HARIANACEH.co.id|Surabaya – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, SE MSi menghadiri Puncak Peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) ke XXVIII (28) di halaman Balai Kota Surabaya, Kamis, 25 April 2024.
Pj Gubernur Aceh juga turut didampingi sejumlah Pj Bupati dan Wali Kota se Aceh, diantaranya, Pj Bupati Aceh Besar, Pj Wali Kota Sabang, Pj Wali Kota Langsa, Pj Bupati Aceh Jaya, Pj Bupati Tamiang, Pj Bupati Aceh Barat Daya, Pj wali Kota Subulussalam, Pj Bupati Aceh Tenggara, Pj Bupati Aceh Utara dan Pj wali Kota Lhokseumawe.
Dengan mengusung tema “Otonomi Daerah Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau dan Lingkungan yang Sehat”, diharapkan peringatan tersebut dapat memperkokoh komitmen, tanggung jawab dan kesadaran seluruh jajaran Pemerintah Daerah akan amanah serta tugas untuk membangun keberlanjutan dalam pengelolaan SDM dan lingkungan hidup ditingkat lokal serta mempromosikan model ekonomi yang ramah lingkungan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri, H Tito Karnavian saat menjadi inspektur upacara pada Puncak Peringatan Hari Otonomi Daerah ke XXVIII Tahun 2024 di halaman Balai Kota Surabaya.
Lebih lanjut, Mendagri mengatakan jika perjalanan kebijakan otonomi daerah selama lebih dari seperempat abad merupakan momentum yang tepat bagi kita semua untuk memaknai kembali arti, filosofi dan tujuan dari otonomi daerah.
“Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dengan filosofi otonomi daerah dilandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam pasal 18 UUD 1945,” sebutnya.
Berangkat dari prinsip dasar inilah, lanjut Mendagri, otonomi daerah dirancang untuk mencapai dua tujuan utama termasuk di antaranya tujuan kesejahteraan dan tujuan demokrasi. Dari segi tujuan kesejahteraan, desentralisasi diarahkan untuk memberikan pelayanan publik bagi masyarakat secara efektif, efisien dan ekonomis melalui berbagai inovasi kebijakan pemerintahan yang menekankan kepada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) serta pemanfaatan potensi sumber daya alam yang bijak dan berkelanjutan (sustainable).
Sedangkan dari segi tujuan demokrasi, kebijakan desentralisasi menjadi instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang mempercepat terwujudnya masyarakat madani atau civil society. Proses demokrasi di tingkat lokal melalui penyelenggaraan pemilihan perwakilan daerah secara langsung yang akan kita laksanakan nanti di bulan November 2024, penyusunan Perda mengenai APBD sampai perencanaan pembangunan daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Hingga pada akhirnya akan menumbuhkan komitmen, kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, solidaritas serta rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi dalam masyarakat terhadap kegiatan pembangunan di daerah sehingga berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas kehidupan demokrasi.
Mendagri juga menjelaskan, dilihat dalam konteks ekonomi hijau yang merupakan salah satu dari enam strategi transformasi ekonomi Indonesia untuk mencapai visi 2045. Kebijakan desentralisasi memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan SDM secara lebih efisien dan berkelanjutan. Hal ini juga termasuk melalui transformasi produk unggulan dari yang semula berbasis produk yang tidak dapat diperbaharui seperti industri pengolahan pertambangan, menjadi produk dan jasa yang diperbaharui dengan tetap memperhatikan potensi daerah, seperti pertanian, kelautan dan pariwisata.
“Dalam hal ini Kemendagri juga berkomitmen untuk memperkuat fungsinya dalam Fasilitasi Produk Hukum Daerah yang berfokus pada pembangunan ekonomi hijau untuk mencapai keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara holistik. Fungsi ini bertujuan untuk memaksimalkan peran Peraturan Daerah yang berfokus pada komoditas dan sektor unggulan yang ramah lingkungan dengan memperhatikan aspek fungsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, estetika dan penanggulangan bencana,” cetus mendagri.