NASIONAL
NASIONAL

Berdasarkan Kesaksian Eks Ketua KPK, Presiden Jokowi Bisa Dipidana dan Dipecat

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Politikus Ferdinand Hutahaean menilai berdasarkan kesaksian eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Presiden Joko WIdodo (Jokowi) bisa dipidana dan dipecat dari posisinya.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Dalam kesaksiannya, Agus Rahardjo yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019 mengatakan ia pernah dipanggil ke Istana sendiran, dan di dalam ruangan Jokowi sudah marah meminta kasus  korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov) dihentikan.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

“Dengan kesaksian ini, maka Presiden bisa dikategorikan telah menyalah gunakan kekuasaan dan termasuk dalam kategori merintangi atau menghalang-halangi penyelidikan. Presiden Jokowi sebagai pribadi bisa dipidana dan dipecat dari jabatannya,” ucap Ferdinand.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Menurut kader PDIP itu, keterangan Agus Rahardjo mengenai Jokowi yang meminta memberhentikan kasus Setnov merupakan skandal besar. “Ini skandal besar..!!” klaimnya dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Jumat (1/12).

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Dengan kesaksian ini, maka Presiden bisa dikategorikan telah menyalah gunakan kekuasaan dan termasuk dalam kategori merintangi atau menghalang2i penyelidikan. Presiden Jokowi sbg pribadi bisa dipidana dan dipecat dari jabatannya.

Berita Lainnya:
Dosen di Makassar Tikam Suaminya hingga Tewas, Berawal Tuduh Korban Selingkuh saat Kerja di Papua
ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Ini skandal besar..!! https://t.co/7vyNS361LR

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

— Mpu Ferdinand Hutahaean (@ferdinand_mpu) November 30, 2023 Sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus yang menjerat Setnov, korupsi e-KTP.

Setnov diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017, waktu itu ia menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai Politik yang mendukung Jokowi.

Agus terlebih dahulu menyampaikan permintaan maaf sebelum menyampakan peristiwa tersebut, ia mengaku baru pertama kali mengungkapkannya di hadapan media.

“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).

“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjut Agus.

Ketika dipanggil sendiri, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus, ia juga diminta masuk ke Istana melalui jalur masjid, bukan ruang wartawan.

Berita Lainnya:
Soal Capim KPK Bentukan Jokowi, Yasonna: Terserah Prabowo

Saat masuk ruang pertemuan, Agus melihat Jokowi sudah marah, namun ia tidak mengerti maksudnya, tapi setelah duduk ia tahu bahwa presiden meminta KPK untuk menghentikan kasus Setnov.

“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’, Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” ujarnya.

Tapi Agus menolak peruntah Jokowi, karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan tersangka Setnov sudah dimulai 3 minggu sebelumnya, dan ketika itu tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya