BANDA ACEH – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Ahmad Shalihin, mengatkan penegakan hukum di bidang Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Aceh masih tebang pilih dan belum memberikan efek jera bagi para pelaku.
Baca juga: DPRA Minta Kepolisian Amankan Arus Mudik Lebaran
Shalihin menyebutkan, bahwa adanya campur tangan oknum juga membuat para mafia tambang menari bebas tanpa tersentuh oleh hukum dan terkesan pembiaran sehingga menyulitkan penanganan kasus PETI.
“Penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal di Aceh masih sangat lemah, dan belum memberikan efek jera, tentu ini disebabkan adanya dukungan oknum yang meraup keuntungan pribadi,” kata Ahmad Shalihin, Senin (17/4/2023).
Baca juga: Berkali-kali Ditutup, Tambang Ilegal di Aceh Tetap Menjamur
Ia juga menyebutkan selama ini Pansus lebih banyak melirik Pendapatan Asli Daerah, bukan kepada skema dan mekanisme tata laksana agar terhindar dari konflik dan lain-lain.
Direktur Walhi Aceh itu juga menerangkan, luas tambang ilegal di Aceh terdiri dari 6 daerah aktif, dengan lebih 1700 hektar. Mempekerjakan lebih 6000 orang dan terdiri dari dua komoditas yaitu emas primer dan emas placer, dengan metode manual dan air raksa.“Bisnis di lingkaran tambang ilega yang jarang tersentuh hukum itu seperti ekskavator, BBM, mercuri, penampung, dan logistik,” jelasnya.Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani yang mengatakan alasan kenapa kasus tambang ilegal tidak pernah selesai adalah karena ada oknum yang tidak tunduk pada peraturan Undang-Undang.
“Pelaku tambang itu bukan orang miskin, tetapi orang kaya. Penangkapan dilakukan hanya pelaku masyarakat pekerja atau buruh dari luar yang didatangi oleh pemodal,” tutur Askhalani.
Ia menegaskan, dalam penegakan hukum di bidang tambang ilegal ini harus diselesaikan dari hulu ke hilir dan tidak setengah-setengah serta memperhatikan kehidupan masyarakat setempat.
“Dari hasil riset yang kami lakukan, per tahun 1,2 miliar PNBP untuk negara hilang akibat PETI,” kata Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani dalam diskusi tersebut.
Askhalani berharap pihak kepolisian lebih tegas dalam menindak pelaku tambang ilegal tanpa memandang status.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), M Rizal Fahlevi Kirani juga mengatakan, dalam penanganan kasus tambang ilegal dibutuhkan ketegasan penegakan hukum dan bekerjasama dengan Muspida setempat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Saat ini pihak DPRA melihat adanya ketidak seriusan Pemerintah Aceh dalam menertibkan pertambangan ilegal di Aceh. Jika pemerintah tegas dan memberi solusi, tentunya penegakan hukum tidak akan mengalami kesulitan, misalnya ada tambang ilegal yang dimiliki pihak tertentu yang berpengaruh,” ucap M Rizal Fahlevi Kirani.
Ia menilai pemerintah Aceh lamban dalam menangani kasus tambang ilegal dan terkesan mudah dalam memberikan izin bagia para mafia tambang sehingga menimbulkan konflik baru seperti izin lahan.
“Tambang ilegal saja susah diurus, apalagi yang ilegal, ditambah lagi dengan adanya tumpang tindih lahan dan perizinan,” ungkap M Rizal Fahlevi dalam diskusi tersebut.
Fahlevi berharap dalam kasus penegakan hukum pelaku tambang ilegal ini, Muspida dan semua pengambil kebijakan harus hadir sehingga ada kedaulatan bagi rakyat.[]