Ketua Tim Pengkampanye Hutan Greenpeace Southeast Asia-Indonesia Arie Rompas melihat gejala pembabatan hutan dan lahan akan semakin masif terjadi Ibu Kota Nusantara atau IKN. Sebab pemerintah bakal menarik modal besar-besaran dan menciptakan migrasi penduduk ke wilayah Ibu Kota Nusantara. “Kami melihat akan ada ancaman deforestasi pada 32.481 hektare hutan alam yang masih tersisa di IKN,” ucap Arie Rompas yang akrab disapa Rio tersebut.
Analisis Rio itu didasari adanya gejala hilangnya tutupan hutan atau primary forest loss di Kalimantan Timur dalam dua dekade ke belakang. Khususnya di wilayah Ibu Kota Nusantara yang mencakup Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara. Pada medio 2001-2020, Greenpeace mendapati hilangnya tutupan hutan di dua kabupaten itu seluas 55,1 ribu hektare atau menciptakan 49,15 juta ton emisi carbon dioksida.
Menurut dia, musabab utama hilangnya tutupan hutan alam ini terjadi karena masifnya izin ekstraktif yang sebelumnya diobral pemerintah. Satu di antaranya yakni izin yang dinikmati PT Itci Hutani Manunggal anak usaha Royal Golden Eagle (RGE) atau korporasi taipan Sukanto Tanoto melalui Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) Group. Perusahaan tersebut memegang izin 161.127 hektare untuk menanam eukaliptus dan akasia di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Catatan Rio, aktivitas Itci Hutani Manunggal pada medio 2011-2020, telah menciptakan deforestasi hutan alam di masa lalu. Bahkan terus secara aktif membabat hutan untuk pemanenan kayu akasia dan eukaliptus walaupun pemerintah sudah memasukkan wilayah konsesinya sebagai ibu kota. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencabut sebagian izin korporasi tersebut untuk kebutuhan IKN.
Penelusuran Tempo pada sistem pelaporan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)—Itci Hutani Manunggal pada 2021—didapati melakukan 57 kali transaksi atas penebangan di wilayah IKN. Mayoritas penebangan berada di kawasan inti atau Wilayah Perencanaan-Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (WP-KIPP).
Jumlah kayu yang dibabat pada tahun itu mencapai 569.642 meter kubik dan kemudian dikirim ke perusahaan serpih kayu dan bubur kertas yang terafiliasi dengan APRIL Group. Adapun pada 2022, perusahaan kembali melakukan pemanenan dengan besaran 616.947 meter kubik. Artinya, dalam dua tahun perusahaan memanen kayu akasia dan eukaliptus mencapai 1.186.589 meter kubik.
Besaran tersebut ditaksir berdampak pada pembukaan lahan setara 10.346 hektare. Analisis ini merupakan estimasi Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) Sarbi Sertikasi atas rata-rata produksi Itci Hutani Manunggal yang mencapai 114,88 meter kubik per hektare pada 2021.
Sedangkan pembukaan hutan yang ditemukan Tempo di kawasan inti IKN seluas 2.464 hektare yang berlangsung 2020-2024. Dari jumlah itu, 921 hektare di antaranya terjadi di wilayah konsesi PT Itci Hutani Manunggal pada kurun 2021-2022. Adapun luas kawasan inti yakni 6.671 hektare. Pembabatan ini disinyalir berdampak pada rusaknya empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di zona inti Ibu Kota Nusantara.
Dokumen publik hasil penilikan Sarbi Sertifikasi juga turut menyoroti dampak aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan terhadap laju erosi, sedimentasi, debit limpahan, dan kualitas air. Satu di antaranya mereka menemukan parameter Total Suspended Solid (TSS) pada inlet Sungai Gitan Sektor Sepaku—bagian dari WP-KIPP Ibu Kota Nusantara—sebesar 70 miligram per liter atau melibihi baku mutu. Adapun baku mutu maksimum TSS yakni 50 miligram per liter.
Direktur PT Itci Hutani Manunggal Arif Fadilah menjelaskan ihwal perusahaannya yang masih melakukan aktivitas pemanenan di kawasan inti Ibu Kota Nusantara. Kata dia, izin pemanfaatan hutan tanaman yang dimiliki perusahaan masih berlaku di ibu kota. “Sebagian areal pemanfaatan hutan tanaman PT Itci Hutani Manunggal ada yang addendum untuk mendukung pembangunan IKN,” kata Arif ketika dikonfirmasi pada Jumat, 8 Maret 2024.
Adapun aset tanaman yang masuk dalam kawasan IKN tercatat masih dimiliki oleh perusahaan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga disebut telah memberi persetujuan untuk pemanfaatan aset tanaman sebagai bagian dari kepastian hukum berinvestasi. Khusus di wilayah inti atau WP-KIPP, perusahaan mengaku tidak melakukan pemanenan aset sama sekali sebagai bentuk dukungan atas kelancaran pembangunan ibu kota.