Kekalahan Amerika dan Israel di Gaza

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Militer Israel melakukan penarikan ribuan pasukannya dari Gaza, yang menurut pengamat merupakan bagian dari evaluasi efektifitas serangan darat dalam perang melawan Hamas. FOTO/AFP. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

DUNIA menyaksikan bahwa Gaza hancur lebur oleh serangan brutal penjajah Israel, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih mengoceh bahwa tak ada bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. Dalam pertemuan dengan sekutunya Amerika Serikat untuk situasi kemanusiaan di Gaza, Netanyahu menyatakan bahwa saat ini “tidak ada bencana kemanusiaan di Gaza” seperti yang dikhawatirkan masyarakat global, demikian penulis kutip dari laman CNN Indonesia, Rabu (17/1/2014).

Ini merupakan kedustaan kesekian yang disampaikan para pejabat Israel mengenai situasi Jalur Gaza setelah serangan intensif ke berbagai wilayah Gaza. Netanyahu bahkan menyebut Afrika Selatan kurang ajar karena menyeret Tel Aviv ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pendusta ini mengumpat dalam konferensi pers. Padahal baik Afrika maupun Israel adalah peratifikasi Konvensi Genosida.

ADVERTISEMENTS

Merespons tuduhan genosida dari Afrika Selatan, Netanyahu mengklaim bahwa “dunia sedang terbalik” karena menurutnya Israel justru sedang memerangi genosida. Netanyahu lantas menyindir Afrika Selatan, karena bertingkah bak pahlawan. Netanyahu menegaskan bahwa negaranya tak akan pernah menghentikan serangan terhadap Gaza sampai mencapai kemenangan. Netanyahu bahkan sesumbar bahwa mahkamah internasional sekali pun tak akan mampu menghentikan operasi militer Israel.

ADVERTISEMENTS

Kesombongan Israel  ini kiranya berbeda dengan realitas penarikan mundur tentara Yahudi dari Gaza. Menteri Kabinet Perang Israel Gideon Sa`ar mengakui bahwa Hamas tidak dapat dikalahkan oleh Israel. Kini hanya tersisa 3 batalion di Gaza dengan kerugian besar dalam peralatan dan personel di semua medan tempur. Tentara Zionis, dengan kelemahan dan kesombongannya, tampak tidak berdaya dan bingung, sehingga hanya mampu menunjukkan kekuatannya dengan membantai anak-anak, perempuan dan orang tua di rumah-rumah mereka.

ADVERTISEMENTS

Mengutip dari tribunnews.com pada 16/1/2024, perlawanan Palestina telah membelenggu tentara Zionis sejak hari pertama konfrontasi dan mampu membatasi pergerakan tentaranya di pinggiran Jalur Gaza. Juru Bicara Brigade Izz al-Din al-Qassam, Abu Ubaida, mengonfirmasi bahwa perlawanan menargetkan dan menghilangkan 1.000 kendaraan militer zionis dalam waktu 100 hari setelah agresi di Jalur Gaza. Para pakar analis perang mengomentari penarikan pasukan ini sebagai akal-akalan untuk mengelabui dunia bahwa Israel telah kalah dan gagal mencapai tujuannya di Gaza.

ADVERTISEMENTS

Kekalahan Penjajah

Amerika sebagai ibu asuh dari negara Zionis harus menyelamatkan wajah Israel di mata dunia. Selama ini Israel terlanjur dicitrakan sebagai negara tangguh melalui berbagai manuver dan propaganda. Faktanya hingga lebih dari 100 hari tak ada gudang senjata Hamas yang dihancurkan, tak ada terowongan dan markas Hamas yang ditemukan, mereka hanya berhasil membunuh beberapa orang pejuang Hamas selebihnya menghancurkan Gaza secara total dan membantai warganya melalui berbagai serangan udara dengan menggunakan senjata-senjata yang dilarang oleh hukum internasional. Pembantaian ini mengungkap wajah Israel dan Amerika sebagai teroris global bersanding dengan sekutu Eropa mereka seperti Inggris, Perancis dan Jerman.

ADVERTISEMENTS

Amerika harus mengalihkan pandangan dunia agar tidak fokus pada kondisi remuknya Israel di Gaza sebagai sebuah kekalahan mereka. Dengan tidak tahu malu, Amerika yang telah mengirimkan bala bantuan bersama Inggris untuk membantu Israel membantai Gaza menyampaikan harapannya agar perang di Gaza segera berakhir sekaligus terjaminnya hak-hak politik Palestina.

ADVERTISEMENTS

Menteri Luar Negeri Antony Blinken menutup aib Israel dengan menyatakan pentingnya realisasi hak-hak politik palestina guna mewujudkan perdamaian di wilayah tersebut. Blinken ibarat duta iblis yang sedang berfatwa tentang perdamaian seraya berpura-pura lupa bahwa Amerika adalah aktor dibalik genosida Palestina. Blinken mengabaikan fakta bahwa Amerika dan Inggris telah membakar kota-kota Yaman karena dukungan Yaman terhadap Palestina.

