Palestina: Israel Kepung Kota Gaza, Lebih dari 9.000 Warga Palestina Tewas Sejak Awal Pertikaian

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Suasa keadaan Kota Gaza di Palestina setelah digempur Pasukan Teroris Israel. FOTO/Net. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Militer Israel mengatakan pihaknya telah “menyelesaikan pengepungan Kota Gaza” di Palestina.

ADVERTISEMENTS
ad39

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Daniel Hagari, mengatakan pasukannya telah menyerang pos-pos terdepan, markas besar, dan infrastruktur lain yang digunakan oleh Hamas.

ADVERTISEMENTS

Terletak di utara Jalur Gaza, Kota Gaza adalah bagian terpadat dari jalur tersebut sebelum serangan dimula. Namun pada 13 Oktober Israel memerintahkan warga sipil di Gaza utara untuk pindah ke selatan.

ADVERTISEMENTS

Tidak jelas berapa banyak warga sipil yang saat ini berada di Kota Gaza, namun gambar yang diambil pada Kamis (02/11) menunjukkan kerusakan yang meluas di seluruh kota dan jalan-jalan yang kosong.

ADVERTISEMENTS

PBB mengatakan empat sekolahnya di Gaza yang digunakan sebagai tempat perlindungan telah rusak dalam waktu kurang dari 24 jam setelah rekaman menunjukkan terjadinya dua ledakan di sekolah.

ADVERTISEMENTS

Lembaga tersebut mengatakan satu kerusakan terjadi di kamp pengungsi Jabalia, yang terbesar di Jalur Gaza, dilaporkan menewaskan sedikitnya 20 orang dan melukai lima lainnya.

ADVERTISEMENTS

Dikatakan sekolah lain di kamp pengungsi Al-Shati juga rusak dan satu anak dilaporkan tewas. Kedua lokasi tersebut berada di utara Jalur Gaza.

Dalam sebuah pernyataan, badan tersebut mengatakan insiden itu terjadi setelah dua hari pengeboman besar-besaran di daerah tersebut.

PBB menyebut: “Lebih jauh ke selatan, dua sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan di Kamp Pengungsi Al Bureij terkena serangan. Dua orang dilaporkan tewas dan 31 lainnya luka-luka.”

Kementerian kesehatan di Gaza mengatakan lebih dari 9.000 warga Palestina dilaporkan tewas terbunuh di Jalur Gaza sejak 7 Oktober silam, ketika konflik terbaru antara Israel dan Hamas pecah.

Jumlah itu termasuk 3.760 anak yang meninggal dunia, sementara 32.000 lainnya terluka, menurut kementerian kesehatan.

Israel telah memborbardir Gaza dengan serangan udara sejak Hamas melakukan serangan terhadap Israel yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, dan menyandera lebih dari 200 warga dan tentara Palestina.

Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Daniel Hagari mengatakan sebanyak 242 orang kini disandera di Gaza.

Hamas menyebut mereka menyembunyikan para sandera di penjuru Gaza, termasuk terowongan bawah tanah mereka.

Oleh karena itu, Israel mengatakan militernya kini menargetkan infrastruktur Hamas, termasuk terowongan dan peluncur roket.

Sementara itu, diperkirakan akan semakin banyak orang yang meninggalkan Gaza melintasi perbatasan Rafah yang menghubungkan Gaza dengan Mesir.

Ratusan warga negara asing meninggalkan Gaza, bagaimana dengan WNI?

Sebelumnya, sebanyak 335 orang pemegang paspor asing dan 76 warga Palestina yang mengalami luka-luka telah meninggalkan Gaza melalui pintu perbatasan Rafah – untuk pertama kalinya dalam tiga pekan terakhir.

Pembukaan pintu perbatasan Rafah ini membuka peluang bagi Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk mengevakuasi para warga negara Indonesia dari Gaza ke Mesir.

