BANDA ACEH – Rencana Kemenag menjadikan KUA sebagai kantor pencatatan pernikahan untuk semua agama tampaknya masih panjang. Sebab, rencana itu harus didahului revisi undang-undang dan semua peraturan teknisnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menyatakan, regulasi yang tepat harus disiapkan lebih dulu.
Dia setuju bahwa tugas Kemenag adalah melayani semua agama, bukan hanya Islam. Meski begitu, jika KUA akan melayani pernikahan semua agama, regulasi harus mendukung. Selain itu, ketersediaan SDM yang memadai harus dipikirkan.
Di sisi lain, hampir semua kepala KUA yang dikonfirmasi Jawa Pos belum mendapat informasi yang detail terkait rencana Kemenag. Kepala KUA Kecamatan Gambir Nahrowi bahkan menyebut rencana itu malah akan memperpanjang proses administrasi. Sebab, nanti para pengantin harus tetap mengurus administrasi ke dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dispendukcapil).
’’Kemarin saya lihat lagi rakernas yang bimas itu. Alurnya itu pendaftaran ke KUA, masuk SIMKAH, tetap mereka (calon pengantin beragama Kristen, Red) di gereja, setelah itu mereka ke dukcapil. Kalau saya lihat alurnya malah agak ribet, ya. Mendingan biasanya dia daftar ke gereja untuk nikah, setelah itu langsung ke dukcapil, selesai,’’ ujarnya.
Nahrowi mengatakan, jika nanti KUA ikut memproses pernikahan di luar agama Islam, diperlukan penambahan SDM dan sarana-prasarana. Saat ini SDM di KUA sangat minim. Juga, dibutuhkan balai nikah yang lebih luas agar bisa melayani seluruh calon pengantin.
Pembangunan sarana itulah yang sulit. Sebab, di Jakarta, 90 persen KUA merupakan aset Pemprov DKI Jakarta. ’’Di KUA Gambir nggak ada musala. Gimana mau buat gereja mini, ya kan,’’ tambahnya.
Reaksi senada disampaikan para kepala KUA di Jawa Timur. Mereka menganggap rencana itu baru sebatas wacana. Kepala KUA Gubeng Abdul Wahid Boedin menilai wacana tersebut perlu melewati proses yang panjang. ’’Ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang perlu diubah, dan prosesnya panjang,’’ tuturnya. Perubahan UU dan PP itu perlu melibatkan banyak pihak. Sebab, menyangkut peraturan yang ditandatangani langsung oleh presiden.
Sejauh ini, KUA berjalan sesuai PP Nomor 9 Tahun 1975, Bab II Pasal 2 ayat 2. Berbunyi, pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Untuk mencapai hal itu, masih perlu waktu yang cukup lama. Lantaran juga perlu menambahkan tenaga kerja lainnya. ’’Wait and see dulu, karena masih panjang perjalanannya,’’ pungkas Wahid.