Pendidikan di dalam negeri memang tak menjanjikan masa depan lebih baik, selain biaya mahal, tidak semua bisa mengaksesnya dengan mudah meski ia asli warga negara Indonesia. Mindset inilah yang mengungkung mereka yang punya kesempatan mereguk pendidikan lebih baik di luar negeri enggan untuk kembali ke tanah air, makna dihargai di sini bukan semata untuk keilmuan mereka namun juga berupa materi yang memang mereka inginkan sebagai kompensasi atas keilmuan mereka.
Apakah salah? Tidak, bahkan Rasulullah membolehkan mereka yang mengajar Alquran meminta upah meski hanya ilmu membacanya saja. Masalahnya, jika hanya ingin kompensasi yang mereka terima, maka alangkah buruknya peran negara mempersiapkan outpun pendidikan.
Faktanya memang Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional 2024 dianggap masih belum memberi kejelasan sebagai kurikulum. Peserta didik diarahkan kepada kompetensi/daya saing atas sesuatu yang bersifat materi, namun melupakan aspek pembinaan agama/mental.
Tak hanya semakin maraknya kriminalitas di kalangan pelajar, jebakan game online yang merusak akal, perzinahan yang jadi gaya hidup, sungguh makin banyak potret buram pendidikan dalam semua aspek, baik guru maupun siswa yang melakukan berbagai kemaksiatan dan kejahatan serta pelanggaraan hukum. Bukankah seharusnya pendidikan adalah cara utama mengubah pemahaman seseorang untuk menjadi lebih baik?
Maka bisa dikatakan, Kurikulum Merdeka justru akan menguatkan sekulerisme dan kapitalisme dalam kehidupan. Keduanya menciptakan paradigma salah tentang pendidikan, wajar, asas keduanya adalah pemisahan agama dari kehidupan, padahal apapun itu jika tak ada agama yang mengatur akan hilang bak unta lepas dari tali kendalinya.
Sekulerisme juga melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya, dan menjadikan generasi terjajah budaya barat yang rusak dan merusak. Kini semakin banyak seorang muslim yang mentoleransi kemaksiatan, misal ketika seseorang berkeinginan melepas penutup auratnya dengan mengatakan sedang mencari jati diri, banyak siswi yang hamil di luar nikah hingga harus dispensasi pernikahan dikatakan sudah biasa, ketika interaksi bercampur baur hingga pacaran dikatakan anak muda memang begitu, namanya juga penjajakan.
Lantas dimana fungsi pendidikan jika melihat kemaksiatan yang merupakan perbuatan haram tidak ditakuti? Jelas, kepribadian rusak inilah pangkal bencana. Baik moral maupun sosial, padahal, bangsa yang kuat tidak hanya ditopang dengan kemajuan sains dan teknologinya, namun juga personal yang bertakwa. Saatnya mengganti sistem yang lebih piawai mampu memproduksi generasi berkualitas.
Islam Sistem Sempurna Karunia Ilahi
Pendidikan adalah salah satu aspek startegis yang menentukan generasi masa depan. Islam mentargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, trampil dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver. Dimana hari ini semakin langka kita temui. Terlihat pandai namun rapuh dan mudah koyak.
Islam memiliki sistem pendidikan terbaik berbasis akidah Islam yang terbukti berhasil melahirkan generasi berkualitas, menjadi agen perubahan dan membangun peradaban yang mulia. Negara memiliki tanggungjawab mewujudkannya.
Tentu dunia tak mungkin mengingkari tokoh ilmuwan seperti Al Khawarizmi , ahli matematika dan penemu Aljabar. Ibnu Qurra (Tsabit bin Qurrah), ahli astronomi dan matematika. Al Battani, ahli astronomi dan penemu penentuan tahun (365 Hari). Ibn Al Farabi, ahli filsafat. Ibn Al Haitham, fisikawan dan penemu Optik dan masih banyak lagi.
Mereka bersinar karena negara menjamin penyelenggaraan pendidikan 100 persen tanpa memungut sesen pun dari rakyat soal pembiayaannya. Bahkan para agniya( orang kaya pada masa itu) berlomba-lomba mengingatkan hartanya kepada Baitulmal untuk pembangunan madrasah, masjid, laboratorium, perpustakaan dan semua yang berkaitan dengan pendidikan.
Di saat yang sama dunia Eropa masih dalam era kegelapan, tak tahu cara mandi, Buang air besar yang higienis hingga sungai Thames mendapat julukan The Great Stink, saking baunya dan menjadi penyebab wabah kolera dan seterusnya. Dengan piciknya dunia barat berusaha menutupi fakta ini, dimana kaum Muslimlah sejatinya peletak pertama peradaban mulia dan cemerlang karena ilmu pengetahuan begitu ditinggikan.