Sabtu, 09/11/2024 - 08:26 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan 3 Pj Bupati dan Pj Walikota di Provinsi Aceh
OPINI
OPINI

Gagal Total Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

TAHUN ajaran baru sudah dimulai. Bagi para wali murid yang sebelumnya mengurus kebutuhan ananda untuk melanjutkan pendidikan tentu mengenal dan menjalani proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Bukan tidak mungkin pula para orang tua berada dalam barisan sakit hati dan kecewa karena penerapan PPDB yang ternyata gagal total dalam implementasinya di lapangan.

Dunia pendidikan kita mengenal istilah PPDB sejak tahun 2017. Sistem ini dirancang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ditujukan hanya bagi sekolah negeri dengan target mendorong pemerataan kualitas pendidikan, mulai dari guru, sarana prasarana, kurikulum dan standar lainnya.

Aturan PPDB tercantum dalam Permindikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. Peraturan tersebut kemudian disempurnakan dengan Permendikbud Nomor 51/2018, yang selanjutnya disempurnakan kembali melalui Permendikbud Nomor 44/2019. PPDB diberlakukan diseluruh Indonesia  melalui Pustekkom dan bekerja dengan Pemerintah Daerah.

Sistem PPDB membuka empat jalur penerimaan yaitu pertama, jalur zonasi yang didasarkan pada wilayah tempat tinggal calon peserta didik. Kedua, jalur afirmasi yang disediakan bagi calon peserta didik yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah namun ingin tetap sekolah. Ketiga,  jalur prestasi  dimana calon peserta didik diterima melalui prestasi yang dimiliki baik prestasi akademik maupun non akademik. Keempat,  jalur pindah tugas orang tua yang diperuntukkan bagi calon peserta didik yang orang tuanya harus dipindah tugaskan, sehingga memungkinkan calon siswa tetap bisa bersekolah di tempat orang tuanya bertugas.

Sayangnya realitas di lapangan sangat jauh dari ekspektasi bapak Menteri Pendidikan, terdapat berbagai permasalahan yang menguras energi, biaya, waktu, perasaan bahkan air mata peserta didik, para  guru dan orang tua. Permasalahan yang paling menonjol adalah manipulasi data. Hal ini terutama terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan negeri di ibukota dan di kota-kota besar.

Terdapat banyak orang tua dengan kemampuan finansial yang  mumpuni berupaya dengan segala cara agar anaknya diterima di sekolah negeri meskipun berada di luar zonasi sekolah yang dituju. Sedangkan jalur afirmasi masih diramaikan oleh titipan ‘orang dalam’ sehingga memupuskan hak-hak anak dari keluarga kurang mampu untuk mengakses sekolah negeri.

Akhirnya persoalan mengerucut pada adanya sekolah yang tak memiliki daya tampung siswa dan sekolah yang malah kekurangan calon peserta didik alias sepi peminat. Sekolah favorit tetap ada padahal inilah fokus utama penerapan sistem PPBD ini. Intinya PPDB tidak hanya ditempuh melalui jalur zonasi, afirmasi, prestasi, tetapi juga terdapat jalur gelap berupa jalur intervensi, intmidasi dan surat sakti.

Mengutip komentar  Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim yang di muat dalam laman voindonesia.com pada Rabu (19/7/2023) menyampaikan bahwa  carut marut permasalahan PPDB terus muncul setiap tahunnya  karena lalainya para pemangku kepentingan untuk meninjau ulang dan mengavaluasi sistem ini.

Saling Lempar Tanggung Jawab

Ketika masalah PPDB mengambil begitu banyak korban, terutama mau tidak mau akhirnya sekolah swasta yang pastinya mahal diongkos menjadi pilihan akhir orang tua, bahkan tidak sedikit yang putus sekolah, lha para pemegang kepentingan malah saling lempar tanggung jawab. Sebagian langsung menyasar sekolah dan dinas pendidikan karena tidak bersikap transparan, bertanggung jawab dan akuntabel.

