BANDA ACEH – Pengamat Politik Refly Harun menilai setelah digantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada 20 Oktober mendatang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya akan menguasai Partai Solidaritas Indonesia (PSI).PSI merupakan partai kecil yang tidak lolos ke ambang batas parlemen, sehingga kekuatan Jokowi juga tidak akan powerful, namun akan berbeda jika dirinya berhasil menguasai Partai Golkar, karena bisa mempunyai alat tukar tambah sebagai partai kedua pemenang Pileg 2024.
“Sekarang iya Presiden Jokowi masih powerful karena masih presiden, tapi setelah tanggal 20 Oktober maka kondisi Jokowi adalah dia hanya menguasai partai kecil bernama PSI yang tidak lolos parlementary threshold, kecuali dia bisa merangsek dan men-take over Golkar sebagaimana diinginkan Qodari,” ucapnya.
“Jadi Golkar diambil alih oleh Jokowi barulah dia punya bergaining position, paling tidak sebagai partai nomor dua terbanyak kursinya” imbuhnya, dikutip populis.id dari YouTube Refly Harun, Rabu (29/5).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Melchias Markus Mekeng menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum bisa mejadi ketum dari partainya pada tahun ini jika mengikuti aturan dalam AD/ART.
Dalam AD/ART, calon ketum Partai Golkar harus memiliki pengalaman minimal 5 tahun sebagai pengurus, dan partai tersebut akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) untuk pergantian ketum pada Desember 2024 mendatang.
“Ya kalau mengikuti aturan itu, belum mungkin (Jokowi jadi Ketum Golkar),” ujar Mekeng saat dihubungi, Minggu (10/3/2024), dikutip dari Kompas.
Ia pun menjelaskan Jokowi harus memenuhi persyaratan administratif yang ada untuk bisa maju sebagai calon ketum Golkar, tanpa melalui aturan AD/ART, mantan Wali Kota Solo itu tidak bisa maju. “Minimal 5 tahun harus jadi pengurus,” ucapnya.