WNI yang berada di Gaza saat ini berjumlah 10 orang. Selain tiga relawan lembaga penyalur bantuan kemanusiaan MER-C, WNI di Gaza adalah orang yang menikah dengan warga lokal.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan tim Kemlu dari Kairo sudah berada di Rafah pada Rabu (01/11) untuk mempersiapkan kemungkinan evakuasi.

“Diperoleh informasi kemungkinan pergerakan evakuasi WNA, termasuk WNI, melalui pintu Rafah kemungkinan, sekali lagi kemungkinan, akan dapat segera dilakukan,” ungkap Retno sebagaimana dikutip dari situs Kemlu RI.

Retno mewanti-wanti bahwa situasinya sangat dinamis dan evakuasi kemungkinan tidak dilakukan secara sekaligus.

“Pergerakan kemungkinan besar tidak akan dapat dilakukan secara sekaligus, tetapi bertahap dan dengan mengutamakan keselamatan. Sekali lagi, dengan mengutamakan keselamatan.

“Betul-betul situasi sangat dinamis. Tapi yang kita perlu pastikan adalah kalau toh ada perjalanan, maka perjalanan itu sudah mendapat jaminan keamanan dari semua pihak sehingga evakuasi dapat dilakukan dengan selamat,” papar Retno.

Perbatasan Rafah dari Gaza ke Mesir dibuka untuk pertama kalinya sejak Israel melakukan serangan balasan atas serangan milisi Hamas pada 7 Oktober silam.

Selain ratusan warga yang meninggalkan Gaza menuju Mesir, sebanyak 20 truk pengangkut bantuan diizinkan masuk ke Gaza dari Mesir.

Sementara itu, di Gaza, layanan telepon dan internet terputus total, kata penyedia layanan komunikasi Paltel.

Israel telah mengebom Gaza sejak serangan Hamas 7 Oktober yang menewaskan 1.400 orang dan 239 orang diculik sebagai sandera.

Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan lebih dari 8.700 orang telah tewas sejak pemboman balasan Israel dimulai.

Israel gempur kamp pengungsi Jabalia di Gaza

Sebelumnya, militer Israel membenarkan bahwa jet-jet tempurnya telah menggempur kamp pengungsi Jabalia di Gaza. Israel mengeklaim serangan tersebut menyebabkan runtuhnya infrastruktur bawah tanah Hamas dan menewaskan seorang komandan senior Hamas.

Foto-foto dari tempat kejadian menunjukkan gempuran Israel menyebabkan kawah besar dan sejumlah bangunan di sekitarnya ambruk. Beberapa foto lainnya menunjukkan korban tewas mencakup anak-anak.

Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan sedikitnya 50 orang tewas, sedangkan Komunitas Bulan Sabit Merah Palestina menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 25 orang. Seorang dokter di Gaza mengatakan kepada BBC bahwa rumah sakitnya telah menerima 120 orang tewas.

Tamara Al-Rifai dari badan PBB untuk Palestina, UNRWA, mengatakan kepada BBC bahwa Jabalia adalah kamp pengungsi yang sangat miskin. Bahkan “sebagian besar penduduknya bergantung pada bantuan”.

Awalnya, Jabalia adalah sebuah kamp yang dilengkapi tenda, seperti yang terlihat pada foto-foto hitam-putih kuno. Namun seperti kebanyakan kamp yang didirikan pada tahun 1948, kamp-kamp tersebut perlahan-lahan berubah menjadi tempat yang lebih mirip dengan kota-kota kumuh.

Al-Rifai mengatakan UNRWA mengenal kamp tersebut dengan sangat baik karena ini adalah kamp terbesar dari delapan kamp pengungsi Palestina di Jalur Gaza dan juga yang paling padat penduduknya.

Badan PBB tersebut memiliki 16 sekolah di kamp tersebut, kata Al-Rifai, “jadi saya berani mengatakan bahwa rekan-rekan saya di sekolah ini – para guru, pendidik – mengenal sebagian besar anak-anak di kamp ini sehingga ini adalah momen yang sangat sulit bagi mereka.”

