Haji 2023: Ketika Tamu-Tamu Allah Terlantar

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Potret jemaah haji ri yang tidur di luar tenda di Mina. FOTO/Dok. Istimewa

HARI ini Selasa (11/7/2023) sejumlah 7.299 jamaah haji siap dipulangkan ke Indonesia dari Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Tamu-tamu Allah ini akan dipulangkan ke Tanah Air secara bertahap sesuai dengan kelompok terbang (kloter). Jadwal kepulangan jamaah haji Indonesia dimulai pada 4 Juli 2023 hingga 2 Agustus 2023.

Pengalaman haji tahun ini tentu meninggalkan kenangan tersendiri baik bagi penyelenggara maupun bagi para jamaah. Mengutip laman harianjogja.com pada 10/7/2023 menyampaikan bahwa Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto mendorong Kementerian Agama (Kemenag) agar mengajukan protes kepada Pemerintah Arab Saudi terkait dengan carut marutnya pelayanan haji tahun 2023. Yandri meminta agar Kemenag mengajukan gugatan kepada Mashariq yang ditunjuk oleh Saudi Arabia.

Mashariq (Motawif Pilgrims for Southeast Asian Countries Co)  merupakan sebuah perusahaan yang menyediakan layanan Ibadah Haji 2023 lengkap bagi ratusan ribu jamaah haji dari Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand dan Filipina. Namun tahun ini menjadi tahun terburuk bagi pelayanan haji sebagaimana yang diungkap oleh sejumlah kalangan.

Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti peristiwa terlantarnya Tamu-tamu Allah di Muzdalifah, usai menunaikan wukuf di Arafah. Ia menekankan agar pemerintah harus memiliki strategi antisipasi menghadapi situasi darurat saat pelaksanaan haji. Senada dengan Puan, Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI Hamid Noor Yasin mengkritik keras penyedia layanan haji Arab Saudi (mashariq).

Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun ini memang menjadi sorotan luas tersebab banyak permasalahan yang menyebabkan tamu-tamu Allah terlantar dan kesulitan. Sorotan tajam mengarah pada pelayanan yang diterima jamaah mulai dari keberangatan hingga puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).

Sejumlah jamaah mengabarkan penelantaran mereka  oleh mashariq mulai dari menu makanan, keterlambatan jadwal makan, keterlambatan  penjemputan karena jumlah bus yang terbatas, kekurangan logistik, kepanasan dan  berdesak-desakan dalam kemah hingga penelantaran jamaah lansia termasuk fasilitas toilet yang menguras banyak kesabaran.

Para jamaah mengunggah  penelantaran terhadap diri mereka di Muzdalifah selama tujuh jam di bawah suhu yang sangat panas sebelum terangkut bus menuju Mina untuk melempar jumrah. Tamu-tamu Allah tersebut kesulitan mendapatkan air dan makanan sehingga sebagian besar diantaranya pingsan.

Bukan hanya itu jumlah jamaah haji 2023 yang meninggal dunia per hari ini, mencapai 555 orang. Berdasarkan data Siskohatkes-Kemenkes yang dipublikasikan dalam laman Haji Kemenag  dan diakses pada Selasa (11/7/2023) pukul 10.20 WIB, kumulatif wafat hari ke-49 tahun 2023 menembus angka tertinggi sejak 2015.

Ada apa dengan Layanan Mashariq?

Mashariq menjadi kambing hitam dari terlantarnya tamu-tamu Allah tahun ini. Namun sebelum kekesalan kita berlanjut penting sekali untuk memahami mengapa mashariq sampai berada pada titik yang sangat menggemaskan ini.

Hal ini dapat kita telusuri melalui penetapan kenaikan biaya haji pada awal tahun 2023 menjadi Rp 69 juta. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Waketum Anwar Abbas  saat itu berkomentar terkait kebijakan tersebut, Pasalnya beliau memahami bahwa kenaikan yang paling mencolok dari biaya tersebut terkait dengan akomodasi. Menurutnya ada permainan uang dilakukan oleh pengusaha di Arab Saudi demi untuk meraup keuntungan besar melalui kegiatan haji.

Haji memang merupakan merupakan kewajiban bagi semua Muslim yang memiliki kemampuan untuk menunaikannya meski sekali seumur hidup. Momentum ini melibatkan banyak aspek yang kemudian menjadi ladang bisnis penarik cuan bagi penguasa dan pengusaha Saudi.

Penyelenggaraan haji dan umrah diperkirakan mendulang pendapatan sebesar US$ 12 milyar per tahun atau sekitar Rp 174 triliun (kurs 1 US$=Rp 14.500). Penerimaan tersebut setara dengan 7 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) serta 20 persen dari penerimaan non-oil mereka. Perputaran uang ini datang dari konsumsi jamaah, tansportasi, penginapan hotel, catering, jasa bimbingan hingga oleh-oleh.

Kebijakan naik harga ini sejalan dengan Visi Saudi pada 2030 yang menargetkan  industri haji dan umrah sebagai salah satu pilar utama untuk menggerek penerimaan negara. Misi Arab Saudi menyebutkan  jamaah  haji internasional diharapkan meningkat menjadi 4,5 juta pada 2030, sementara jamaah umrah diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 30 juta pada 2030. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Saudi terhadap penerimaan minyak mentah yang sangat fluktuatif (cnbcindonesia.com pada 10/6/2022).

