Kriteria dan Syarat Pemimpin Indonesia Buruk, Sudirman Said: Tamatan SMA pun Bisa Jadi Presiden

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said. FOTO/Net. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengajak semua pihak untuk mengkaji kembali konsep kepemimpinan nasional pasca Pemilu 2024.

ADVERTISEMENTS
ad39

Menurutnya syarat untuk menjadi pemimpin nasional atau Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Pasal 169 UU Pemilu, terlalu longgar dan tidak mencakup aspek kualitatif.

ADVERTISEMENTS

“Kriteria yang terlalu normatif dan administratif, tidak diperkuat dengan aspek kualitatif menyebabkan saringan begitu longgar. Nyaris setiap orang yang tamat SLTA (SMA) dapat memasuki arena kontestasi pemilihan pimpinan tertinggi negara,” kata dia dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Minggu (17/3/2024).

ADVERTISEMENTS

Sudirman melanjutkan,syarat kepemimpinan yang terlalu longgar itu membuat siapa pun seolah diperbolehkan masuk ke arena kontestasi tanpa saringan yang ketat.

ADVERTISEMENTS

Dia merasa hal itu sangat ironis ketika untuk menjadi pemimpin perusahaan yang sifatnya mikro saja butuh berbagai persyaratan ketat.

ADVERTISEMENTS

“Syarat di perusahaan saja, jadi CEO punya syarat ketat dan rumit. Itu sektor mikro satu institusi, sementara memimpin negara syarat masuknya sangat longgar. Kalau standard dan pola rekrutmen pemimpin tertinggi saja sudah begitu, lantas bagaimana dengan yang lain?,” ujar Co-Captain Timnas AMIN itu.

ADVERTISEMENTS

Sudirman pun menyinggung mekanisme pemilu yang mensyaratkan kemenangan kandidat capres-cawapres hanya berdasarkan angka membuat kualitas demokrasi semakin buruk.

“Disamping saringan yang terlalu longgar, cara memilih hanya berdasarkan angka, 50 persen plus 1, juga membuat siapa pun yang bisa ‘membeli’ pemilih dapat maju dalam kontestasi. İni yang menyebabkan pemilu hari ini disebut pemilu terburuk,” tuturnya.

Ia menambahkan, ketika syarat kepemimpinan tertinggi bangsa longgar, akan berakibat pada degradasi kepemimpinan di lapis kepemimpinan berikutnya hingga ke bawah.

“Maka tidak heran, pengingkaran pada etika, norma hingga ilmu pengetahuan menjadi wajar karena buruknya kualitas kepemimpinan kita,” ucap Sudirman.

Exit mobile version