BANDA ACEH – Abdullah Puteh, putra bungsu dari (alm) Tengku Haji Imam Puteh adalah mantan anggota DPR-RI saat masih duduk di bangku perkuliahan dan juga sempat menjadi pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Memperoleh gelar sarjana dari Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPUT) Bandung pada tahun 1974, sebulan kemudian beliau langsung terpilih sebagai Ketua Umum DPP KNPI.
Kesempatan melanjutkan studi ke ITB diperoleh Abdullah Puteh saat menjabat anggota DPR-RI mewakili Partai Golongan Karya (Golkar) pada tahun 1979. Pada Pemilu 1982, ia kembali terpilih untuk duduk di DPR. Abdullah Puteh sempat menjadi Wakil Ketua Komisi V dan juga Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan.
Setelah turun dari kursi anggota DPR-RI, ia beralih menjadi pengusaha. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) dan juga aktif sebagai Wakil Sekjen DPP Partai Golkar. Pada tahun 2000, beliau terpilih menjadi Gubernur Aceh dengan memperoleh 33 suara dari 54 anggota DPRD Aceh.
Periode saat ia menjabat sebagai Gubernur Aceh tidak mudah, karena pada saat itu Aceh tengah dilanda konflik berkepanjangan dengan RI. Salah satu program Abdullah Puteh sebetulnya adalah mengembalikan kedamaian di bumi serambi Mekkah saat itu.
Pada Oktober 2010, ia mendapatkan rekor dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) atas semangat juangnya untuk memperoleh gelar doktor meskipun berstatus terpidana. Disertasinya berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, SDM Aparatur, dan Anggaran Pembangunan Terhadap Berhasilnya Otonomi Daerah Bidang Agribisnis di Kabupaten Sumedang“. Abdullah Puteh lulus dengan gelar Cumlaude dari Universitas Satyagama dengan IPK 3,78.
Berikut di bawah ini profil Abdullah Puteh yang berhasil dihimpun Kantor Berita Harian Aceh Indonesia:
PENDIDIKAN
- Sekolah Rakyat, Idi, Provinsi Aceh
- SMP, Idi Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh
- SMA, Kota Langsa, Provinsi Aceh, (1967)
- Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPUT), Bandung (1972)
- Fakultas Teknik Planologi ITB, Bandung (1984)
KARIR
- Komandan Resimen Mahawarman Batalyon VI Detasemen ATPUT Bandung (1969-1971)
- Ketua Umum HMI Cabang Bandung (1970-1971)
- Ketua Biro Kaderisasi PB HMI (1971-1973)
- Anggota Majelis Pekerja Kongres PB HMI (1973-1975)
- Kepala Dinas PU Aceh Timur (1974-1979)
- Ketua KNPI Aceh Timur (1974-1978)
- Ketua Departemen Wisata Pemuda DPP KAPPI
- Ketua Departemen Koperasi dan Wiraswasta DPP AMPI (1979)
- Ketua Gema MKGR DKI Jaya (1979)
- Ketua Umum DPP KNPI (1984-1987)
- Anggota MPR/DPR RI
- Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) (1996-1999)
- Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar
- Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (2000-2005)
- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPR) Republik Indonesia (2019—2024)
- Bakal Calon DPR RI dapil II yang diusung Partai NasDem (2023)
PENGHARGAAN
- Mendapatkan rekor dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) atas semangatnya untuk memperoleh gelar doktor (2010)
- Award Ceremony for Honorary Professor (2023)
Professor Dr. Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si yang saat ini masih aktif menjabat sebagai Anggota DPD-RI asal Provinsi Aceh, ia konsisten untuk mewakafkan dirinya demi kepentingan Aceh. Hal itu disampaikan Mahdi Kartiwi kepada HARIANACEH.co.id, Selasa (18/7/2023) di salah satu Kafe di Banda Aceh saat berbincang-bincang tentang arah politik dan pemilu 2024 mendatang di Provinsi Aceh.
