Pakar Sosmed Terpukau pada Kepiawaian Anies saat Debat Capres, Calon Pemimpin Global yang Konsisten

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Capres nomor urut 1, Anies Baswedan sudah menjalani Debat Capres ketiga pada Minggu (7/1).Penggiat sosmed yang juga pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi membuat analisis yang salah satunya menyebutkan bahwa Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 menguasai tren percakapan di jejaring online.

ADVERTISEMENTS
ad39

Ismail mencuit dalam akun @ismailfahmi bahwa dalam setiap debat Anies mengalami kenaikan volume percakapan yang paling tinggi.

ADVERTISEMENTS

“Mulai dari sesi pertama, Anies yang langsung ngegas dan dilanjutkan dengan serangan dan pernyataan yang tajam khususnya ke Prabowo pada sesi-sesi berikutnya,” cuit Ismail, Senin (8/1/2024).

ADVERTISEMENTS

Anies menurut Ismail berhasil mengumpulkan 1.800 sebutan (mention) di berita online dan 61.078 di X dengan meraih total sebutan 62.878.

ADVERTISEMENTS

Adapun Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto meraih sebutan (mention) 2.064 di berita online dan 40.727 di X dengan total gabungan sebutan 42.791.

ADVERTISEMENTS

Capres pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo meraih 1.705 sebutan di berita online dan 42.969 di X. Total gabungan sebutan didapat mantan Gubernur Jawa Tengah mencapai 44.674.

ADVERTISEMENTS

Debat ketiga capres yang digelar Komisi Pemilihan Umum itu membahas tentang pertahanan dan keamanan, diplomasi, serta hubungan internasional.

Dianggap Konsisten

Pakar komunikasi publik, Muhammad Sufyan, menilai performa Anies dalam debat capres meneguhkan jargon perubahan dan keadilan yang sejak awal dicanangkan bahkan sebelum resmi jadi Capres.

Hal itu dikarenakan, di semua sesi, Anies tak henti mengkritisi kondisi eksisting terutama di bidang hankam dan hubungan internasional eksisting.

“Saya kira Anies adalah orator yang ajeg, konsisten. Tidak mencla-mencle dan tetap pada ruh perlunya perubahan dari kebijakan publik eksisting yang dirasa kurang tepat,” katanya.

Jika dikaitkan dengan teori, kata Sufyan, misal dari Onong Effendy dalam “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktik”, saat orasi, ada teori yang disebut teori kuda.

Maksudnya, tiap bagian pidato itu merujuk anggota tubuh kuda, yaitu Exordium (Kepala/Pendahuluan yakni pendahuluan harus dapat membangkitkan perhatian hadirin), Protesis (Bagian punggung yakni pokok permasalahan dikenalkan dengan pemaparan latar belakang masalah), Argumenta (Alasan yang mendukung pokok permasalahan), dan Conclusio (Ekor, yakni penegasan akhir tentang pandangan nalar yang benar mengenai pokok permasalahan).

“Jika sebatas merujuk teori ini, maka Anies lebih mampu menjalankan perencanaan orasi yang sudah disiapkan sebelum debat. Setiap sesi, ruh soal perubahan terus menerus disampaikan di semua bagian pidato,” sambungnya.

Dengan konsistensi gaya itu, Sufyan menambahkan, wajar jika kemudian gagasan cukup memancing emosi terutama dari Prabowo Subianto.

Baik dari ungkapan, pilihan kata, termasuk gaya berkacak pinggang kepada moderator.

Penentu Politik Global

Anies diprediksi akan menggeser posisi Indonesia dari sebagai “penonton” menjadi lebih berperan sebagai penentu politik global yang didasarkan pada nilai-nilai perdamaian, kesetaraan, demokrasi, dan nilai-nilai universal lainnya.

Demikian catatan Robi Nurhadi, dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta.

“Proposal perubahan posisi politik tersebut akan menarik pemilih Indonesia yang sudah lama merindukan peran Indonesia yang hebat era Soekarno dengan Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955-nya, Djuanda dengan Deklarasi Hukum Laut-nya, dan Adam Malik dengan ASEAN-nya,” ucapnya.

Menurut dia, dalam bahasa seorang globalis, Immanuel Wallerstein, langkah Anies ini akan menggeser Indonesia dari posisi semi periphery menjadi core state (negara pengendali).

“Artinya, Indonesia akan naik kelas. Perhatian Dunia Selatan kepada Indonesia bukan sekadar ingin bekerjasama, melainkan juga akan mendorong Indonesia menjadi pemimpin polar,” papar Robi.

Anies, kata dia, memperkenalkan soft power, kepanglimaan dalam multitrack diplomacy, dan memperkuat presensi internasional.

“Soft power merupakan kekuatan-kekuatan yang berbasis pada kepemimpinan gagasan di ruang publik dan kehadiran “label” suatu negara di berbagai belahan dunia, bisa berbentuk kuliner (nasi padang, warteg dan lain-lain), seni-budaya (lagu dan penyanyinya seperti Putri Aryani, film, lifestyle, dan lain-lain), olahraga, dan kontribusi para diaspora Indonesia di berbagai negara,” ucapnya.

Exit mobile version