BANDA ACEH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dalam pengusutan kasus ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anggota DPR RI yang juga Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sharoni, pada Jumat (8/3).
Selain Sahroni, penyidik lembaga antirasuah juga memanggil seorang PNS, bernama Hotman Fajar Simanjuntak. Keduanya akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait dugaan TPPU yang menjerat Yasin Limpo.
“Hari ini (8/3) bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, Ahmad Sahroni (Anggota DPR RI) dan Hotman Fajar Simanjuntak (PNS),” kata kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (8/3).
Belum diketahui apa yang akan didalami penyidik KPK kepada Sahroni dan PNS bernama Hotman itu. Namun, keterangan keduanya dianggap penting dalam mendalami sangkaan TPPU yang menjerat Syahrul Yasin Limpo.
Pengusutan TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan penerimaan gratifikasi, yang lebih dulu menjerat Syahrul Yasin Limpo. Dalam kasus itu, Yasin Limpo tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, terdapat aliran uang haram yang diterima Syahrul Yasin Limpo yang diduga mengalir ke Partai NasDem senilai Rp 40.123.500. Uang ini bersumber dari Setjen Kementan.
Sementara Syahrul Yasin Limpo memakai uang sejumlah Rp 974.817.493, bersumber dari Setjen, untuk keperluan lain-lain. Syahrul Yasin Limpo juga menggunakan uang sebesar Rp16.683.448.302 untuk acara keagamaan, operasional menteri, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada.
Uang tersebut diduga hasil memeras dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Ditjen Perkebunan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Tanaman Pangan, Balitbangtan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, dan Barantan.
Penerimaan uang itu juga diperuntukan membayar charter pesawat senilai Rp 3.034.591.120 yang bersumber dari Ditjen Prasarana dan Sarana (PSP), Ditjen PKH, Ditjen Perkebunan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, dan Barantan.
Lebih lanjut, Syahrul Yasin Limpo juga memakai uang diduga hasil memeras untuk bantuan bencana alam atau sembako sebesar Rp 3.524.812.875; keperluan ke luar negeri sejumlah Rp 6.917.573.555; umrah sebesar Rp 1.871.650.000; dan kurban sejumlah Rp 1.654.500.000.
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan Yasin Limpo bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Atas perbuatannya itu, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.