KLUET TENGAH – Salah seorang aktivis Aceh, Rahmad Andrian meminta Pemerintah Aceh agar segera mencabut izin operasi PT Beri Mineral Utama (BMU) yang diduga melakukan penambangan emas dengan sistem peredaman di Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan.
Rahmad Andrian menilai telah terjadi praktik kapitalisme di dalam tubuh perusahaan sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan serta pencemaran air di sungai Menggamat keruh dan berlumpur.
Menurutnya, izin yang diberikan hanya untuk beroperasi sebagai produksi komoditas biji besi dan bukan melakukan penambangan emas.
Rahmad Andrian kemudian menyebutkan, kata dia, dari data yang ia peroleh, status izin untuk PT BMU adalah biji besi dengan luasan lahan yang dikelola yaitu mencapai 1.000 hektare dengan status IUP Produksi dengan nomor SK No. 52 Tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Selatan pada tanggal 12 Desember 2012 silam dan berakhir sampai dengan tanggal 24 Januari 2032.
“Sungai itu sangat dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, bukan malah dikotori dengan menambang emas,” kata Rahmad kepada HARIANACEH.co.id, Sabtu, 26 Agustus 2023 dalam keterangan tertulisnya.
Rahmad juga mengatakan, kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan emas yang diduga dilakukan oleh PT. BMU itu tidak hanya merusak alam saja, namun bahkan lebih dari sekedar itu, dampaknya bahkan dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Ini menunjukan poros utama kerusakan lingkungan bukanlah suatu kecelakaan atau kesalahan, melainkan kesengajaan yang dilakukan oknum kapitalisme demi keberlangsungan kehidupan sistemnya,” tegas Rahmad.
Rahmad menambahkan, pada sudut ini pusaran kapitalisme di PT BMU bergerak menguasai sumber daya alam tanpa mau dipusingkan untuk melestarikan bekas penjarahannya.
“Hingga saat ini, serangan demi serangan pusaran kapitalisme di Indonesia khususnya PT BMU terus berlanjut sampai titik di mana bukan hanya lingkungan saja yang merasakan, tetapi semua makhluk hidup secara menyeluruh juga ikut berdampak akibatnya,” terang Rahmad.
“Pusaran kapitalisme dalam menguasai sumber daya alam setiap harinya dan bahkan meningkat tinggi, sehingga kerusakan yang dialami juga semakin besar,” jelas Rahmad.
Rahmad juga menyebutkan, pelaku-pelaku kerusakan alam lupa tanggung jawabnya untuk menjaga alam sebagai khalifah di muka Bumi, dan juga dituntut untuk mampu memakmurkan dan memelihara serta menjaga bumi sebaik-baiknya, bukan malah merusak.
“Masyarakat Gampong Menggamat beberapa kali melakukan aksi demonstrasi dan unjuk rasa untuk meminta pemerintah setempat agar segera menindaklanjuti dugaan izin yang salah digunakan oleh PT BMU yang telah merusak tatanan hidup juga lingkungan masyarakat,” sebut Rahmad.
Dari amatan Rahmad, terlihat pihak perusahaan belum sama sekali mengindahkan tuntutan masyarakat.
“Pemerintah harus segera menindak tegas perusahaan tersebut, dan jangan pernah sekali-kali merusak dan merampas seluruh hasil alam di Aceh,” pintanya dengan tegas.
Dampak dari hadirnya PT BMU itu kata Rahmad, tidak hanya dirasakan dalam bentuk perusakan lingkungan, lebih dari itu secara psikologi, sosial dan ekonomi telah dirasakan oleh masyarakat.
Diberitakan sebelumnya, mahasiswa UIN AR-Raniry menggelar aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh pada Kamis, 24 Agustus 2023 lalu. Dari aksi yang dilakukan, mahasiswa menuntut pemerintah Aceh untuk segegera mungkin mencabut izin PT BMU yang telah beroperasi di Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.[]