BANDA ACEH – Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep adalah dua putra Presiden Joko WIdodo (Jokowi). Sebagai anak dari kepala negara, mereka seharusnya menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
Namun sayang, ada perilaku dari kedua kakak beradik itu yang disebut mirip Tarzan. Kelakuan mereka bahkan ditentang banyak pihak dan dikatakan tak patut untuk ditiru.
Ialah aktor senior, Butet Kartaredjasa yang menyebut kelakuan Gibran dan Kaesang mirip Tarzan. Ucapan itu disampaikan sebagai kritik saat keduanya terjun ke dunia Politik.
Butet mempertanyakan langkah politik kedua putra mahkota tersebut. Bahwasannya mereka harus memberikan contoh yang bisa menjadi pembelajaran bagi publik.
Namun sebagai anak kepala negara, baik Gibran dan Kaesang justru dianggap memberikan contoh yang kurang baik kepada publik.
Pria berusia 62 tahun itupun menyoroti langkah Kaesang dalam dunia politik. Di mana anak bungsu Jokowi ini bisa secara tiba-tiba menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
“Peristiwanya itu bagi saya, ini memberikan pembelajaran politik apa kepada publik? Misalnya satu contoh, Kaesang dalam dua hari jadi anggota partai, hari ketiga jadi ketua umum (PSI),” katanya.
“Pembelajaran kepada publik adalah, ternyata menjadi manusia instan itu sangat dimungkinkan di Indonesia,” tambahnya.
Dilihat dari perspektif budaya, lanjut Butet, langkah politik mestinya dilakukan dengan mengedepankan moralitas atau kepatutan.
Ia menyebutkan, untuk meraih sebuah gelar ataupun jabatan dibutuhkan pengalaman dan kerja keras.
Hal itu sama halnya dalam konteks kepemimpinan di perkantoran. Baik kelas manajer maupun kepala bagian, tetap membutuhkan perjuangan untuk bisa naik ke level atau tingkat kepemimpinan selanjutnya.
“Ada tahapan-tahapan untuk mematangkan kepribadian seseorang, keterampilan, dan segalanya, ada proses,” tegasnya.
Pria kelahiran Yogyakarta, 21 November 1961 itu khawatir, bila langkah Gibran dan Kaesang akan membentuk pola pikir negatif di kalangan anak muda Indonesia.
Menurutnya, para anak muda saat ini bisa saja terpengaruh dan menjadikan langkah yang ditempuh Gibran dan Kaesang sebagai contoh.
“Bayangkan kalau nanti anak muda yang sedang bertumbuh hari ini melihat peristiwa itu. ‘Kalau gitu aku jadi tarzan saja, gandul nama besar ayahku.’ Gandulan jadi Tarzan bisa lompat alih historis,” ungkapnya.
Ia menambahkan, perilaku seperti Tarzan itu menunjukkan seseorang yang tak memiliki etos kerja dan perjuangan. Sehingga tak patut untuk ditiru.
“Instan, nggak ada etos, nggak ada kegigihan perjuangan. Bayangkan ketua umum partai. Wow! Nasional lagi,” ujarnya.
Pengalaman Gibran belum memadai
Di samping itu, Butet menyoroti langkah dan keputusan Gibran dalam politik. Di mana ia mau menerima pinangan Prabowo Subianto untuk menjadi pendampingnya dan maju sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Menurutnya, suami Selvi Ananda itu belum memiliki pengalaman yang memadai untuk maju dan memimpin sebuah negara.
Termasuk juga pengalamannya sebagai Wali Kota Surakarta yang baru dua tahun. Hal itu bagi Butet belum bisa dikatakan sebagai sebuah pengalaman di dalam dunia politik.
(Wali Kota Surakarta) dua tahun, baru jalan dua tahun. Tugasnya itu lima tahun. Dua tahun kok berpengalaman,” katanya.
Ia pun membandingkan dengan dirinya yang telah belajar selama 25 tahun untuk menjadi seorang aktor.
Butuh waktu seperempat abad bagi Butet untuk kemudian bisa menerima upah jasa sebahai aktor, mendapatkan legitimasi dan pengakuan.
“Saya lalu merasa berpengalaman. Hari ini saya bisa transfer knowledge, berbagi pengalaman saya sebagai aktor, karena saya sudah merasa berpengalaman,” tegasnya.
Ia menyayangkan langkah politik yang mengizinkan Gibran untuk bisa maju menjadi cawapres. Menurutnya, hal itu bukanlah sesuatu yang patut untuk ditiru.
“Itu posisinya nanti adalah wakil presiden, saya sedih. Tingkat kepatutan, kepantasan, kesadaran diri, kok aku cuma jadi benalu ya,” katanya. ***