Kapitalisasi Haji

Kelalaian Mashariq dalam melayani tamu-tamu Allah sepenuhnya berangkat dari paradigma  khas pelayanan haji sekuler  yaitu pelayanan haji berbasis Kapitalisme. Haji menjadi semacam celah meraup untung. Kapitalisasi haji bermakna sebuah proses yang menempatkan seluruh aset yang dimiliki dalam penyelenggaraan haji sebagai barang modal yang meniscayakan keuntungan.

Umat Islam telah diperintahkan untuk menunaikan haji, minimal sekali seumur hidup. Namun bagi sebagian orang yang lain, perintah ini berarti aliran wisatawan yang stabil, menjadi jasa konstruksi yang ditenderkan negara untuk memperoleh keuntungan.

Hal ini tidak berlebihan, dengan 1,8 miliar Muslim di seluruh dunia, lebih dari dua juta dapat hadir setiap tahunnya ke Tanah Suci. Industri ini bernilai $150 miliar pada tahun 2022. Ekonom Saudi bahkan berpendapat bahwa pada akhirnya haji dapat mendanai seluruh ekonomi nasional.  

Tamu-tamu Allah, apalagi yang berasal dari negeri kita amat gemar dengan budaya belanja. Jamaah  haji akan membeli aneka suvenir dan oleh-oleh khas haji yang ternyata sebagian besarnya bermade-in China. Jadi bukan sarana dan prasarana haji saja yang dikapitalisasi, bahkan mental dari jamaah pun terpapar.

Negara pun tak mau ketinggalan mengambil manfaat dana haji melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang memang khusus dibentuk sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Dana haji telah dimanfaatkan sebagai investasi yang dilakukan dengan cara menempatkan dana ke dalam bentuk deposito berjangka serta pembelian surat utang (SUN) dan SBSN.

Padahal sebagai tamu-tamu Allah, para peziarah ini seyogianya mendapatkan pelayanan prima. Pelayanan ini sebagai bentuk tanggung jawab yang merupakan kewajiban negara asal jamaah dan penguasa Arab Saudi, bukan untuk berbagai perdagangan yang menguntungkan.

Haji dan “Lawan Politik”

Jurnalis Muslimah terkenal asal Inggris, Yvonne Ridley menulis pada laman middleeastmonitor.com pada 14/6/2023 dengan judul “Bin Salman has ‘weaponised’ Hajj to the detriment of all Muslims,” mengingatkan MBS akan tugas-tugasnya sebagai penanggung jawab tanah suci. Yvonne menyampaikan bahwa sekelompok organisasi dan aktivis kemanusiaan terkemuka menuduh rezim Bin Salman menghukum lawan politik atau wartawan seperti dirinya, menandai mereka  sehingga tidak dapat berhaji karena telah mengkritik kekuasaan rezim.

Yvonne juga menyentil nasib sejumlah besar ulama yang berani mengkritik rezim. Mereka telah ditangkap dan berbagi sel dengan  pembangkang dan tahanan politik. MBS telah memenjarakan Awad Al-Qarni, Sheikh Salman Al-Oudah dan Ali Al-Omari. Ketiga ulama tersebut ditangkap karena tidak mendukung blokade Bin Salman terhadap Qatar pada 2017. Setahun setelah penangkapan Al-Qarni, jaksa penuntut umum Arab Saudi bahkan menuntut hukuman mati untuknya.

Haji dan Korupsi

Dalam perpaduan kekuatan politik (soft power), ketajaman bisnis dan eksploitasi agama terbentuklah sistem undian haji. Arab Sudi menentukan berapa banyak kuota  haji yang diberikan kepada negara-negara. Terdapat pula pengajuan haji khusus bagi mereka yang berkantong tebal dengan membeli paket hajj all-inclusive dari daftar agen pariwisata yang telah mendapatkan lisensi.

Orang dalam di industri haji berbicara tentang korupsi tersembunyi di belakang layar, ketika para agen pariwisata diharuskan membayar sejumlah fee kepada birokrat kerajaan.  Sementara di Indonesia, merujuk pada kajian Direktorat Monitoring KPK berjudul “Pengelolaan Keuangan Haji” tahun 2019, terindikasi beberapa pos titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia. Titik rawan tersebut antara lain dalam hal mark-up biaya akomodasi, penginapan, biaya konsumsi dan biaya pengawasan Haji yang berpotensi merugikan negara sejumlah Rp 160 miliar.

Demikianlah carut marut pelaksanaan haji dalam sistem sekuler kapitalisme. Kapitalisasi akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan harus dimaklumi. Baik negara asal jamaah maupun  Arab Saudi menyelenggarakan kewajiban haji dengan sudut pandang pedagang  dan pembeli, berhitung untung rugi. Prinsip ini menyalahi metode Rasulullah SAW dalam penyelenggaraan Haji yaitu memuliakan tamu-tamu Allah dan melayani mereka dengan sebaik-baik pelayanan.[]

Exit mobile version