Juru bicara militer Israel, Letkol Jonathan Conricus, mengeklaim serangan di kamp pengungsi Jabalia menewaskan Ibrahim Biari, seorang komandan batalyon Hamas. Conricus menyebut Biari sebagai “orang penting dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan 7 Oktober”.

Conricus mengatakan “puluhan” milisi Hamas telah terbunuh di “kompleks terowongan bawah tanah yang luas” tempat Biari mengarahkan operasinya.

Dia mengatakan militer Israel telah menyerang di antara bangunan, menargetkan kompleks terowongan di bawahnya. Runtuhnya terowongan tersebut, kata dia, menyebabkan bangunan di sekitarnya ambruk. Hal ini, katanya “tidak dapat dihindari”.

Militer Israel, katanya, sedang menyelidiki laporan “kerusakan tambahan” dan “korban di pihak non-tempur”.

Perlu diingat bahwa BBC tidak dapat segera memverifikasi sebagian besar klaim-klaim tersebut.

Gempuran Israel di kamp pengungsi Jabalia berlangsung di tengah operasi darat. Sejumlah tank dan kendaraan lapis baja dilaporkan terus bergerak menuju Kota Gaza.

Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 8.500 orang telah tewas sejak pengeboman balasan Israel dimulai menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan 1.400 orang dan menyebabkan sedikitnya 239 sandera diculik dari Israel.

Netanyahu: ‘Ini waktunya untuk berperang’

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan dirinya menolak melakoni gencatan senjata dengan Hamas. Alih-alih berdamai, Netanyahu menyatakan “ini waktunya untuk berperang”.

“Sama seperti AS yang tidak menyetujui gencatan senjata setelah pengeboman Pearl Harbor atau setelah serangan teroris 9/11, Israel juga tidak akan menyetujui penghentian permusuhan dengan Hamas setelah serangan mengerikan pada 7 Oktober,” papar Netanyahu.

“Seruan untuk gencatan senjata adalah seruan agar Israel menyerah kepada Hamas, menyerah pada terorisme,” ujarnya.

“Alkitab mengatakan ‘ada waktunya untuk damai, ada waktunya untuk berperang. Ini adalah waktunya untuk berperang,” cetus Netanyahu.

Ketika ditanya apakah operasi daratnya di Gaza akan menjamin pembebasan para warga Israel yang disandera Hamas, Netanyahu menjawab: “Penilaian umum kami, bukan hanya penilaian anggota kabinet tetapi juga seluruh pasukan keamanan dan militer, aksi darat sebenarnya menciptakan kemungkinan – bukan kepastian – untuk membebaskan sandera kami, karena Hamas tidak akan melakukannya kecuali mereka berada di bawah tekanan.”

“Kami berkomitmen untuk memulangkan semua sandera,” tambah Netanyahu.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan kepada komite parlemen bahwa perang tersebut akan terdiri dari tiga tahap.

“Tahap pertama dari kampanye ini dimaksudkan untuk menghancurkan infrastruktur Hamas untuk mengalahkan dan menghancurkan Hamas,” kata Gallant.

Dia menggambarkan tahap kedua sebagai pertempuran lanjutan saat pasukan bekerja untuk “menghilangkan kantong-kantong perlawanan”.

Dan tahap ketiga, kata Gallant, “akan membutuhkan penghapusan tanggung jawab Israel atas kehidupan di Jalur Gaza, dan pembentukan realitas keamanan baru bagi warga Israel”.

Israel peringatkan RS evakuasi pasien dan pengungsi

Di tengah operasi darat militer Israel, Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa daerah sekitar Rumah Sakit Al-Quds mengalami pengeboman besar-besaran dari pasukan Israel.

“Serangan artileri dan udara terus menerus di daerah Tal-Alhwa di #Gaza tempat Rumah Sakit Al-Quds berada,” sebut lembaga amal tersebut di X, yang sebelumnya bernama Twitter.

“Bangunan bergetar dan warga sipil yang mengungsi serta kru mengalami ketakutan dan kepanikan.”

Laporan itu mengemuka setelah Israel memperingatkan bahwa rumah sakit di Kota Gaza harus dievakuasi.

