Jokowi sekeluarga sudah meninggalkan PDIP. Setelah Jokowi, disusul putra sulung Jokowi, Gibran. Otomatis dilanjut menantu Jokowi, Bobby Nasution, Wali Kota Medan sejak 2021. Bobby mendukung Prabowo-Gibran, bukan pilihan partainya, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Sedangkan, anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep masuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) langsung jadi ketua umum. Langsung pula, mendukung Prabowo-Gibran. Sekeluarga Jokowi boyongan keluar dari PDIP.
Keputusan politik Jokowi ‘si petugas partai’ itu sangat berani. PDIP pemenang Pemilu 2019. Jokowi tidak takut. Selama beberapa hari terakhir, PDIP sudah melawan. Dengan aneka bentuk pernyataan dari unsur pimpinan PDIP. Banyak pernyataan, banyak bentuk. Mulai dari istilah ‘kasih sayang politik’ Mega terhadap Jokowi, sampai pernyataan menyoal putusan MK itu.
Terbaru, Megawati dalam pidato bertajuk ‘Setelah Lama Dinanti Tiba Saatnya Sampaikan Hati Nurani’, ditayangkan daring di YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11). Dikatakan begini:
“Keputusan MKMK telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi. Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi.”
Bisa ditafsirkan, putusan MK yang membuat Gibran bisa jadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, dianggap Mega sebagai rekayasa hukum.
Dilanjut, Mega menceritakan pengalaman saat dia jadi Presiden RI ke-5. Waktu dia membentuk Mahkamah Konstitusi. Mulai dari merancang Undang Undang, mencarikan kantor, juga keperluan karyawan MK.
Dilanjut: “Dengannya perannya (MK) begitu penting. Saya sangat serius menggarap pembentukannya. Saya sebagai Presiden didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara, mencarikan sendiri gedungnya dan saya putuskan di dekat Istana yaitu suatu tempat yang sangat strategis yang disebut sebagai Ring Satu, sehingga MK harus bermanfaat, bukan bagi perorangan, tapi bagi rakyat, bangsa, dan negara.”
Megawati menyayangkan MK saat ini. “Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani.”
Terkait putusan MK soal batas usia Capres-Cawapres, Mega menyatakan, agar masyarakat mengawal Pemilu 2024 sepenuh hati.
Diakhiri: “Kita jadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk mendapatkan pemimpin terbaik yang benar-benar mewakili seluruh kehendak rakyat Indonesia, mengayomi, agar Indonesia menjadi bangsa hebat, unggul, dan berdiri di atas kaki sendiri.”
Sangat jelas Mega kecewa pada putusan MK itu. Ujung-ujungnya pasti pada Jokowi. Dia juga memberi warning, agar masyarakat mengawal Pemilu. Berarti dia sudah curiga, bakal terjadi kecurangan Pemilu. Kecurigaan ini bisa menggiring opini publik, bahwa Pemilu bakal tidak jurdil. Ini berbahaya.
Uniknya, putusan MK, putusan MKMK, juga pernyataan-pernyataan unsur pimpinan PDIP, tidak ngefek. Tidak membuat elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran jatuh. Malah justru naik, dari hasil polling yang dilakukan beberapa lembaga survei.
Sangat unik. Jokowi sebelum jadi Presiden RI 2019 dihujat begitu rupa. Setelah jadi presiden dihina-hina (sampai badannya kurus). Karena Jokowi bukan dari garis elit Indonesia. Semua Presiden RI dari trah elit, kecuali presiden pertama dan kedua. Jokowi dulu pengusaha mebel. Maka, ia diserang hebat oleh para trah elit dengan mengerahkan massa, tapi Jokowi tetap menang sampai dua periode.
Minggu (12/11) Presiden Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi organisasi kerja sama negara Islam (OKI) di Arab Saudi. Di sela KTT Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Dari YouTube Sekretariat Presiden, ditayangkan Minggu (12/11), Jokowi-Erdogan bertemu di King Abdulaziz International Convention Center (KAICC), Riyadh, Arab. Tampak, Erdogan menggandeng erat lengan Jokowi sepanjang keduanya berjalan. Itu pemandangan langka untuk ukuran kepala negara. Tanda, pamor Jokowi moncer di internasional.
**). Penulis adalah wartawan senior