Namun yang tidak kalah menarik adalah respon dari Kemendikbud yang langsung menunjuk Pemerintah Daerah sebagai penanggungjawab dari kisruh pendidikan ini. Hal tersebut karena Pemdalah yang dinilai paling memahami kebutuhan penyelenggaraan pendidikan di daerahnya. (bbc.com pada Jumat 14 Juli 2023).

Padahal jika semua pihak mau jujur, bahwa rumah besar dari kisruh PPDB adalah politik pendidikan di negeri ini yang dikelola secara sekuler kapitalistik. Francis Wahono (2001 :6) berpendapat bahwa kapitalisme pendidikan berarti  arah pendidikan dibuat sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi pabrik penghasil tenaga kerja yang cocok untuk tujuan ekonomi kapitalis tersebut. Kurikulum juga diisi dengan pengetahuan dan keahlian untuk industrialisasi baik manufuktur maupun agroindustri. Nah sekarang lebih maju lagi, sekolahnya pun dikapitalisasi lewat sistem PPDB dan marketplace.

Apakah Ayah dan Ibu wali siswa masih ragu dengan akar masalah politik pendidikan  kapitalisme yang menyebabkan sengkerut persoalan pendidikan bagai benang kusut yang tak dapat diurai? Sebagian menyatakan bahwa ini hanya problematika pendidikan di Indonesia, hal yang sama justru tidak terjadi di pusat-pusat negara kapitalis dengan catatan mutu pendidikan yang sangat mumpuni. Benarkah demikian?

Baik, mari melihat salah satu negara Skandinavia dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, Finlandia. Menurut Programme for Iinternational Assessment (PISA), Finlandia memiliki generasi yang memeiliki kemampuan membaca tinggi  (generasi literat). Sekolah hanya cukup 5 jam sehari, tidak ada pekerjaan rumah yang menumpuk dan kebebasan penuh bagi siswa menekuni pendidikan sesuai minatnya.

Status ini menjadi tantangan  bagi masyarakat Finlandia karena di sisi yang lain  anak muda yang tumbuh dalam peradaban sekulerisme kenyataannya menjadi generasi rapuh. Dibalik berbagai klaim terbaik yang diberikan kepada generasi Barat ternyata generasi itu terjebak dalam jurang mental health.  Mereka dihadapkan pada fenomena depresi yang sangat dalam, sebuah anomali yang mengonfirmasi kepada kita bahwa pendidikan terbaik kapitalisme adalah realitas semu.

Terdapat data dimana tingkat kasus bunuh diri di Finlandia sekarang sudah tinggal separuh dari jumlah kasus di tahun 1990-an dan berkurang di berbagai kelompok usia namun jumlahnya masih tetap di atas  rata-rata Eropa. Sepertiga kasus kematian penduduk berusia 15 sampai 24 tahun disebabkan oleh bunuh diri.

Disisi lain pendidikan materialistik kapitalisme sekuler gagal membentuk  manusia menjadi sosok pribadi yang utuh yaitu Abidun Shalih yang Muslih. Kegagalan membentuk manusia sesuai dengan visi dan misi penciptaannya  merupakan indikator utama kelemahan paradigmatik yang berpangkal pada dua point utama yaitu pertama, paradigma pendidikan yang salah. Dalam kehidupan sekuleristik asas dasar pendidikan hanya sekadar membentuk manusia-manusia dengan paham materialistik. Kehidupan tanpa ruh spiritual menjadikan kehidupan mereka kering dan rapuh.

Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu (1) kelemahan pada lembaga pendidikan yang tercermin pada kacaunya kurikulum, ketidakmampuan sistem memberikan kenyamanan bagi para pengajar dan lingkungan sekolah yang toksid jauh dari kehendak Islam, (2) faktor minimnya pemahaman keluarga terhadap pentingnya dukungan, dan (3) masyarakat yang tidak berperan penuh dalam mendukung penyelenggaraaan pendidikan. Masyarakat sekuler cenderung abai  terhadap sesama dan induvidualistik.

