SIDOARJO kembali menjadi berita, tiga bupatinya berturut-turut menjadi pesakitan rasuah alias tertangkap tangan oleh KPK karena kasus korupsi. Win Herdarso (2000-2010), tersangka korupsi dana kas desa sebesar 2,3 milyar. Beraksi bersama mantan Dispenda Sidoarjo dan mantan pemegang kunsi brankas Dispen Agus Dwi Handoko. Penjara 5 tahun, denda 200 juta rupiah.
Saiful llah (2010-2015 dan 2016-2021), 2020 di jabatannya yang kedua berpasangan dengan Nur Ahmad Syaifuddin tersangka kasus suap pengadaan infrastruktur senilai 600 juta rupiah. Tiga pejabat lainnya yang ikut ditangkap adalah Kepala Dinas PU, Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo Sunarti Setyaningsih, Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas PU, Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo Judi Tetrahastoto dan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Sanadjitu Sangadji.
Saiful dipenjara selama 3 tahun, sempat mengajukan banding ( mendapat pengurangan hukuman) dan bebas tahun 2022. Setahun bebas OTT kasus penerimaan gratifikasi dalam bentuk uang tunai, logam mulia, jam tangan dan barang mewah lainnya dengan total 44 miliar rupiah. Gratifikasi didapat Saiful Illa dari kepala dinas, kepala desa, camat hingga sejumlah pengusaha selama Saiful menjabat. 5 Desember divonis 5 tahun penjara.
Yang baru saja kejadian, K.H Ahmad Muhdlor Ali, S.I.P (Gus Muhdlor) menjabat 26 Februari 2021). OTT KPK kasus pemotongan insentif (manipulasi pungutan) ASN di Lingkungan Badan pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo sebesar 2,7 miliar rupiah dengan temuan 69,9 juta di rumah dinas beliau yang sekaligus menjadi barang bukti.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, OTT di Kabupaten Sidoarjo ada setelah lembaganya menindaklanjuti aduan dari masyarakat. Segera dilakukan pengumpulan bahan keterangan disertai informasi, naik ke tahap penyelidikan, serta atas dasar kecukupan alat bukti ditingkatkan lagi ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka.
Mengapa Korupsi Menggurita?
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan dugaan korupsi di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo bisa terjadi lantaran aturan yang dibuat oleh Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor). Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan Gus Muhdlor dalam jabatannya selaku Bupati Kabupaten Sidoarjo memiliki sejumlah kewenangan, di antaranya mengatur penghargaan atas kinerja dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi di Kabupaten Sidoarjo. Aturan dalam bentuk keputusan bupati, yang ditandatangi untuk empat triwulan dalam tahun anggaran 2023 kemudian dijadikan sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Insentif itu seharusnya diterima utuh ASN BPPD atas perolehan pajak 1,3 triliun rupiah yang dikumpulkan selama 2023. Namun Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono memerintahkan Kasubag Umum BPPD Siska Wati untuk mengumpulkan dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus menetapkan besaran potongannya antara 10%-30%, tergantung besaran insentif yang diterima ASN tersebut. Potongan insentif ini disetor dari Rizqi Nourma Tanya, Sintya Nur Afrianti, dan Heri Sumaeko, ketiganya bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo yang telah ditunjuk ke Siska secara tunai, dengan tujuan untuk kebutuhan kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo. Dan sepanjang tahun 2023, Siska Wati mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para pegawai BPPD Sidoarjo sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar.
Atas perbuatannya tersangka Ahmad Muhdlor Ali disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Gus Muhdlor ditahan hingga 20 hari mulai 7-26 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK sekaligus dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan untuk keperluan penyidikan. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, jika sudah ditetapkan sebagai tersangka maka Gus Muhdlor akan dinonaktifkan, digantikan oleh wakilnya.