BANDA ACEH – Jurnalis Kompas TV dan Kompas.com, Raja Umar, mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan saat hendak melakukan peliputan Ketua KPK Firli Bahuri di Aceh.
Raja Umar dilarang mengambil gambar dan merekam Firli saat berkunjung ke warung kopi (warkop) Sekber Jurnalis di Banda Aceh, Kamis (9/11/2023) malam.
Raja Umar yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya tiba-tiba didatangi oleh tim pengamanan Firli Bahuri dan memaksa Raja Umar agar menghapus foto dan video yang telah diambil.
“Saya mendapat informasi kedatangan Firli ke warung kopi Sekber Jurnalis sekitar pukul 20.49 WIB melalui grup wartawan TV, lalu saya langsung bergegas dari rumah ke lokasi dengan menggunakan sepeda motor dan sekitar 15 menit saya sampai ke lokasi,” kata Umar saat diwawancara Kompas.com dan dikutip HARIANACEH.co.id.
Setiba di Sekber, Raja Umar langsung mengeluarkan ID pers dan kamera, serta memperkenalkan diri sebagai jurnalis Kompas TV. Dia meminta izin untuk meliput terkait kegiatan kunjungan kerja (kunker) Firli Bahuri selama di Aceh, serta tanggapannya terhadap tudingan mengulur waktu dari pemanggilan Polda Metro Jaya.
“Lalu Pak Firli menjawab, ‘Tidak ada komentar, saya lagi makan duren’,” ucap Umar.
Mendengar jawaban itu, Umar kemudian meminta izin kembali agar Firli bersedia diwawancara setelah dirinya makan durian.
“Ya sudah, Pak, siap makan duren boleh ya saya tunggu,” kata Umar mengulangi ucapannya.
Namun demikian, tidak lama setelah itu ada seseorang yang merupakan bagian dari rombongan Firli malah mendatangi dan mengingatkan Umar agar tidak mengambil foto dan video.
“Lalu saya jawab, ‘Santai, Bos, saya lagi kerja, saya wartawan’. Saya kemudian berjalan menjauh dari meja pertemuan Firli dengan wartawan yang tergabung dalam JMSI,” tuturnya.
“Tak lama setelah itu, saya dihampiri oleh polisi yang mengenakan pakaian preman dan meminta agar saya hapus foto pertemuan Firli. Saya menolak untuk menghapus, dan menanyakan apa hak Anda menyuruh saya untuk hapus foto, lalu dia menjawab dia polisi berhak meminta saya hapus foto itu,” lanjutnya.
Tidak berhenti sampai di situ, Umar juga dipaksa agar membuka galeri ponselnya dan menghapus foto Ketua KPK tersebut.
“Dipaksa disuruh buka galeri di HP, saya langsung hidupkan rekaman suara, lalu saya tanya sambil buka galeri yang mana foto yang harus saya hapus. Polisi itu tahu saya merekam audio dan dia juga meminta menghapus rekaman tersebut, lalu saya melawan,” terang Umar.
“Rekaman audio itu saya kirim ke grup Kompas.com karena saya merasa dintimidasi oleh pengawal Firli. Tujuannya, kalau terjadi sesuatu dengan saya, itu akan menjadi salah satu barang bukti di kemudian hari,” tambahnya.
Usai kejadian itu, Umar kemudian mengabari ke beberapa jurnalis TV lainnya yang tergabung dalam IJTI agar mereka segera ke lokasi untuk sama-sama meliput Firli.
“Selain saya, ada juga wartawan Puja TV namanya Nurmala, dia mengalami intimidasi juga saat mengabadikan foto saya menghampiri Firli. Petugas pengamanan itu memaksa Nurmala menghapus foto tersebut,” ungkap Umar.
Sementara itu, jurnalis Puja TV, Nurmala, mengaku memang sempat mengambil video ketika Umar sedang meminta izin untuk mewawancarai Firli.
Aksinya tersebut ternyata dilihat oleh tim pengamanan Firli, dan mereka turut menghampiri dan menanyakan apakah Nurmala mengambil rekaman video.
“Saya jawab, ‘Tidak’, trus dia minta izin untuk melihat galeri HP saya, setelah saya hapus file itu kan tidak terhapus langsung, tapi masih tersimpan di spam-nya. Trus saya jawab, ‘Udah saya hapus ya’, kemudian dia meminta saya lagi untuk membuka file sampah. Trus saya bilang, ‘HP saya tidak ada karena otomatis’,” kata Nurmala atau akrab disapa Lala saat dikonfirmasi.
Lala mengatakan, petugas tersebut terus memaksa meminta agar membuka file sampah dan menghapus video yang telah diambil.
“Terus dia meminta hapus. Akhirnya saya hapus. Ya, ini kan sudah tertekan. Dia minta buka HP kita, padahal HP itu kan privasi kita sebenarnya. Sedangkan saya dari awal sudah bilang tidak merekam, tapi dia bersikeras memaksa,” ujarnya.