dan Kabupaten Wakatobi.

Sistem kapitalis yang berjalan saat ini menjadi penyebab kurangnya tenaga dokter di Indonesia termasuk Sultra. Hal ini terjadi karena mahalnya biaya pendidikan untuk kedokteran, sehingga tidak banyak orang yang mampu untuk berkuliah di jurusan tersebut. Beasiswa untuk jurusan kedokteran tidak merekap semua biaya yang dibutuhkan dalam menempuh pendidikan menjadi seorang dokter. Masih perlu banyak tambahan biaya untuk menyelesaikan studi kedokteran.

Sehingga mereka yang bisa kuliah kedokteran adalah orang-orang yang mampu secara finansial ataupun mereka yang berusaha untuk mendapatkan beasiswa dan tentunya diiringi dengan usaha yang lebih besar untuk mendapatkan tambahan biaya. Mahalnya ongkos pendidikan pada masa yang digadang-gadang sebagai masa kemajuan teknologi dan informasi adalah sebuah ironi. Hal ini disebabkan adanya komersialisasi pendidikan, lepasnya peran negara dalam pembiayaan pendidikan tinggi, serta makin besarnya beban pemenuhan kebutuhan hidup yang dibebankan pada pendapatan masyarakat. Negara yang seharusnya menjamin pendidikan bagi rakyatnya malah kerap kali ’lepas tangan’ dan membiarkan masyarakat memenuhinya sendiri. Padahal beban biaya hidup sehari-hari sudah cukup menguras penghasilan yang tak seberapa.

Maraknya komersialisasi pendidikan juga menjadi faktor tingginya biaya perguruan tinggi. Ini merupakan dampak dari liberalisme, yang diartikan sebagai sebuah kebebasan memiliki kemampuan dalam melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya untuk mencapai suatu tujuan. Atas dasar inilah, pendidikan dijadikan salah alat untuk meraup keuntungan menjadi sesuatu yang wajar dan sah-sah saja.

Akhirnya, kondisi yang seperti inilah, yang menyebabkan tujuan asal adanya perguruan tinggi sebagai sumber ilmu dan pabrik penghasil ilmuwan bergeser menjadi penghasil materi semata. Pendidikan pun dipandang secara materialistik, sejauh mana ia dapat menghasilkan keuntungan. Bukan tentang sejauh mana ia berkontribusi positif bagi peradaban umat manusia.

Dalam kenyataannya banyak orang-orang yang ingin menjadi dokter, karena bisa mengobati orang yang sakit dan menjadi tenaga kesehatan yang sangat penting dalam bidang kesehatan, Tapi karena terkendala biaya, niatnya untuk menjadi dokter terpaksa diurungkan, karena sadar tidak mampu untuk menyelesaikan studi kedokteran dengan biaya yang sangat mahal.

Dalam Islam negara menjamin kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Atas dasar itulah negara wajib memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Negara juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastuktur pendidikan yang cukup dan memadai, laboratorium, buku-buku pelajaran, balai penelitian, dan lain sebagainya. Negara tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan pendidikan kepada swasta.

Lebih dari itu, Islam menetapkan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan utama masyarakat secara umum yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara. Negara wajib menyediakan pendidikan bagi rakyat secara gratis. Inilah prinsip dasar dalam sistem Islam. Prinsip dasar ini jelas bertolak belakang dengan prinsip dasar dalam sistem Kapitalisme yang sedang diterapkan di dunia, termasuk di negeri ini.

Berdasarkan pinsip ini, jika negara lalai atau abai terhadap masalah pendidikan rakyat maka kelalaian itu dinilai sebagai pelanggaran terhadap ketentuan Allah, dan tentu saja penguasa berdosa karenanya. Prinsip inilah yang menjadikan para pemimpin dalam Islam selalu fokus terhadap pendidikan. Rasulullah saw. telah mencontohkan hal ini.

Rasul Shalallahu’alaihi wasallam. langsung mendidik masyarakat. Beliau juga mengangkat orang-orang yang bertugas memberikan pengajaran kepada masyarakat. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Hisyam di dalam Sîrah Ibn Hisyâm, Rasul juga pernah menjadikan tebusan bagi tawanan Perang Badar dalam bentuk mengajari anak-anak kaum Anshar membaca dan menulis. Untuk semua itu masyarakat tidak dipungut biaya sepeser pun. Prinsip itu pula yang mendorong para khalifah setelah beliau membangun berbagai fasilitas pendidikan secara cuma-cuma untuk rakyat. Penyelenggaraan pendidikan berkualitas disediakan untuk rakyat yang menginginkannya tanpa dipungut biaya. Hal itu seperti yang dilakukan oleh Khalifah Mu’tashim billah, Khalifah al-Mustanshir, Sultan Nuruddin dan para penguasa Islam lainnya sepanjang masa Kekhilafahan Islam. Wajar jika sepanjang kekuasaan Kekhilafahn Islam, lahir banyak ulama, cendekiawan dan ahli di berbagai bidang.

Mereka melahirkan temuan-temuan spektakuler yang mendahului ilmuwan-ilmuwan Barat puluhan bahkan ratusan tahun lebih dulu. Sistem Islam memungkinkan mengulang semua itu. Pasalnya, Islam bukan hanya menetapkan negara wajib menyediakan pendidikan berkualitas secara gratis bagi rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim.

Islam juga menetapkan sistem kepemilikan yang menetapkan barang-barang tambang dan kekayaan alam lainnya menjadi milik bersama seluruh rakyat yang pengelolaannya diwakilkan kepada negara, yang seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Dengan ketentuan itu, negara akan selalu memiliki dana yang cukup untuk membiayai pelayanan pendidikan gratis untuk rakyat secara mamadai. Dengan demikian, tidak ada aturan kehidupan yang lebih baik daripada yang bersumber dari sang Pencipta kehidupan. Islam rahmatan lil ‘alamiin, hanya akan terwujud dengan menerapkan Islam sepenuhnya di muka bumi.[]


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya