Sekjen PDIP Hasto: Mau Pakai Shampo Saja Milih-milih, Masa Pilih Pemimpin Hanya Lihat Jogetnya

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

PDIP-hasto-kristiyanto-dan-pengurus-menunjukkan-ktp-masing-masing-di-pandeglang.jpg” width=”640″/>BANDA ACEH  – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menegaskan, bahwa pemimpin harus mempunyai sejumlah nilai. 

Menurut dia, pemimpin tak boleh bersikap otoriter atau menyelesaikan masalahnya dengan marah-marah gebrak-gebrak meja. 

Hal itu disampaikan Hasto dalam pidatonya saat kunjungan safari Politik ke Kantor DPC PDIP Kabupaten Pandeglang, Banten, Sabtu (10/12/2023).

Hadir dalam acara itu kader PDIP Abdullah Azwar Anas dan KH Zainal Arifin Naim serta pengurus partai di tingkat DPC serta ranting PDIP sekitar 500an orang.

Awalnya, Hasto menilai, jika pemimpin penting punya nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Hal itu sudah tercermin dalam pasangan calon nomor urut 3, Ganjar-Mahfud. 

“Untuk itu saudara-saudara sekalian nilai kemanusiaan ketuhanan ini sangat-sangat penting. Ada yang berketuhanan menjelang kampanye, menunjukan sikap religiusitas padahal bagi pak Ganjar dan Prof Mahfud itu adalah ekspresi sosok yang menyadari ciptaan Tuhan yang Maha Esa,” kata Hasto. 

Kemudian dia menyampaikan, jika pemimpin itu harus punya nilai persatuan dan kebangsaan. Artinya pemimpin itu tidak boleh membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. 

“Ranting di tingkat Desa, Sekjen di tingkat nasional DPP di tingkat nasional, tetapi kita sama-sama sebagai kader partai darah kita sama. Jadi jangan pernah… itu prinsip kebangsaan, jangan pernah membeda-bedakan satu dengan lain atas dasar pangkat, jenis kelamin, agama, status sosial dan lain sebagainya kita adalah sama dalam prinsip kebangsaan,” ungkap Hasto. 

Hasto pun menyebut, jika tak kalah penting pemimpin itu harus bisa mengedepankan nilai musyawarah.

Dia menyebut, pemimpin tak bisa bersikap otoriter atau hingga marah-marah sambi gebrak meja. 

“Musyawarah, ini cara menyelesaikan kita dengan rembukan bersama nggak bisa dengan otoriter nggak bisa dengan gebrak-gebrak meja saudara sekalian menyelesaikan masalah dengan marah-marah melempar handphone, itu tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya. 

Kendati begitu, dia tak menyebut siapa yang dimaksud pemimpin yang marah-marah tersebut. 

“Siapa tahu siapa yang ada di benak saudara-saudara sekalian? imbuhnya. 

Terakhir, menurutnya, calon pemimpin harus memiliki nilai memperjuangkan keadilan sosial. 

Untuk itu, menurutnya memilih pemimpin itu harus bijak melihat, tak bisa tentukan pilihan hanya karena tekanan. 

“Door to door untuk melakukan penjelasan masa, kita membeli beras aja kita ngga mau ada kutunya, betul? Kita membeli sampo aja milih-milih. Kalau samponya itu Sunsilk itu rambutnya hitam kilau mengkilau, kalau Clear nggak ada ketombe. Itu kan ada pilihan pilihannya,” ujarnya.

“Masa memilih pemimpin hanya melihat gojekannya dimana, narinya bagaimana? Tidak melihat karakternya, tidak melihat pemimpinnya tidak melihat prestasinya, tidak melihat keluarganya? Ini namanya diferensiasi, ini contrasting,” sambungnya 

Lebih lanjut, dia menegaskan, pihaknya ogah melakukan black campaign, tapi yang disampaikan adalah fakta. 

“Maka kita gak mau nggak mau black campaing, kita sampaikan fakta,” jelas Hasto

Exit mobile version