“Saya yakin seyakin-yakinnya, dengan berbagai keahlian dan profesionalitas yang dimiliki Pak Abdullah Puteh, apalagi di sisa usianya yang sudah beranjak 75 tahun ini, beliau konsisten untuk mengabdikan dirinya kepada Aceh. Kalau dilihat dari kebutuhan pribadinya, sudah selesai soal itu, anak-anak beliau juga selesai. Tinggal beliau dan istrinya saja yang sedang menjalani aktivitas sehari-sehari. Jadi saya dapat pastikan beliau putra Aceh yang sungguh ingin mengabdikan dirinya untuk Provinsi paling ujung di Sumatera ini,” ucap Mahdi Kartiwi.
Kemudian, Mahdi Kartiwi melanjutkan, kata dia. Kalau dilihat dari kepemilikan harta keyaannya sudah tidak terbantahkan. Hal itu, sambung Mahdi bisa dilihat dari pengecekan harta kekayaan penyelenggara negara di situs LHKPN.
“Dari informasi yang saya peroleh di situs LHKPN, disebutkan harta kekayaan yang dimiliki Bang Abdullah Puteh tertera mencapai Rp. 14.091.000.000, jadi menurut hemat saya, sangat mustahil embel-embel pengabdian beliau untuk Aceh hanya semata-mata demi uang, maka saya yakin, pengabdian beliau iklas beliau lakukan untuk kita di Serambi Mekkah ini,” ujar Mahdi Kartiwi.
Tak hanya soal harta kekayaan saja, Abdullah Puteh yang pernah menjabat sebagai anggota MPR/DPR RI saat masih duduk di bangku kuliah itu, kata Mahdi juga berkontribusi besar dalam mengusulkan penambahan pasal dalam RUU perubahan tentang Minerba.
“Di Tahun 2020 saja, Bang Abdullah Puteh yang duduk sebagai Wakil Ketua Komite II DPD RI bersama Bapak Yorrys Raweyai mengusulkan peruhaban RUU Minerba yang melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Maka penting dinormakan di bagian ketentuan umum, dengan ketentuan BUMDes,” tambah Mahdi Kartiwi.
Selain itu, ujar Mahdi lagi. RUU Perubahan yang dilakukan Abdullah Puteh dan koleganya di DPD RI membuat BUMDes memiliki peranan yang khusus dalam usaha pertambangan Indonesia.
“Tentu ini pertasi yang sangat baik yang diusulkan oleh kawan-kawan DPD RI yang berada di Komite II, apalagi soal keterlibatan dan peran khusus dari BUMDes terkait usaha pertambangan di Indonesia, RUU Minerba memang harus memuat aturan konservasi cadangan mineral,” timpal Mahdi Kartiwi.
Dengan usulan RUU Perubahan Minerba ini kata Mahdi, tentu melibatkan pula peran koperasi, UMKM dan BUMDes setempat untuk meningkatkan perekonomian wilayah setempat.
“Dan ini menurut hemat saya, adalah salah satu upaya bang Abdullah Puteh dan kawan-kawannya di DPD untuk membangun Indonesia dan terkhususnya Aceh dan masih banyak hal-hal lainnya yang mungkin tidak banyak diketahui masyarakat Aceh, ini baru soal UU Minerba lho…,” cetusnya.
Pada pasal 172 A ayat (2) RUU Minerba misalnya, kata Mahdi. RUU Peruhaban itu menjelaskan permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk bisa diajukan paling cepat lima tahun dan paling lambat 1 tahun.
Jadi, kata Mahdi Kartiwi, aturan ini memudahkan para pemegang Izin Usaha Pertambangan operasi produk dan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk untuk melakukan perpanjangan.
“Jadi bila masa berlaku Izin Usaha Pertambangan operasi produk dan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk yang telah habis. Maka dikembalikan kepada negara dan diproses lagi dengan cara lelang,” Mahdi Kartiwi mengakhiri perbincangannya dengan HARIANACEH.co.id dan akan mengulas lagi kelanjutan tentang pengabdian Abdullah Puteh pada kesempatan yang lain.