BANDA ACEH – Mantan Fungsional Spesialis Humas Muda Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah mengungkapkan perihal intervensi yang kerap diterima Agus Raharjo.
Menurut Tata Khoiriyah yang saat ini aktif di Indonesia Memanggil Institute (IM57+ Institute), Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo sempat ingin mengundurkan diri. Hal itu disebabkan oleh adanya intervensi terhadap lembaga antirasuah tersebut.
“Nah tapi kita ingat juga bahwa di akhir menjelang berakhirnya kepemimpinan Pak Agus Rahardjo, Pak Agus tuh pernah loh [ingin] meletakkan jabatan karena sudah saking tidak kuatnya dengan intervensi di KPK,” tutur Tata dalam diskusi terkait “Senja Kala Penguatan KPK”, yang digelar di Upnormal Coffee Roasters Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (04/12/2023).
Kemudian dia mengatakan kemungkinan ada sejumlah permasalahan yang memicu keinginan Agus Rahardjo untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK, salah satunya soal Revisi Undang-Undang (UU) KPK.
Revisi UU KPK dilakukan tahun 2019 lalu, selang dua tahun sejak Setya Novanto atau Setnov ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) pada Juli 2017.
“Ya tidak hanya masalah Revisi Undang-Undang KPK, bisa jadi ada banyak hal sekali ya yang akhirnya, puncaknya itu adalah menyerahkan dan meletakkan jabatannya sebagai ketua KPK,” kata Tata.
Selanjutnya, lanjut dia, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang yang sempat mengundurkan diri dari lembaga antirasuah melalui surat elektronik yang dikirimkan ke seluruh pegawai KPK, Jumat (13/09/2019).
Kejadian ini berselang satu hari seusai Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) RI memilih lima orang untuk menjadi pemimpin KPK periode 2019-2023.
“Itu kan tindakan yang tidak main-main oleh pejabat publik KPK. Meletakkan amanahnya yang dulu pernah diberikan kepada presiden, karena presiden waktu itu yang melantik,” ujar Tata.
Sementara itu, dia percaya atas pengakuan Agus Rahardjo terkait adanya dugaan intervensi Presiden RI Joko WIdodo atau Jokowi terhadap Agus Rahardjo untuk menyetop kasus korupsi e-KTP, yang menjerat Setnov. Menurut Tata, terlalu berisiko jika pernyataan Agus Rahardjo omong kosong belaka.
“Buat saya, saya menilai bahwa seorang pejabat publik mengatakan rahasia yang demikian luar biasa itu kan banyak yang dipertaruhkan. Dan buat saya sih terlalu beresiko kalau misalkan itu mengada-ngada,” kata dia.
“Kalau misalkan memang ada pembuktian, lebih baik ya mungkin ada investigasi lebih lanjut. Supaya ini menjadi terang benderang, dibawa ke arah bukti sekalian kalau misalkan itu memang ingin clear (jelas),” imbuh Tata.
Kemudian dia menyarankan agar pengakuan Agus Rahardjo dapat diuji oleh lembaga yang lebih independen, tetapi bukan KPK sebagai pengujinya.
Menurut Tata, situasi lembaga antirasuah tersebut tengah memiliki banyak kontroversi, seperti Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri yang kini sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan pemerasan terhadap Eks Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
“Kalau misalkan ini [benar], ya bawa saja di ranah publik, dibawa terang benderang saja.
Nah balik lagi, ini bisa enggak diujikan oleh misalkan oleh pihak yang lebih independen, mengingat kita lihat situasinya ya KPK seperti ini,” ujar dia. Mungkin, lanjutnya, kita masih bisa berharap dengan kejaksaan atau dengan kepolisian, kita balikan lagi ke publik