Debat Capres Menguji Kecerdasan Emosional

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Iwel Sastra (kiri), Debat Capres. FOTO/Kolase. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Penulis: Iwel Sastra**

Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu 7 Januari 2024 menggelar Debat ketiga dari rangkaian lima kali debat capres-cawapres yang diagendakan. Debat ketiga yang bertempat di Istora Senayan Jakarta bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan Politik luar negeri.

Debat ini sekaligus menjadi debat kedua bagi para capres, yakni  Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Debat berlangsung seru dengan situasi memanas antara capres nomor urut 1, Anies Baswedan dengan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto. Bahkan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo mencoba mencairkan suasana dengan mengatakan “Mudah-mudahan saya di tengah untuk mendinginkan dua kawan saya.”

Analis Komunikasi dan Pemasaran Politik, Iwel Sastra menilai bahwa debat memang seharusnya begitu. Para kandidat bukan hanya diuji kecerdasan intelektual dalam memaparkan dan mempertahankan argumentasinya namun juga harus memiliki kecerdasan emosional sehingga tidak mudah terpancing emosi oleh argumentasi lawan.

“Setiap kandidat mempunyai caranya sendiri dalam menjatuhkan mental lawan, itu hal yang biasa dalam debat selama masih dalam batasan yang wajar. Tidak boleh baper baik selama debat maupun usai debat,” ungkap pria yang lebih dulu dikenal sebagai Stand Up Comedian ini.

Selama debat berlangsung, Anies cenderung menyerang Prabowo dengan data-data. Prabowo membela diri dengan mencoba mengoreksi data yang dimiliki Anies. Awalnya Prabowo berulang kali mengatakan memiliki kesepahaman dengan Ganjar. Namun pada kesempatan berinteraksi dengan Prabowo, Ganjar pun menyerang Prabowo dengan data-data yang dimilikinya.

“Dalam pemasaran politik, debat capres adalah kesempatan kandidat menunjukan positioning yang menjadi pembeda dengan kandidat lain. Positioning kandidat menjadi salah satu pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihan,” ujar dosen Institut Komunikasi & Bisnis LSPR ini.

Iwel menambahkan, Prabowo sampai tiga kali menyatakan sependapat dengan Ganjar. Ia bahkan mengatakan, “Jangan-jangan guru kita, buku kita, sama Pak Ganjar.”

Ucapan Prabowo ini sebenarnya tidak menguntungkan bagi Ganjar yang harus menunjukan positioning yang membedakan Ganjar dengan Prabowo. Sementara Anies sejak awal positioning-nya sudah sangat jelas yaitu mengusung perubahan. Langkah tepat ketika Ganjar mulai menunjukan posisi yang berbeda dengan Prabowo berdasarkan data-data yang dia punya.

“Memang di luar dugaan, semula banyak yang memprediksi debat kedua capres ini akan didominasi oleh Prabowo yang saat ini menjabat sebagai menteri pertahanan. Namun Ganjar dan Anies sangat mempersiapkan diri dengan data-data yang tidak bisa langsung disanggah Prabowo dengan data-data juga dengan alasan keterbatasan waktu” tutup Iwel. (*)

Exit mobile version