IN-DEPTH

KPK di Mata Rakyat Aceh

“Aceh hari ini tidak jauh-jauh dari situasi saat itu. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tetap dilakukan di Provinsi ini. Cuma polanya saja yang berbeda, ada drakula penghisap darah di Aceh saat ini yang masih saja membuat Aceh terpuruk. Oknum-oknum pejabat-pejabat di Aceh bertransformasi menjadi penghisap darah. Oknum-oknum ini mengumpulkan harta dengan cara-cara mencuci uang. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kalau kita bedah perlahan-lahan bisa kita temukan di Aceh,” tutur Sulaiman Datu.

Sebut saja sebagai contoh dugaan, kata Sulaiman Datu. Dugaan TPPU bisa kita lihat dari harta kekayaan yang dimiliki oleh oknum-oknum pejabat di Provinsi Aceh. Dugaan itu bisa dilihat dari misalnya harta kekayaan yang dimiliki oleh Mantan Gubenur Aceh Nova Iriansyah. Diduga ia mencuci uang dengan memanfaatkan nama orang lain untuk membangun sebuah rumah mewah di kawasan Gampong Kota Baru Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.

“Sertifikat tanah yang dibangun di atasnya berupa bangunan rumah mewah itu diduga atas nama Alaidin Abu Abas. Kawan kita satu ini masih menjabat sebagai Anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Demokrat. Sedangkan Nova Iriansyah saat menjabat sebagai Gubernur Aceh adalah Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Aceh. Silahkan saja KPK atau penegak hukum meminta klarifikasi soal dugaan TPPU itu kepada mereka berdua,” duga Sulaiman Datu.

Rumah Mewah di Kawasan Lampineung yang diduga milik Gubernur Nova Iriansyah. Sertifikat tanah atas nama Alaidin Abu Abas yang merupakan anggota DPR Aceh dapil Aceh Tengah dari Fraksi Partai Demokrat. Nova Iriansyah saat menjabat sebagai Gubernur Aceh juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Aceh. FOTO/Dok. HAI
Rumah Mewah di Kawasan Gampong Kota Baru, Kec. Kuta Alam yang diduga milik Gubernur Nova Iriansyah. Namun, sertifikat tanahnya atas nama Alaidin Abu Abas yang merupakan anggota DPR Aceh dapil Aceh Tengah dari Fraksi Partai Demokrat. Nova Iriansyah saat menjabat sebagai Gubernur Aceh juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Aceh. FOTO/Dok. HAI

Ketika CIC Provinsi Aceh menelusuri harta kekayaan mantan Geburnur Aceh Nova Iriansyah di halaman e-lhkpn.kpk.go.id tahun lapor 2018, harta kekayaan yang dilaporkan Nova Iriansyah tertera Rp. 8.632.954.882,- dan di tahun 2019 bertambah menjadi Rp. 9.179.212.604,-.

“Ada kenaikan penambahan harta kekayaan yang bersangkutan sebesar 6,33% yaitu sebesar Rp. 546.257.722,-,” urai Sulaiman Datu.

Kemudian, ketika dilihat dari laporan harta kekayaan tahun lapor 2020 dan dibandingkan dengan tahun lapor 2018, harta kekayaan Nova Iriansyah bertambah sebesar 25,95% menjadi Rp. 10.873.381.120. Artinya terjadi kenaikan harta kekayaan sebesar Rp. 2.240.426.238,-.

Jika kemudian dibandingkan tahun lapor 2018 lagi dengan tahun lapor harta kekayaan tahun 2021, terjadi penurunan harta kekayaan milik Nova Iriansyah sebesar 10,87% yaitu sebesar Rp. 938.691.220,- menjadi Rp. 9.571.646.102,-

Lanjut lagi, kata Sulaiman Datu. Melihat laporan harta kekayaan milik Nova Iriansyah. Laporan harta kekayaannya yang dilaporkan hanya sampai tahun 2021 saja.

“Sedangkan laporan harta kekayaan Nova Iriansyah tahun lapor 2022 tidak ia laporkan padahal ia mengakhiri masa jabatannya di bulan juli 2022 yang artinya, patut diduga Nova Iriansyah menutupi jumlah harta kekayaannya dari mata publik di akhir masa jabatannya sebagai Gubernur Aceh, atau paling tidak di tanggal 31 Desember 2022 ia harus juga melaporkan harta kekakayaannya itu,” tutur Sulaiman Datu.

Bahkan, sambung Sulaiman Datu. Muncul juga dugaan di tengah-tengah percakapan publik Aceh, Nova Iriansyah memiliki harta kekayaan yang fantastis yang tidak ia laporkan di LHKPN KPK. Kira-kira diduga bisa mencapai ratusan miliar.

“Ada harta kekayaan ratusan miliar miliknya yang diduga ia simpan di luar negeri,” duga Sulaiman Datu.

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Negara ini juga sempat dihebohkan dengan beberapa peristiwa soal transaksi triliunan yang terjadi di tubuh Kementerian Keuangan RI yaitu Dirjen Pajak dan Bea Cukai. Media mainstream dan netizen sosial media ramai-ramai mengulik harta kekayaan para oknum-oknum pejabat di Kementerian Keuangan Republik Indonesia ini.

“Warga di Provinsi Aceh, seperti sebelumnya yang sempat trauma akibat konflik antar GAM dan Pemerintah RI soal penguasaan Blok B Aceh Utara yang memakan waktu nyaris hampir mendekati setengah abad itu dirasakan sia-sia saja. Sebenarnya Aceh ingin bangkit dengan lahirnya UUPA tahun 2006 itu. Tetapi, lagi dan lagi malah tertatih-tatih dan jalan di tempat saat dipimpin oleh oknum-oknum pejabat di Aceh,” ucap Sulaiman Datu.

1 2 3 4

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya