BANDA ACEH – Korupsi di PT Timah Tbk menjadi sorotan setelah dua pesohor ditangkap Kejaksaan Agung (kejagung).
Kedua pesohor itu adalah Helena Lim, selebgram yang juga crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK).
Satunya adalah Harvey Moeis, suami Sandra Dewi. Ini yang memicu berita kasus korupsi di PT Timah Tbk itu terbang.
Seiring perkembangan kasus yang merugikan negara Rp 271 triliun dan 16 tersangka, kini nama putra bungsu Presiden Jokowi yakni Kaesang Pangarep juga dilibatkan.
Sebelumnya, nama Kaesang sempat trending di media sosial X (twitter), Sabtu (30/3/2024).
Hal itu karena Kaesang menghapus podcast dirinya bersama Helena Lim.
Sepertinya Kaesang ingin menghilangkan jejak, kenal atau dekat dengan Helena Lim.
Meskipun podcast di kanal YouTube Kaesang sudah dihapus, namun potongan video klipnya tetap berseliweran di media sosial X hingga kini.
Helena Lim yang tampak ‘akrab’ dan begitu mengenal Kaesang dalam video itu membuat netizen bertanya-tanya apakah ada kaitan Kaesang dalam kasus PT Timah Tbk?
Terkait hal itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku tidak tahu dan belum bisa membuktikan adanya dugaan keterlibatan keluarga Jokowi dalam kasus PT Timah Tbk.
“Soal keluarga Jokowi tahu, itu saya tidak tahu dan saya belum bisa buktikan itu,” ujar Boyamin, Minggu (7/4/2024).
Meski demikian, dia mengatakan sejak pemerintahan Jokowi banyak kebijakan soal pertambangan jebol.
Hal ini karena tata pemerintahan Jokowi yang buruk dan terkesan hanya fokus pada pembangunan infrastruktur.
“Sehingga pengawasan di sektor pertambangan menjadi kendor dan jebol,” katanya.
Oleh karena itu, Boyamin mengatakan banyak perusahaan-perusahaan nakal mengambil kesempatan misalnya dari kasus PT Jiwasraya dan kasus Asabri.
“Jadi istilahnya jaman pemerintahan jokowi khususnya pengwasan buruk sehingga banyak orang korupsi besar-besaran, ujar dia.
Dia mencontohkan pengusaha Windu Aji Sutanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam perkara tambang nikel ilegal oleh Kejaksaan Agung pada 18 Juli 2018 lalu.
Pemilik PT Kara Nusantara Investama ini juga dikenal sebagai mantan anggota tim relawan Presiden Jokowi di Pilpres 2024.
“Windu ini mengaku berkampanye untuk Jokowi padahal pengusaha nakal. Nah itu pengawasan yang jelek dan didiamkan selama ini,” ujarnya.
Namun, menurut Boyamin, Helena Lim dan Harvey Moeis adalah perpanjangan tangan dari pengusaha inisal RBS (Robert Bonosusatya).
Kejagung sendiri sudah memeriksa Robert Bonosusatya, namun sang pengusaha tambang itu luput dari penahanan, karena alat bukti yang kurang.
Boyamin mengibaratkan Helena Lim dan Harvey Moeis itu cuma sebagai kaki-kakinya.
“Helena Lim dan Harvey Moeis versi saya mereka hanya kaki-kaki, belum kepalanya belum badannya, maka kemudian simpanan saya, tabungan saya kemudian saya buka, gitu lho, Pak Mahendra, yaitu adanya peran RBS,” kata Boyamin.
Dari data yang dimilikinya, Boyamin menyebut RBS berperan sebagai “kepala” serta “badan” dalam kasus korupsi yang berpotensi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun itu.
Sebab, kata Boyamin, RBS mendapat jatah yang lebih banyak dari korupsi di PT Timah dimaksud.
“Kalau RBS versi saya itu kepalanya gitu, bahkan badannya. Kenapa? Beberapa catatan misalnya, proses-proses ini kan dimulai 2015, sekitar tiga tahun mulai menghasilkan uang, 2018 itu HM ini dapat duit 1,6 M, tapi yang RBS itu hampir mendekati 30. Nah artinya itu kalau dihitung persentase, Harvey Moeis itu hanya dapat 5 persen, sementara RBS itu 95 persen,” ungkap Boyamin.
Lebih jauh, Boyamin berani bilang kalau RBS juga layak dijadikan tersangka apabila Kejagung menemukan bukti cukup keterlibatannya.
Kendati begitu, Boyamin enggan mengonfirmasi apakah RBS yang dimaksudnya ialah Robert Bonosusatya, orang yang diperiksa Kejagung, Senin (1/4/2024).
“Nah, dari sisi itu lah kemudian saya ngomong RBS ini layak dimintai keterangan, kalau bukti cukup ya dijadikan tersangka,” katanya.
“Kalau saksi yang dipanggil kemarin dan hari ini kan itu namanya Robert Priantono Bonosusatya. Nah Bonosusatyanya itu tidak spasi. Jadi kalau apakah dengan RBS saya itu sama atau tidak, itu saya tidak pada posisi mengkonfirmasinya. Bisa iya, bisa bukan. Kalau RBS saya, ya, hanya RBS, tidak bisa dijelaskan, tidak bisa dimaknai,” imbuhnya.