BANDA ACEH – Pahlawan Nasional dan pakar Agama Islam, Kiai Haji (KH) Agus Salim, menyatakan rasa syukur saat diminta tanggapannya mengenai keputusan adiknya, Chalid Salim, untuk memeluk agama Katolik.
Jauh sebelum memeluk agama Katolik, Chalid Salim adalah seorang Muslim, sama seperti KH Agus Salim. Namun, dalam perjalanannya dia beralih menjadi penganut paham sosialis hingga tak percaya pada tuhan.
Mengutip buku ‘IFM Chalid Salim, Lima Belas Tahun Digul’ Jumat, 5 April 2024. Cerita dimulai pada tahun 1941 di Digul, Papua, ketika Chalid Salim, yang pada saat itu diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda, bertemu dengan Pater Meuwese. Bagi Chalid, pertemuan itu sangat berkesan. Dia melihat Pater Meuwese sebagai sosok yang bijaksana, ramah, dan berwawasan luas.
Sebagai informasi, Chalid Salim yang merupakan jurnalis sempat menjadi Digulis (istilah bagi yang diasingkan ke Digul, Papua) selama 15 tahun karena tulisannya yang tajam atas sikap polisi kolonial dalam menumpas pemberontakan Komunis di Sawahlunto, Sumatera Barat dan di beberapa kota di Jawa pada 1926.
Keyakinan Chalid yang sebelumnya tidak yakin dengan Tuhan karena banyaknya manusia menderita, mulai terguncang. Hal ini diperkuat oleh minatnya dalam mempelajari ilmu falak yang membawanya untuk lebih memahami alam semesta. Secara perlahan, Chalid yang sebelumnya menganut paham sosialisme dan komunisme ini mulai meyakini keberadaan Tuhan.
Hingga akhirnya Chalid meminta Peter Meuwese yang merupakan penganut Katolik mengajarinya ilmu agama.
Benar, Chalid Salim merupakan adik kandung dari pahlawan nasional yang juga merupakan ulama terkemuka pada masa perjuangan kemerdekaan, yaitu KH Agus Salim.
Kepada Peter, Chalid mengungkap keputusannya masuk Katolik telah dipikirkan matang-matang hingga pada 26 Desember 1942 ia dibaptis. Saat itu ia menggunakan nama Ignatius Franciscus Michael Salim.
Dalam buku ini, Chalid mengatakan tak ada anggota keluarganya, termasuk Agus Salim yang marah atas keputusan tersebut. Bahkan, Agus Salim dikatakan malah mengucap syukur atas pilihan adiknya itu.
“Aku bersyukur bahwa Anda akhirnya percaya pula kepada Tuhan. Dan pilihanmu tentu sudah menjadi takdir Ilahi,” kata Agus Salim kepada Chalid.
Di lain kesempatan, Agus Salim sempat ditanya oleh orang Belanda soal keputusan Chalid memilih Katolik.
“Zeg Salim, bagaimana itu, adik Anda masuk agama Katolik?” kata orang Belanda tersebut.
“God zij dank, Alhamdullilah, ia sekarang lebih dekat dengan saya,” jawab Agus Salim dengan santai,
“Mengapa Anda malah berterima kasih kepada Tuhan?” tanya orang Belanda itu yang dibuat heran.
“Dia dulu orang komunis, tidak percaya Tuhan, sekarang dia percaya Tuhan,” jawab Agus Salim.
Penulis buku Grand Old Man of the Republic: Haji Agus Salim dan Konflik Politik Sarekat Islam, Suradi beranggapan, jawaban Agus Salim itu merupakan wujud pluralisme yang dijunjung tinggi olehnya.
Dia tidak menjauhi atau bahkan berselisih dengan adiknya hanya karena perbedaan keyakinan.
“Soal agama ‘kan kembali kepada hidayatullah. Rasulullah Muhammad pun tak bisa memaksakan semua orang terdekat yang dicintainya memeluk Islam,” kata Suradi.