JUDUL di atas adalah tema yang ditetapkan pemerintah untuk peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh hari ini, tanggal 2 Mei 2024. Hardiknas ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres RI Nomor 316 Tahun 1959.
Hari Pendidikan Nasional: Mampukah Merdeka Belajar Mewujudkan Generasi Berkualitas?
Kemendikbudristek akan segera mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional (Kurnas). Artinya, kurikulum yang awalnya hanya diujicobakan di sekolah-sekolah penggerak, kini akan diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Ternyata tak semua pihak setuju, organisasi nirlaba Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) salah satunya.
Bajik menilai Kurikulum Merdeka tak layak jadi Kurnas. Mereka juga meminta agar Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total dan menyeluruh . Direktur Eksekutif Bajik Dhita Puti Sarasvati, Kurikulum Merdeka masih compang camping. Maka dari itu, banyak kelemahan yang harus diperbaiki.
Puti menilai Kurnas apa pun haruslah berdasarkan filosofi pendidikan dan kerangka konseptual yang jelas. “Sampai saat ini Kurikulum Merdeka belum ada naskah akademiknya. Tanpa adanya naskah akademik ini sulit untuk memahami apa yang menjadi dasar pemikiran dari Kurikulum Merdeka,” kata Puti.
Puti menambahkan, ketika awal Kurikulum Merdeka diluncurkan bagian-bagian paling esensial yakni, filosofi, prinsip-prinsip dasar kurikulum, kerangka kurikulum belum dibuat. Karena itu, Kurikulum Merdeka harus dievaluasi secara menyeluruh sebelum diresmikan menjadi kurikulum nasional. Wajar jika setiap sekolah dan guru memahaminya berbeda-beda, bahkan meninggalkan “kericuhan” saking banyaknya variabel yang harus dicapai namun konsepnya tak jelas.
Maka pertanyaannya, mampukah Merdeka Belajar mewujudkan generasi berkualitas? Ataukah hanya berakhir sekadar seremonial sebagaimana tahun-tahun lalu?
Ketua Tim Kurikulum, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Yogi Anggraena mengatakan indikator keberhasilan belajar selaras dengan kurikulum merdeka jika kegiatan belajar menyenangkan.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi nara sumber pada penutupan kegiatan “Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru Dalam Pemanfaatan Platform Teknologi Pendidikan” yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT) Kemendikbudristek di Pendopo Kabupaten Kudus.
Yogi menjelaskan tujuan dari kurikulum merdeka, yakni ingin fokus materi esensial, hilangkan materi yang tidak penting sehingga anak tidak dijejali lagi berbagai materi untuk menghindari siswa tertekan dan tidak memahami. Saat awal perancangan, kata dia, Presiden RI Joko Widodo meminta untuk menyederhanakan kurikulum.
Bagaimana penggambaran yang tepat dari kalimat pendidikan yang menyenangkan, pemerintah hanya fokus pada pergantian istilah bukan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Faktanya persoalan pendidikan di negeri ini bukan hanya perkara kurikulum, tapi juga sistem pembiayaan yang mahal karena dibebankan kepada mahasiswa, minimnya sarana dan prasarana pendukung pendidikan, sistem sanksi hukum yang lemah jika ada kejahatan di lingkungan sekolah atau kampus, tenaga pendidik yang kurang baik kualitas maupun kuantitas dan lain sebagainya.
Evaluasi Kurikulum atau Ganti Sistem?
Penulis melihat ada sebuah video yang beredar dari laman instagram SMAN I Sidoarjo, Jawa Timur yang memperlihatkan seorang alumni tahun 2008 yang mengucapkan selamat kepada adik kelasnya yang sedang menempuh UTBK SNBT, ia pun bercerita lulus SMAN I hanya dua tahun, kemudian melanjutkan pendidikan di ITS jurusan Fisika, dan memperoleh beasiswa untuk pendidikan luar negeri yaitu ke Jepang.
Saat ini, dia sudah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dan sembari menyelesaikan pendidikan S3nya. Di akhir video ia memberi saran jika ada adik kelas yang ingin berkarier di bidang akademik, jangan takut untuk mencoba ke luar negeri. Ironi, mengapa yang jadi rujukan luar negeri padahal negeri sendiri kondisi pendidikannya payah, lantas siapa yang diharapkan bisa memperbaiki jika para ahli enggan berkarya di dalam negeri?