Amerika tidak ingin mengakui kekalahan mereka dari Hamas, karena akan sangat memalukan bagi negara superpower yang memerangi Hamas bersama sekutu-sekutu Eropanya sekaligus memanggil Yahudi dari seluruh dunia untuk berkontribusi dalam pembantaian ini. Selain itu Amerika juga tidak ingin dunia mengetahui bahwa mereka pun tak dapat berdiri sendiri melawan kelompok Houthi Yaman di Laut Merah.

Amerika bersama 12 negara sekutunya yaitu Australia, Bahrain, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Singapura dan Inggris telah dipermalukan oleh Houthi. Negara-negara tersebut gemetar menghadapi ancaman Houthi, terutama bagaimana tindakan dan komitmen Houthi menjadi penghambat rantai pasokan global. Forum Ekonomi Dunia di Davos membahas komitmen Houthi, yang merupakan indikasi bagaimana Houthi telah melambungkan namanya sebagai kekuatan geopolitik.

Para Pengkhianat

Amerika melanjutkan upaya mengaburkan kekalahannya atas Palestina bersama Israel melalui normalisasi hubungan Saudi-Israel sebagai jalan terbaik mendirikan negara Palestina. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan dalam World Economic Forum (WEF) di Davos.

Sullivan menyebut bahwa normalisasi hubungan Arab Saudi- Israel yang dikaitkan dengan konflik Palestina merupakan keyakinan kuat Joe Biden untuk menjamin keamanan Israel. Rencana ini diaminkan oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan. Dalam  World Economic Forum (WEF) Pangeran Faisal menyatakan bahwa Arab Saudi sepakat mengenai perdamaian dengan Israel.

Demikian strategi Amerika menyelamatkan wajahnya dari kekalahan yang memalukan melawan Hamas dan Houthi di kawasan. Dalam hal ini Arab Saudi mengambil peran sebagai pahlawan kesiangan, pengkhianat yang mendukung rencana Amerika melanjutkan solusi 2 negara bagi Palestina dan Israel di tanah Palestina.

Arab Saudi, Qatar dan Bahrain adalah para pengkhianat yang telah memberikan dukungan logistik untuk Amerika dan Inggris dalam mengebom kota-kota Yaman. Dari pangkalan udara Al Udeid di Qatar pesawat RC-135W Angkatan Udara AS menuju barat daya Arab Saudi, untuk bergabung dalam operasi militer menyerang Yaman. Sepanjang lebih dari 100 hari pembantaian di Gaza, Arab Saudi dan para penguasa Arab hanya bisa menonton, mengecam sambil mengangguk patuh pada Amerika.

Tentara untuk Al-Aqsa

Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menyampaikan tidak ada yang bisa memberi hukuman untuk Israel sebab tidak ada kekuatan hukum yang lebih tinggi dari negara. Inilah kelemahan hukum internasional, di atas Israel tidak ada siapa-siapa, apalagi di sampingnya ada Amerika yang merasa dirinya sebagai polisi dunia, bergandengan dengan PBB menjamin keamanan dan kepentingan Israel.

Oleh sebab itu jika Amerika, Inggris, Perancis, Jerman, Kanada, Italia dapat dengan bebas membantu Israel mengapa Houthi, tidak boleh membantu Palestina? Mengapa seluruh dunia Islam tidak boleh mengirimkan pasukan dan tentaranya untuk menghalau teroris Israel dan Amerika? Mengapa kita masih merenungi ketidakberdayaan kita membantu Palestina padahal kita memiliki segalanya untuk menghapus airmata saudara kita?

Masihkah kita ragu menjawab panggilan Al-Aqsa, mengeluarkan tentara-tentara kaum Muslimin dari barak-barak mereka. Wahai umat, kita memiliki Pakistan yang dicatat oleh situs Global Firepower sebagai negara urutan ke-7 dunia untuk kekuatan militernya. Terdapat 654 ribu personel militer yang dilengkapi dengan 363 pesawat tempur, 58 helikopter serang, 3.742 tank, 6 kapal fregat, 2 kapal korvet, 9 kapal selam dan ribuan artileri.

Berikutnya, ada Turki di urutan ke-11, dengan 425 ribu tentara, 2.229 tank, 3.140 artileri, 205 jet tempur, 110 helikopter serang, 16 kapal fregat, 9 kapal korvet dan 12 kapal selam. Sementara Indonesia, berada di urutan ke-13, memiliki 400 ribu personel militer aktif, 314 tank dan 567 artileri, 41 jet tempur dan 15 helikopter serang, sekitar 10 kapal fregat, 21 kapal korvet dan 4 kapal selam.

Di bawah urutan tersebut masih ada Mesir di urutan ke-14 serta Iran di posisi ke-17. Menariknya Israel zionis itu justru ada di posisi ke-18 dari 145 negara di dunia. Artinya kekuatan militer kita seharusnya mampu menghapus entitas haram itu dari bumi Palestina. Karena solusi 2 negara bukanlah solusi melainkan upaya melanggengkan penjajahan. Jika Hamas dan Houthi saja membuat Israel dan Amerika gemetar, apalagi yang kalian tunggu? Al Aqsa memanggilmu wahai tentara kaum Muslimin!

Exit mobile version