BANDA ACEH – Tentara pendudukan Israel (IDF) dinilai menunjukkan kebingungannya dalam aspek kepemimpian maupun strategi militer yang mereka jalankan dalam Perang Gaza dalam dalih memberantas Hamas.
Hal itu merujuk pada aksi IDF pada Sabtu (11/5/2024) pagi yang kembali mengeluarkan perintah evakuasi lanjutan terhadap warga sipil Palestina di Rafah, Gaza Selatan, dan Kota Jabalia, Gaza Utara.
IDF dalam pernyataannya akan mengerahkan kekuatan besar ke dua wilayah yang mendapat perintah evakuasi lanjutan.
Khusus untuk Jabalia, Gaza Utara, manuver IDF ini menandai kembalinya pasukan Israel ke wilayah yang bulan lalu mereka deklarasikan sudah ‘dinetralkan’ dari unsur-unsur militer Hamas.
Saat itu, IDF menyatakan sudah ‘membongkar’ kerangka tempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, lalu menarik diri dari RS Al-Shifa dengan meninggalkan jejak kekejaman berupa sejumlah kuburan massal berisi ratusan jenazah warga Palestina di sana.
Kepulan asap dari ledakan bom artileri pasukan Israel di Kota Jabalia, Gaza Utara
Kepulan asap dari ledakan bom artileri pasukan Israel di Kota Jabalia, Gaza Utara, Sabtu (11/5/2024).
IDF berusaha menduduki kembali kota yang sempat menjadi kamp pengungsi tersebut dengan dalih Hamas sedang memulihkan kekuatannya di sana.
Artileri IDF Mulai Bombardir Jabalia
Ancaman Israel menduduki kembali Kota Jalabia, lokasi kamp pengungsi sebelum mereka sendiri alihkan ke Gaza Selatan, dilakukan dengan membombardir area itu dengan bom artileri, Sabtu (11/5/2024) petang.
Padahal, baru Sabtu pagi, tentara pendudukan Israel mengeluarkan pengumuman evakuasi.
Laporan terkini dari Khaberni melaporkan peluru artileri Israel menghasilkan ledakan beriring kepulan asap tebal di wilayah kamp pengungsi tersebut.
Bom artileri dan serangan udara, lazim dilakukan Pasukan IDF sebagai serangan pendahuluan sebelum pasukan infanteri masuk ke zona perang.
Tentara pendudukan Israel mengklaim, upaya mereka menduduki kembali Kota Jabalia disebabkan oleh upaya Hamas untuk memulihkan kemampuannya di sana.
Kehilangan Kepercayaan Pasukan
Perintah untuk kembali menduduki Jabalia ini disambut oleh keputusasan dan rasa tidak percaya pasukan IDF terhadap garis komando militer mereka.
Surat kabar Israel Maariv, mengutip pernyataan para ibu tentara Israel yang kembali berperang di Jalur Gaza utara melaporkan kalau para ibu tersebut mengatakan kalau anak-anak mereka semakin merasa frustrasi dan tidak mempercayai kepemimpinan militer Israel.
“Para ibu dari tentara pendudukan mengungkapkan rasa frustrasinya akibat politisi Israel memanipulasi kehidupan anak-anak mereka yang berperang di Gaza,” kata laporan tersebut.
Hilangnya kredibilitas kepemimpinan militer Israel sejatinya sudah terjadi sejak awal-awal pecahnya perang Gaza.
Pada November 2023 silam, setengah kompi pasukan IDF menolak berperang di Gaza karena dua pimpinan lapangan mereka justru didepak dari satuan.
Seiring berlarutnya perang yang sudah berlangsung selama 7 bulan tanpa memperoleh target dan tujuan yang ditetapkan, laporan menunjukkan rasa frustasi di kalangan pasukan IDF juga meningkat yang ditunjukkan oleh naikknya permintaan layanan konsultasi psikologis dan gangguan mental.
Tiga Masalah Besar
Ini bukan kali pertama Pasukan Israel berniat kembali menduduki wilayah yang sudah mereka kuasai lalu ditinggal pergi.
Sebuah laporan yang menjelaskan penyerbuan kembali RS Al-Shifa pada November 2023 silam, menyatakan kalau Militer Israel memang dilanda kebingungan dan mempertontonkan 3 masalah besar dalam strategi Perang Gaza.
Penyerbuan kembali RS Al-Shifa, Gaza Utara pada November lalu, merupakan klimaks pertama dari agresi darat Israel terhadap Gaza yang dimulai tahun lalu, setelah Operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas.
Saat itu, penyerbuan Israel disertai dengan dugaan keberadaan markas pimpinan Hamas, di bawah rumah sakit.
Tuduhan ini belakangan terbukti salah.
“Setelah tiga bulan, penyerbuan tentara IDF terhadap kompleks medis tersebut merupakan pengakuan tersirat bahwa kendali atas wilayah utara telah lepas dari tangannya,” tulis Khaberni mengutip laporan The Guardian .