BANDA ACEH – Kementerian Agama atau Kemenag menilai ceramah Gus Miftah serampangan soal polemik pengeras suara di bulan Ramadhan.
Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie merespons ceramah Gus Miftah yang gagal paham terkait surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid.
Sebelumnya, Gus Miftah membandingkan penggunaan pengeras suara tidak dilarang pada kegiatan dangdutan. “Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan,” kata Anna dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).
Anna menjelaskan Kemenag telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.05 Tahun 2022.
Menurutnya, Kemenag bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah keberagaman agama di Indonesia. Dalam edaran tersebut mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar.
Adapun poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadhan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Quran menggunakan Pengeras Suara Dalam.
“Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara.
Silakan Tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” jelasnya.
Selain itu, dia menegaskan edaran tersebut bukan kali pertama dilakukan Kemenag. “Ini juga bukan edaran baru, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978.
Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam,” tuturnya.
Anna menyebut edaran itu bukan dimaksudkan untuk membatasi syiar Ramadhan. Menururnya, kegiayan tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan asalkan tidak dengan suara yang keras.
Dengan demikian, Anna mengingatkan sebagai seorang penceramah, Gus Miftah semestinya harus lebih dulu memahami maksud dari edaran tersebut.
“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat.
Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” imbuhnya