Sebelumnya, ratusan pasien kini terjebak di sejumlah rumah sakit di Gaza utara dan kondisi fisik mereka tak memungkinkan untuk berpindah ke selatan, kata badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pengungsi Palestina (UNRWA).

Israel telah memperingatkan pihak rumah sakit untuk mengevakuasi pasien dan pengungsi yang berlindung di rumah sakit, namun para dokter mengatakan memindahkan ratusan orang – banyak di antaranya dalam perawatan intensif – adalah hal yang mustahil.

Tom White dari UNRWA menegaskan apa yang sudah dikatakan para dokter, bahwa memindahkan para pasien adalah hal yang mustahil.

“Banyak orang di utara mencari perlindungan di sekolah-sekolah yang dikelola UNRWA, mereka mencari perlindungan di rumah sakit,” kata White.

“Saya berada di salah satu rumah sakit pekan ini dan ada ratusan pasien yang tidak bisa dipindahkan,” ujarnya kemudian.

Dia kemudian berkata bahwa orang-orang yang kini berada di utara Gaza – tak hanya pasien – juga “tak bisa berpindah karena mereka tak memiliki moda transportasi”.

Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan Israel terus menggencarkan serangan udara di area sekitar rumah sakit, seiring operasi darat yang mereka lakukan di bagian utara Jalur Gaza.

Direktur Rumah Sakit Al-Quds di Kota Gaza, Bassam Mourad, bahkan mengaku telah menerima beberapa peringatan untuk mengevakuasi gedung tersebut.

“Yang pertama adalah melalui panggilan telepon dari Bulan Sabit Merah Palestina yang dihubungi oleh tentara Israel. Mereka meminta seluruh pasien dan pekerja, serta mereka yang berada di rumah sakit, dievakuasi ke selatan Gaza,” kata Mourad kepada kantor berita Reuters.

“Mereka menyebutkan bahwa kawasan ini akan menjadi zona militer dan akan berlangsung bentrokan. Kawasan tersebut akan berbahaya sehingga kami harus segera mengungsi,” tambahnya.

Dia melanjutkan dengan mengatakan jumlah pengungsi yang tinggal di rumah sakit berkisar antara 12.000 hingga 14.000 jiwa.

“Angkanya berubah setiap hari selain departemen rumah sakit dan unit perawatan intensif,” ungkap Mourad.

Seorang warga bernama Abu Qusai Al-Deeb telah berlindung di RS Al-Quds di Kota Gaza selama tiga minggu,

Dia mengatakan dia menerima sekitar enam peringatan agar meninggalkan rumah sakit.

“Kami mengatakan kepada mereka, sebutkan tempat yang aman dan kami akan meninggalkan rumah sakit. Tidak ada tempat yang aman, tidak di selatan, atau di seluruh Gaza”, tegasnya kepada kantor berita Reuters.

BBC News menerima pesan dari seorang dokter bahwa “pengeboman gencar berlangsung di sekitar lokasi Rumah Sakit Al-Quds”.

Dia menambahkan: “Semuanya, khususnya anak-anak, merasa sangat takut. Mereka [Israel] mengebom gedung-gedung di belakang rumah sakit”.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan melalui media sosial bahwa “mustahil” mengevakuasi para pasien dari RS Al-Quds secara aman.

Bulan Sabit Merah Palestina mengamini hal itu. Mereka mengunggah pernyataan: “Mengevakuasi [para pasien] sama saja membunuh mereka”.

Presiden Jokowi ‘sangat marah’

Presiden Indonesia Joko WIdodo mengaku “sangat marah” dengan memburuknya situasi di Gaza, terutama situasi kemanusiaan di sana.

“Posisi Indonesia sangat jelas dan tegas, mengutuk keras serangan acak terhadap masyarakat sipil dan fasilitas sipil di Gaza,” tegas Jokowi dalam pernyataan resminya, Senin (30/10).

