NASIONAL
NASIONAL

Penjajahan Gaya Baru! KPA Ungkap 69 Warga Tewas Akibat Konflik Agraria Selama Periode Jokowi

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Selama dua periode pemerintahan Presiden Joko WIdodo 2015-2022, terdapat 69 warga yang tewas di wilayah konflik agraria. Penanganan konflik agraria selalu bersifat business as usual; menggunakan cara- cara represif, mobilisasi aparat sebagai beking perusahaan ketimbang bersikap netral di wilayah konflik agraria.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Terbaru di  Seruyan saja, tiga orang dilaporkan tertembak peluru tajam aparat kepolisian. Satu di antaranya atas nama Gijik tewas di tempat dan dua lainnya kritis menambah daftar panjang nama korban.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Itu adalah benang merah kinerja Pemerintahan Jokowi di sektor agraria yang disorot Konsorsium Pembaruan Agraria atau KPA.  “Pemerintah tidak pernah belajar dari wajah buruk penanganan dan penyelesaian konflik agraria selama sembilan tahun terakhir,” kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika dalam keterangan tertulis, Minggu (8/10/2023).

Berita Lainnya:
Tanggapi Polda Sumbar Soal AKP Dadang, Sahroni: Waduh, Gangguan Mental Bisa Jadi Kabag Ops Polres?
ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

“Tak heran, warga mengalami krisis berlapis, sebagai korban konflik agraria, juga korban brutalitas aparat dan perusahaan karena menuntut hak atas tanahnya,” ungkap Dewi.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Institusi kepolisian, lanjut Dewi, selalu mengedepankan cara-cara kekerasan dan abai memahami konflik agraria struktural, bagaimana sejarah penguasaan tanah oleh korporasi sawit yang memasuki wilayah hidup warga setempat. Padahal warga yang semestinya mendapat perlindungan.

Berita Lainnya:
4 Kasus Kriminalisasi Guru yang Terjadi di Indonesia, Ada yang Sampai Buta
ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

“Peristiwa naas tersebut terjadi Sabtu (7/10) saat masyarakat Bangkal melakukan aksi damai untuk menuntut tanah plasma mereka dari perusahaan perkebunan sawit, PT Hamparan Masawit Bangun Persada I (PT HMBP 1) – bagian dari Best Group Agro International, milik keluarga Tjajadi,” bebernya.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

“Sebab mereka justru korban dari PT HMBPI yang telah membuka bisnis dan operasi perkebunan mereka di atas tanah masyarakat sejak 2006,” tutur Dewi.

“Inilah penjajahan gaya baru, mirip seperti konsesi-konsesi kebun Belanda memulai operasinya,” pungkasnya.

Sumber: Gelora


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya