DPR Segera Revisi UU Pemilu, Evaluasi Presidential Threshold hingga Sistem Pemilu

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – DPR akan merevisi Undang-undang tentang Pemilu (UU Pemilu) untuk mengevaluasi sejumlah aturan ihwal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) hingga sistem proporsional terbuka atau tertutup.Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan pihaknya sudah berdiskusi untuk melakukan penyempurnaan sistem kepemiluan. Apalagi, masa pemerintahan baru akan segera dimulai.

ADVERTISEMENTS
ad39

“Di awal masa kerja menjadi waktu yang efektif untuk mengevaluasi Undang-undang Pemilu yang jauh dari masa pemilunya, sehingga betul-betul objektif sehingga punya waktu untuk mengusulkan,” ujarnya saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (25/3/2024).

ADVERTISEMENTS

Dari hasil pembicaraan awal, terdapat sembilan isu krusial yang dirasa perlu dirumuskan kembali dalam peraturan perundang-undangan. Perinciannya, ada lima isu klasik dan empat isu kontemporer.

ADVERTISEMENTS

Untuk lima isu klasik itu: Pertama, terkait sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos langsung nama calon legislatif. Apakah sistem tersebut perlu diperbaiki mengingat makin maraknya Politik uang.

ADVERTISEMENTS

Kedua, evaluasi presidential threshold 20%. Ketiga, evaluasi parliamentary threshold (ambang batas masuk parlemen) 4%.

ADVERTISEMENTS

Keempat, distribusi district magnitude alias besaran kursi per daerah pemilihan. Kelima, mengenai sistem perhitungan konversi suara ke kursi.

ADVERTISEMENTS

Sementara itu untuk empat isu kontemporer: Pertama, soal keserentakan antara penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) dan legislatif (Pileg). 

“Apakah memang ini yang terbaik? Misalnya pilpres dan pileg disatukan, padahal dulu kita tahun 2014 kan itu dibedakan. Salah satu contoh misalnya hasil pemilu sebelumnya yang lima tahun lalu, itu dipakai sekarang. Apakah itu up to date atau tidak?” jelas Doli.

Kedua, terkait penggunaan sistem digital atau elektronik dalam penyelenggaraan pemilu. Apalagi, lanjutnya, pengguna aplikasi Sirekap banyak disoroti dalam ajang Pemilu 2024.

Ketiga, politik mahar. UU kepemiluan selama ini dirasa kurang membicarakan secara rinci untuk menghambat perbuatan amoral selama pemilu.

“Tidak diatur secara detail bagaimana kalau orang tertangkap, misalnya orang melakukan money politic, politik transaksional, ini juga yang harus diperbaiki dalam Undang-undang kita itu,” ujarnya.

Kelima, ihwal rezim kepemiluan yang selama ini ada dua: pemilu dan pilkada. Nantinya, dualisme ini akan dievaluasi.

Exit mobile version