Penulis: Djono W Oesman**
“Hentikan…” teriak mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, menirukan teriakan Presiden Jokowi kepadanya, dulu. “Ternyata, Bapak Presiden menghendaki perkara korupsi e-KTP tersangka Setya Novanto dihentikan. Saya jawab, tidak bisa, Pak,” tambahnya.
LUAR BIASA pernyataan Agus Rahardjo yang disampaikan dalam wawancara dengan Rosiana Silalahi di Program Rosi di Kompas TV, tayang Kamis (30/11) malam, itu. Heboh di media massa. Rekaman pernyataan Agus itu manteng di YouTube. Lalu tersebar.
Pernyataan lengkap Agus saat diwawancarai Rosiana itu, begini:
“Mohon maaf, saya harus mengungkapkan secara jelas. Saya baru kali ini bicara hal ini di media massa sebesar ini, Terus terang. Pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden (Presiden RI, Joko WIdodo). Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara sejak 2014 hingga sekarang, Prof Pratikno).“
Dilanjut: “Jadi saya heran. Biasanya itu memanggilnya berlima (pimpinan KPK kolektif kolegial, dipimpin lima orang). Ini kok dipanggil sendirian. Dan dipanggilnya (masuk Istana) bukan lewat ruang wartawan, tapi lewat masjid kecil itu. Jadi di depan,”
Agus mengatakan, begitu ia bertemu Presiden Jokowi, menurutnya, Presiden Jokowi kondisi marah. Lantas, Jokowi berteriak, ditirukan Agus begini:
“Hentikan…” Dilanjut: “Ya… Saya belum tahu, apa yang dimaksud. Setelah saya duduk, baru saya tahu bahwa yang disuruh hentikan adalah kasusnya Pak Setnov, ketua DPR waktu itu, punya kasus korupsi e-KTP supaya tidak diteruskan.”
Agus mengatakan, waktu itu KPK sudah menetapkan Setya Novanto tersangka korupsi pada tiga pekan sebelum Agus dipanggil Presiden Jokowi. Sudah diumumkan pula. Sedangkan, KPK penyidik yang tidak punya perangkat hukum SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) seperti halnya Polri dan Kejaksaan. Maka, Agus menyatakan hal itu ke Jokowi, juga menyatakan, ia tidak bisa menghentikan penyidikan yang sedang berlangsung.
Agus: “Setelah itu saya pulang.”
Rosiana Silalahi: “Anda siap bersaksi untuk pernyataan ini?”
Agus: “Saya siap bersaksi. Dan, itu sungguh terjadi, saya alami sendiri.”
Agus berlanjut, karena itu munculnya revisi UU KPK. antara lain, SP3 semula tak ada menjadi ada. “Juga, KPK di bawah presiden. Karena, waktu itu mungkin pikiran Presiden: Ini ketua KPK diperintah presiden kok nggak mau.”
Setelah pernyataan Agus itu beredar, media massa memberitakan. Lalu ditanggapi pihak Istana.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana kepada wartawan, Jumat (1/12)
membantah pernyataan Agus Rahardjo, begini:
“Terkait dengan pernyataan Bapak Agus Rahardjo yang disampaikan di sebuah media, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama, setelah dicek tidak ada pertemuan yang disebut-sebut dalam agenda presiden.”
Dilanjut: “Presiden Jokowi telah menegaskan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK, seraya meyakini bahwa itu akan berjalan dengan baik. Penegasan Jokowi Presiden itu tertuang dalam siaran pers yang diterbitkan melalui laman Sekretariat Kabinet RI pada 17 November 2017. Rilis tersebut dapat diakses pada tauan ini.”
Ditutup: “Perlu diperjelas, bahwa revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah.”
Tapi tetap saja pernyataan Agus viral. Ditanggapi berbagai pihak, termasuk Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, meminta DPR memanggil Agus Rahardjo agar bicara itu di forum DPR. Sedangkan, di Medsos lebih heboh lagi, dilengkapi aneka komentar.
Kunci kasus ini adalah pada keterangan waktu. Kapan, Agus dipanggil Presiden Jokowi, dibandingkan dengan pernyataan Presiden Jokowi, bahwa agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK. Pernyataan Presiden Jokowi itu pada 17 November 2017.
Apakah Agus dipanggil lebih dulu, sebelum pernyataan Jokowi tersebut? Ataukah sesudahnya?
Di rekaman siaran TV, Agus tidak menyebutkan keterangan waktu. Pun, Rosiana juga tidak bertanya itu, karena Rosiana kelihatan kaget dengan pernyataan Agus.
Agus menyebutkan, ketika itu sudah tiga minggu dari saat Novanto ditetapkan tersangka korupsi e-KTP oleh KPK. Dan, KPK menetapkan Setya Novanto tersangka korupsi e-KTP pada Senin, 17 Juli 2017.