BANDA ACEH – Masyarakat dibikin takut dengan penyebaran sekitar 60 ribu telur nyamuk jenis Aedes aegypti wolbachia yang akan dilakukan di Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung, Bandung.
Pengiriman itu dilakukan Kementerian Kesehatan untuk menekan tingginya kasus demam berdarah dengue (DBD).
Sebab, demam berdarah masih cukup tinggi di Jawa Barat.
Dinkes mencatat ada 7.512 kasus DBD di Jabar pada periode Januari-Juni 2023. Dari jumlah itu, sebanyak 49 orang meninggal dunia.
Kota Bandung penyumbang kasus DBD terbanyak di Jabar dengan 1.021 kasus. Sedangkan yang paling sedikit Kota Banjar dengan 20 kasus.
Namun, hadirnya nyamuk wolbachia untuk menekan kasus DBD menuai pro dan kontra di masyarakat karena informasi yang didapatkan masih simpang siur.
Banyaknya kabar hoaks yang beredar pun membuat masyarakat merasa takut dengan kehadiran dari nyamuk wolbachia ini.
Seperti yang diungkapkan oleh Maulidiani (28), warga Cibiru. Dia mengaku belum tahu betul apa itu nyamuk wolbachia.
“Setiap cari info di media sosial kebanyakan isinya malah nakutin, apalagi kalau baca komentar. Banyak yang bilang ini kan nyamuk buatan Bill Gates. Tapi saya juga kurang paham apa itu maksudnya. Cuma takut saja kalau jadi penyakit yang aneh-aneh. Kan pandemi baru beres, ada cacar monyet, jadi bikin takut,” kata Maulidiani saat dihubungi Tribun Jabar, Kamis (23/11/2023).
Ibu satu orang anak ini mengatakan ketika ada jenis penyakit baru, hal yang dikhawatirkan adalah sang anak karena masih berusia dua tahun.
“Kalau punya anak kecil kan jadi banyak khawatir, daya tahan tubuh mereka belum kuat. Jadi saya berusaha untuk menekuni gaya hidup sehat bersih untuk keluarga supaya tidak terjangkit penyakit,” ucapnya.
Informasi mengenai nyamuk wolbachia juga masih awam bagi Tina (38) warga Mohammad Toha.
Ibu rumah tangga dua anak ini mengatakan, ia mendengar kabar mengenai nyamuk wolbachia dari grup WhatsApp grup dan obrolan ibu-ibu di sekolah.
“Katanya nyamuk wolbachia aman untuk menurunkan kasus DBD. Tapi ya namanya nyamuk memang ada yang aman? Apalagi dimasukin virus yang enggak tahu nanti virusnya bermutasi jadi apa,” ujarnya.
Meskipun nyamuk wolbachia ini tidak lagi memiliki virus dengue, tetapi ia merasa khawatir akan dampak jangka panjang dari pelepasan ternak nyamuk wolbachia.
“Mungkin bisa menekan angka DBD, tapi dampak jangka panjangnya seperti apa? Apa bisa menjadi wabah atau jadi pandemi seperti tahun-tahun sebelumnya? Kita kan enggak pernah tahu virus itu bisa bermutasi jadi apa,” ucapnya.
Warga Dago, Nur Khansa (29), mengatakan, kebanyakan informasi yang menakutkan lebih banyak dan mudah ditemukan di media sosial.
“Kalau baca artikel berita saya bisa dapat informasi yang lebih lengkap tentang apa itu nyamuk wolbachia dan dampaknya apa. Tetapi kalau cari informasi di media sosial isinya menyeramkan semua, bahkan ada yang katanya anak kecil sampai radang otak gara-gara nyamuk ini,” kata Khansa.
Sebagai masyarakat yang terkoneksi dengan media sosial setiap hari, Khansa mengatakan tidak mudah untuk memilah dan memilih informasi yang didapatkan tentang nyamuk wolbachia ini karena semuanya bisa didapatkan secara bersamaan.
“Jujur sih agak khawatir karena masih belum tahu juga ini tuh nyamuk apa kok diternak? Dampak jangka panjangnya seperti apa? Negara lain seperti Singapura menolak, kok Indonesia tetap disebarkan? Apa memang aman?” ujarnya.
Ia pun mengatakan sebaiknya pemerintah gencar melakukan sosialisasi akan nyamuk wolbachia ini supaya masyarakat tidak merasa khawatir dan termakan berita yang menyimpang.