Jalan Cerah Politik Pendidikan Islam

Kaidah utama dalam pengaturan sistem pendidikan Islam adalah bahwa Islam tidak mengenal pemisahan urusan ritual (agama) dengan urusan dunia. Secara paradigmatik pendidikan dijalankan dengan asas Islam. Akidah Islam menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya pendidikan yang akan dikembangkan, disamping penyediaan sarana dan prasarana.

Paradigma yang demikian berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan. Sementara orientasi keluaran (output) tercermin dari keseimbangan pada ketiga unsurnya, yakni : pembentukan kepribadian Islam (syakhsyiyyah Islamiyah), penguasaan tsaqafah Islam dan Ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).

Kita memahami bahwa secara faktual pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga unsur ini berinteraksi di tengah masyarakat yang saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya. Baiknya keluarga dalam mengayomi anak-anak dengan Islam akan menjadi kemudahan bagi para guru untuk membimbing mereka dan membawa berkah bagi terbentuknya masyarakat yang kondusif dan Islami.

Dari sini kita dapat menganalisa bagaimana keluarga sekuler yang jauh dari akidah Islam, buruknya pendidikan di dalam keluarga menjadi beban bagi para guru dalam mendidik generasi mereka di sekolah dan menambah ruwetnya persoalan masyarakat ketika mereka tampil sebagai penambah masalah seperti melakukan tawuran, seks bebas, narkoba dan sebagainya.

Di sisi lain, kondisi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah menjadi kurang optimal. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang baik maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut. Termasuk tidak baik disini mencakup realitas pendidikan yang kita hadapi saat ini. Ketika atmosphere pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar, yang kaya akan merebut kursi sedang yang miskin akan tersingkir.

Politik pendidikan Islam menempatkan negara sebagai penanggungjawab, pengelola dan penyedia. Diberikan secara cuma-cuma dengan sebaik-baik sarana dan prasarana serta dapat diakses oleh seluruh lapisan rakyat. Pun kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan oleh negara.

Tulisan ini akan sangat panjang jika ingin membahas bagaimana Kekhilafahan Islam membangun sistem pendidikan negara mereka menjadi mercuar peradaban selama 13 abad. Sebagai gambaran, di Madrasah Al Mustanshiriah yang didirikan oleh Khalifah Al Muntashir di Kota Baghdad, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas  seharga (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya. Fasilitas tersedia lengkap, mulai dari sarana rekreasi,perpustakaan, asrama,rumah sakit hingga pemandian.

Ad Damsyiqi menuturkan dari Al Wadhliyah bin Ataha` bahwa Khalifah Umar Ibnu Khattab memberikan gaji kepada tiga guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar setiap bulan dimana 1 dinar =4,25 gram emas. Bisa jadi jika kita mengetahui bagaimana kejayaan sistem pendidikan Islam dahulu, maka kita akan menangisi kondisi kehidupan kita sekarang termasuk di dalamnya kehidupan sistem pendidikan anak-anak kita.

Oleh sebab itu belum terlambat untuk mengkaji kembali khasanah tersebut yang telah dengan sengaja disembunyikan dan dijauhkan dari kaum Muslimin agar mereka tidak mengingat dan bangkit untuk meraih apa yang seharusnya mereka raih, yaitu hak kehidupan mereka untuk diatur dengan Islam. PPDB ala penguasa kapitalis sudah gagal total, berharaplah pada politik pendidikan Islam, karena pendidikan adalah hak mendasar bukan hak sebagian kalangan.[]


Reaksi & Komentar

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ البقرة [63] Listen
And [recall] when We took your covenant, [O Children of Israel, to abide by the Torah] and We raised over you the mount, [saying], "Take what We have given you with determination and remember what is in it that perhaps you may become righteous." Al-Baqarah ( The Cow ) [63] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi