Ganjar Pranowo Singgung Bandara dan Pelabuhan Dibangun Era Jokowi Sepi Penumpang

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Bakal calon presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo buka suara terkait masih sepinya buah pembangunan infrastruktur berupa bandara hingga pelabuhan di Era Presiden Joko WIdodo (Jokowi).

“Ada yang protes kenapa bandaranya sepi, pelabuhannya sepi, jalan tolnya kok belum menghasilkan,” ujar Ganjar dalam acara Saresehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).

Padahal, lanjut Ganjar, dalam sepuluh tahun terkahir Presiden Jokowi getol membangun sejumlah infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia. Mengingat, pembangunan infrastruktur merupakan prioritas utama pemerintahan Jokowi.

“Kalau kita melihat infrastruktur saya kira 10 tahun Pak Jokowi sudah melakukan itu,” ungkap Ganjar.

Ganjar menilai, persoalan sepinya aktivitas penumpang di bandara hingga pelabuhan sendiri bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat semata. Melainkan, juga peran aktif pemerintah daerah untuk menciptakan sumber ekonomi baru di daerah.

“Maka utilisasinya yang mesti kita lakukan dan hari ini tidak hanya urusan pemerintah pusat bagaimana mengorkestrasi, termasuk di daerah,” bebernya.

merdeka.com

Dengan begitu, aktivitas ekonomi tidak hanya terpusat di kota besar. Melainkan, juga geliat ekonomi turut terjadi di berbagai daerah.

“Minimal kalau dari gambar ini kita mendorong ketika kemudian ada dari keluarga miskin, kita jadikan sarjana dari desa ke kota, kemudian kita harapkan nanti akan kembali ke desa, dan di desa akan membangun desanya,” pungkas Ganjar.

merdeka.com

Sebelumnya, nasib operasional sejumlah bandara yang sepi di daerah menjadi pembahasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memimpin rapat di Istana Negara. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menganalogikan bandara di daerah seperti dilema antara telur dan ayam.

Dia menjelaskan, batas seimbang operasional suatu bandara yaitu jika permintaan untuk terbang di bandara tersebut maksimal 70 persen. Sementara hingga saat ini, Kemenhub mencatat jumlah maksimal permintaan terbang di beberapa bandara daerah hanya 50 persen.

“Ini seperti telur dan ayam, apa yang terjadi adalah jumlah demand-nya belum maksimal, masih 40 persen atau maksimal 50 persen itu tidak memenuhi jumlah equilibrium yang dibutuhkan agar penerbangan efisien itu 70 persen,” jelas Budi, Senin (26/12).

Dari rapat tersebut kemudian diambil jalan tengah berupa pemberian subsidi oleh Pemerintah Daerah, yang terdapat bandara namun sepi operasional, untuk bisa meningkatkan okupansi penumpang pesawat. Pola dengan cara memberi subsidi pernah dilakukan oleh sejumlah daerah seperti Toraja, Bojonegoro, Banjarnegara, Lumbuk Linggau.

“Dan itu berhasil, hanya 3 bulan setelah itu naik, sekarang kami didorong presiden bersama Mendagri untuk mendekati Pemda silahkan ajukan permintaan kami koordinasi dengan airlines sehingga mereka satu sisi mensubsidi, airlines akan menggunakan slot itu,” tandasnya

Exit mobile version