Dia memastikan bahwa Indonesia terus melakukan komunikasi dengan banyak pihak untuk mengupayakan penyelesaian masalah ini.

Di sisi lain, tambah Jokowi, Indonesia akan segera mengirim bantuan kemanusiaan ke Palestina.

“Kloter pertama akan akan dikirimkan minggu ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, PBB memperingatkan pasokan bahan bakar di Gaza akan segera habis, mengakibatkan rumah sakit menutup hampir seluruh layanannya, kecuali Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Seiring beberapa negara di seluruh dunia menyerukan “jeda kemanusiaan” dalam upaya menyalurkan bantuan yang sangat dibutuhkan ke Gaza, PBB telah memperingatkan Gaza akan kehabisan bahan bakar pada Rabu (25/10) malam.

Jika bahan bakar habis, itu akan berdampak sangat besar pada upaya bantuan kemanusiaan yang mereka lakukan di wilayah yang tengah dilanda prahara tersebut.

PBB menekankan pentingnya pengiriman pasokan bahan bakar ke wilauah itu demi memastikan warga mendapatkan air minum yang bersih, layanan rumah sakit tetap buka dan operasi bantuan dapat terus berlanjut.

Menipisnya pasokan bahan bakar di Gaza, memicu kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap layanan kesehatan. Badan-badan PBB lainnya memperkirakan bahwa sepertiga rumah sakit di Gaza dan hampir dua per tiga klinik layanan kesehatan utama ditutup karena kerusakan atau kekurangan bahan bakar.

Wartawan BBC di Gaza, Rushdi Abualouf, mengatakan rumah sakit kini telah menutup hampir semua layanannya kecuali instalasi gawat darurat.

“Sebagian besar departemen di rumah sakit ditutup karena mereka ingin meminimalkan jumlah bahan bakar yang mereka gunakan,” ujarnya kepada program Today di BBC Radio 4.

Akan tetapi, fasilitas penting seperti unit dialisis masih beroperasi, kendati dengan perawatan yang sangat minim.

Dalam satu hari serangan udara Israel, menyebabkan 436 orang tewas, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

Israel mengatakan pihaknya menargetkan infrastruktur Hamas dalam serangannya, termasuk terowongan. Israel mengeklaim berhasil menggempur 320 sasaran dalam sehari.

Israel juga melancarkan serangan darat terbatas ke Gaza untuk mencari informasi tentang warga Israel yang disandera milisi Hamas.

Ledakan di RS Al-Ahli

Krisis kemanusiaan terus terjadi di Palestina.

Kelompok Hamas – pihak berwenang di Gaza – mengatakan 500 orang tewas dalam ledakan di rumah sakit Al Ahli. Hamas menyalahkan Israel, yang pada gilirannya menyalahkan kelompok milisi Jihad Islam Palestina.

BBC berbicara dengan seorang dokter di rumah sakit yang didanai oleh Gereja Anglikan tersebut yang mengatakan bahwa terjadi kehancuran total dan ratusan orang tewas atau terluka akibat ledakan tersebut.

“Dokter melakukan operasi di lapangan dan di koridor, dan beberapa di antaranya tanpa anestesi,” kata juru bicara kementerian Dr Ashraf Al-Qudra, dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Facebook pada Rabu (18/10) pagi.

Dia menambahkan bahwa banyak dari korban adalah anak-anak dan perempuan, serta menambahkan bahwa banyak dari cedera yang diderita para korban “di luar kemampuan tim medis kami”.

Hamas menyalahkan serangan udara Israel dan menggambarkannya sebagai “kejahatan perang”, sementara Israel membantah militernya terlibat dan mengatakan ledakan itu disebabkan oleh roket yang ditembakkan oleh Jihad Islam Palestina.

Jihad Islam, kelompok milisi terbesar kedua di Jalur Gaza, membantah bertanggung jawab.

Insiden itu terjadi tidak lama setelah PBB mengatakan sebuah sekolah yang menampung ribuan orang di Gaza tengah juga terkena serangan, menewaskan sedikitnya enam orang.

Exit mobile version