Ketidaksetujuan terhadap reformasi birokrasi dan kebijakan ketenagakerjaan juga menjadi pemicu protes. Meskipun pemerintah berupaya melakukan reformasi untuk meningkatkan efisiensi birokrasi dan ketenagakerjaan, tetapi berbagai dampaknya terhadap hak-hak pekerja dan ketidakpastian hukum dalam dunia usaha menimbulkan kekhawatiran di kalangan professor yang peduli pada keadilan sosial.
Protes para professor bukan semata-mata bentuk oposisi, tetapi juga merupakan suara kritis yang ingin melihat perbaikan dan perubahan menuju tatanan yang lebih baik. Dalam pandangan mereka, kejatuhan Presiden Jokowi mungkin hanya masalah waktu. Pemerintahan yang dianggap lalai atau lambat dalam menanggapi aspirasi masyarakat berisiko kehilangan dukungan, terutama dari kalangan intelektual dan akademisi yang memiliki peran kunci dalam membentuk opini publik.
Dengan berbagai masalah yang terus mencuat, waktu akan menjadi penentu apakah pemerintahan Jokowi dapat mengatasi tantangan ini atau justru semakin terjebak dalam tekanan kritik yang semakin intens. Protes para professor menjadi richochet dari ketidakpuasan yang dapat membentuk narasi perjalanan politik di masa mendatang. (*)