LINGKUNGAN

Wajah Perhutanan Sosial di Aceh

image_pdfimage_print

Akhir September itu 100 kg rotan dibeli oleh WRI dari Keude Bieng, dibawa untuk menjadi bahan latihan agar nantinya rotan yang dimiliki masyarakat Pudeng dapat mereka olah sendiri. Tentu nanti, setelah mereka memiliki mesin untuk membersihkan dan menghaluskan rotan.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Saat ini masyarakat desa Pudeng hanya bisa mengambil rotan dari dalam hutan. Pengambilan rotan juga tergantung pada pemesan. Mereka belum sampai pada tahap mampu mengolah rotan dan meningkatkan harga jualnya.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

“Rotan diambil oleh bapak-bapak. Kira-kira jalan ke dalam hutan sejauh 5-6 km,” ujar Hamdani, Ketua HKM Tuah Sejati yang ikut serta memantau pelatihan mengolah rotan.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Adnan mengatakan kendala yang dihadapi masyarakat selain anggaran adalah mereka masih kesulitan menuliskan rencana kerja kelompok. Sementara itu konflik internal dengan anggota HKM juga masih terjadi karena kegitatan belum melibatkan anggota HKM secara keseluruhan.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Setahun belakangan warga mendapat bantuan 12.000 bibit jengkol dan pete dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh. Warga yang merupakan anggota HKM menanami bibit tersebut di lahan pribadi, belum ada yang menanam di dalam kawasan hutan atau di lahan bekas penebangan.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

“Masyarakat belum mau jauh menanam ke dalam hutan bekas penebangan liar sana, kata mereka kebun sendiri pun masih kosong dan hanya ada durian, lima tahun belakangan pun buahnya tidak manis” tukas Yusuf Adami, Sekretaris HKM Tuah Sejati.

Berita Lainnya:
Tragis! Ibu Muda Pengendara Motor di Gowa Tewas Tertimpa Pohon Tumbang

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, salah satu lembaga non-pemerintah yang konsen pada isu perhutanan sosial di Aceh mencatat sebagian besar pengusulan perizinan dan pendampingan perhutanan sosial di Aceh dilakukan dan diinisiasi oleh masyarakat sipil.

Dalam proses penetapan batas wilayah, kelompok pengusul yang dibantu oleh lembaga non-pemerintah bekerjasama dengan pemerintah desa dan pemerintah desa tetangga. Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan batas wilayah kelola hutan masih ditentukan oleh administrasi wilayah desa.

Menurutnya pemerintah daerah belum melihat perhutanan sosial sebagai program strategis untuk meredam penguasan lahan oleh korporasi perusak hutan dan menjadikannya sebagai lahan untuk kepentingan ekonomi masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan. Di Aceh kepemilikan warga terhadap lahan pertanian dalam kawasan hutan disebabkan beberapa faktor. Selain ketiadaan lahan, di beberapa daerah masyarakatnya justru jauh lebih dulu mendiami dan bertani dalam kawasan yang kemudian ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan lindung atau hutan konservasi.

“Pemerintah daerah belum melihat perhutanan sosial sebagai program unggulan yang langsung menyentuh masyarakat di tingkat tapak,” ungkapnya, “Perhutanan sosial sebenarnya memberikan peluang bagi pemrintah dan instatnsi terkait lain selain DLHK untuk bisa mengintervensi program ke dalamnya seperti dinas pertanian, dinas perkebunan, dan dinas peternakan.” Seperti yang dikabarkan pemerintah daerah dan desa mendapat surat dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Desa (Kemendes) agar perhutanan sosial dapat disinergikan dengan dinas-dinas terkait di tingkat provinsi hingga daerah. Pada program pemerintah desa perhutanan sosial dapat bersinergi dengan program level desa seperti Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), Program Keluarga Harapan.

Berita Lainnya:
Gempa M4,3 Terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Pagi Ini

Ahmad Shalihin mengutarakan pengalokasian anggaraan untuk perhutanan sosial harus dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga perhutanan sosial tidak hanya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang mengharap dana nasional.

“Perhutanan sosial ini mengajak keterlibatan masyarakat di tingkat tapak untuk ikut menjaga lingkungan. Tantangan justru muncul pasca izin, mempertahankan dan memadukan fungsi ekologi dan ekonomi,” ujarnya, “jika hanya anggaran dari nasional itu kecil sekali.”

Kepala Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala, Suraiya Kamaruzzaman menilai perhutanan sosial menjadi salah satu solusi perubahan iklim dan memiliki peran kunci dalam konservasi hutan.

1 2 3 4 5 6 7

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya