Ada Auditor Minta Uang Rp 12 M agar Kementan WTP, Ini Daftar Pimpinan-Anggota BPK Terjerat Korupsi

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

BANDA ACEH  – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) kembali menjadi sorotan usai terseret dalam perkara gratifikasi dan pemerasan yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL.

ADVERTISEMENTS
ad39

Adapun hal tersebut lantaran ada auditor BPK yang disebut meminta uang Rp 12 miliar kepada Kementerian Pertanian (Kementan) agar institusi tersebut memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

ADVERTISEMENTS

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Rabu (8/5/2024).

ADVERTISEMENTS

Awalnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya terkait audit BPK lantaran ditemukan ada temuan tak wajar termasuk iuran pegawai Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.

ADVERTISEMENTS

Jaksa pun turut bertanya apakah Hermanto juga mengenali auditor BPK bernama Victor Daniel Siahaan.

ADVERTISEMENTS

Selain itu, tanya jaksa, apakah Hermanto juga pernah dimintai uang oleh Victor agar Kementan memperoleh predikat WTP.

ADVERTISEMENTS

“Terkait hal tersebut bagaimana, apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar menjadi WTP?” tanya jaksa.

“Ada, waktu itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” jawab Hermanto.

“Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” tanya jaksa lagi.

“Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor, tadi,” ungkap Hermanto.

Terlepas dari semua itu, BPK memang beberapa kali menjadi sorotan ketika ada anggota dan bahkan pimpinannya justru terjerat korupsi alih-alih seharusnya menjadi lembaga auditor untuk instansi pemerintahan.

Terakhir, adalah Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing dan dua anak buahnya yaitu Abu Hanifa dan David Patsaung yang ditetapkan menjadi tersangka lantaran diduga menerima suap dari Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso.

Selain itu, adapula anggota III BPK, Achsanul Qosasi yang terjerat perkara proyek BTS 4G Kominfo dan didakwa menerima suap Rp 40 miliar.

Selengkapnya berikut daftar pimpinan ataupun anggota BPK yang terseret kasus korupsi:

1. Patrice Lumumba Sihombing, Abu Hanifa, dan David Patsaung (Kasus Suap Pj Bupati Sorong)

Tiga anggota BPK yaitu Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing; Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Daya, Abu Hanifa; dan Ketua Tim Pemeriksa BPK Provinsi Papua Barat, David Patsaung terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 14 November 2023 lantaran menerima suap dari Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso terkait pengondisian temuan BPK perwakilan Papua Barat Daya.

Mereka diduga menerima suap Rp 1,8 miliar dari Yan Piet Mosso lewat Kepala BPKAD Sorong, Efer Segidifa dan staf BPKAD Sorong, Maniel Syatfle.

Adapun suap itu diberikan terkait temuan BPK mengenai adanya sejumlah laporan keuangan Pemkab Sorong yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pada saat OTT KPK, penyidik menemukan uang tunai Rp 1,8 miliar dan satu jam tangan merek Rolex.

Para penerima suap itu pun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

2. Achsanul Qosasi (Kasus BTS 4G Bakti Kominfo)

BPK juga kembali menjadi sorotan ketika ada unsur BPK kembali terjerat kasus mega korupsi pengadaan menara BTS 4G yang membuat negara rugi mencapai Rp 8 triliun.

Adalah anggota III BPK, Achsanul Qosasi yang menjadi sosok yang menerima uang Rp 40 miliar di sebuah hotel pada Juli 2022 lalu.

Maksud dari pemberian uang kepada Qosasi agar dirinya memberikan WTP dalam proyek BTS 4G.

Dengan fakta tersebut, dia menjadi tersangka ke-16 yang ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus yang juga menjerat mantan Menkominfo, Johnny G Plate tersebut.

Terkait uang yang diterima Qosasi, diberikan oleh mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama yang bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan atas perintan mantan Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif.

Mereka pun senasib dengan Qosasi dan masing-masing telah menerima vonis dari hakim.

3. Rizal Djalil (Kasus Suap PT Minarta)

Mantan Ketua BPK pun pernah terjerat kasus korupsi yaitu pada tahun 2019.

Ia adalah Ketua BPK periode 2014, Rizal Djalil yang terjaring OTT KPK pada tahun 2019 lalu dalam kasus korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria Paket 2 di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Rizal terjaring OTT bersama Komisaris Utama (Komut) PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo selaku pemberi suap.

Pada saat itu, Rizal dianggap menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 1 miliar dari Leonardo.

Saat persidangan pada 26 April 2021 lalu, dia pun dinilai terbukti menerima suap tersebut dan divonis empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dikutip dari Kompas.com, Rizal terbukti mengupayakan PT Minarta sebagai pelaksana proyek di Kementerian PUPR.

Penerima Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu terbukti melanggar Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor.

4. Ali Sadli (Kasus Suap agar Kemendes WTP)

Pada tahun 2018, Kepala Sub Auditoriat III BPK, Ali Sadli divonis enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair emapt bulan kurungan, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 5 Maret 2018.

Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Ali terbukti menerima suap Rp 240 juta dari pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT).

Adapun uang itu diberikan agar Rochmadi Saptogiri sebagai auditor utama BPK menentukan predikat WTP terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan keuangan Kemendes tahun anggara 2016.

Tak hanya suap, Ali juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 8,7 miliar.

Uang tersebut, kata hakim, juga terbukti disamarkan oleh Ali sehingga dirinya juga dijerat dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ali terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Exit mobile version