BANDA ACEH – Majelis agama-agama yang ada di Indonesia menyampaikan respons beragam mengenai rencana pelayanan pencatatan nikah semua agama di kantor urusan agama (KUA).
Semuanya berpendapat hampir sama. Kebijakan itu harus dikaji secara mendalam. Sebab, pernikahan adalah ranah privat.
Bukan semata-mata urusan administrasi pencatatan negara. Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Henrek Loka menyatakan, gagasan yang disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tersebut sebaiknya dipertimbangkan dengan matang. ”Sebab, di Kristen, pernikahan itu urusan privat dan tempatnya di catatan sipil,” katanya kemarin (26/2).
Henrek menjelaskan, gereja bertugas memberkati sebuah pernikahan yang adalah wilayah privat seseorang. Dalam praktiknya, ada umat Kristen yang melakukan pencatatan perkawinan dulu di dinas dukcapil. Kemudian baru dilakukan pemberkatan di gereja. Ada pula yang sebaliknya.
Belajar dari SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 2 Tahun 2023, jelas Henrek, terlihat tidak terjadi titik temu antaragama soal nikah beda agama.
Kemudian, pemerintah melalui MA tidak bisa memfasilitasi perbedaan yang ada. Nanti bisa muncul berbagai pandangan dari agama-agama soal pencatatan nikah di KUA.
Lantas muncul pendapat bahwa pencatatan nikah semua agama dilakukan di KUA untuk memudahkan. Jadi, nonmuslim tidak perlu jauh-jauh pergi ke pusat kabupaten atau kota untuk melakukan pencatatan nikah di kantor dinas dukcapil.
Upaya itu dinilai akan memudahkan bagi umat atau pasangan yang tinggal jauh dari pusat kabupaten. ”Mengapa bukan dukcapilnya yang dibuat mudah untuk diakses?” katanya.
Misalnya dengan membuka layanan dinas dukcapil untuk pencatatan pernikahan ke pelosok-pelosok. Caranya dengan menugaskan petugas dukcapil yang membidangi pencatatan perkawinan untuk turun ke lapangan.
Cendekiawan Buddhis yang juga Pelaksana Harian DPP Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) Eric Fernardo ikut merespons gagasan Menag Yaqut tersebut.
Eric mengatakan, saat ini di agama Buddha sudah ada para Pandita Lokapalasraya. Mereka senantiasa memberikan pelayanan kepada para calon pengantin yang beragama Buddha. Mulai bimbingan pranikah, pemberkatan pernikahan, hingga konseling lanjutan. Melalui kebijakan dari menteri agama tersebut, para Pandita Lokapalasraya ini harus semakin ditingkatkan dan diberdayakan perannya oleh pemerintah.
Sementara itu, Menag Yaqut kemarin mengatakan bahwa rencana membuka layanan pernikahan semua agama di KUA masih sebatas diskusi. Terutama terkait regulasinya. Sebab, UU 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur bahwa KUA hanya untuk menikahkan umat Islam. ”Selama ini saudara kita non-Islam mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Kami ingin memberikan kemudahan,” ujarnya.
Meski wacana sudah bergulir, Yaqut mengaku masih membicarakan prosedurnya. Seluruh direktorat jenderal telah bertemu untuk membicarakan mekanisme dan regulasi yang tepat. Termasuk juga menggandeng seluruh tokoh agama. Dia meminta agar tidak terburu-buru. ”Kami sedang duduk untuk melihat regulasinya seperti apa, apa memungkinkan gagasan ini,” tuturnya