Rabu, 06/11/2024 - 03:24 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan 3 Pj Bupati dan Pj Walikota di Provinsi Aceh
OPINI
OPINI

Tapera: Beban Baru Pekerja dan Potensi Korupsi

image_pdfimage_print

Penulis: Amierul Muttaqin**

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

SETELAH ramai diperbincangkan di beberapa tahun ke belakang, kini Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) kembali menjadi pembahasan yang santer diperbincangkan oleh publik.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Pasalnya, melalui PP 21/2024 kaitan Perubahan Atas PP 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera semua pekerja dari mulai ASN/TNI/Polri, hingga pekerja BUMN, swasta, dan pekerja mandiri wajib membayarkan iuran sebesar 3 persen dari jumlah gajinya di setiap bulan.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Meskipun dianggap memiliki niat baik, program ini tentu menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, termasuk pekerja, serikat buruh, dan anggota DPR karena dinilai menjadi beban baru bagi pekerja. Atas hal tersebut, kami Hima Persis menyoroti beberapa hal, diantaranya; beban finansial yang harus ditanggung pekerja, potensi korupsi, serta kurangnya keadilan dalam pelaksanaannya.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Beban Finansial bagi Pekerja

Salah satu kritik utama terhadap Tapera adalah pemotongan gaji pekerja setiap tanggal 10 untuk iuran program ini. Banyak pekerja merasa keberatan dengan kebijakan ini karena menambah beban finansial mereka di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Santri Nasional 2024 dari BPPA

Serikat pekerja menilai pemotongan gaji untuk iuran Tapera sebagai kebijakan yang memberatkan, terutama bagi mereka yang penghasilannya sudah pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika per bulan mereka dipaksa iuran sebesar 3 persen (dibayar 2,5 persen dibayar pekerja dan 0,5 persen dibayar perusahaan) maka sebetulnya hitungan tersebut tidak logis untuk membeli rumah pada usia pensiun atau PHK.

Berita Lainnya:
Hari Hari Jelang Lengser Keprabon Jokowi Ditaburi Caci Maki Publik

Secara sederhana, jika rata-rata gaji buruh di Indonesia adalah Rp3,5 juta per bulan dan selanjutnya dipotong 3 persen setiap bulan, maka iurannya menjadi Rp105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun. Jika dihitung dalam jangka waktu 10-20 tahun, uang yang terkumpul akan mencapai Rp 12.600.000 hingga Rp25.200.000.

Tentunya, dengan harga rumah sederhana yang hari ini menginjak kisaran Rp300-500 juta, maka butuh waktu sekitar 239-396 tahun.

Lahan Subur Potensial Bagi Praktek Korupsi

Meskipun BP Tapera menyampaikan bahwa Tapera ini layaknya sebuah tabungan yang bisa diambil ketika pekerja pensiun atau PHK, lantas mengapa pemerintah tidak memberikan keleluasaan saja kepada para pekerja untuk menabung secara mandiri dan tidak melalui potongan gaji secara langsung pada para pekerja? Karena kami menilai, endapan dana yang dikumpulkan para pekerja di pemerintah ini tentunya sangat rentan untuk menjadi lahan subur praktik korupsi baru.

Senada dengan yang disampaikan oleh sejumlah anggota DPR, kekhawatiran lain muncul karena kurangnya transparansi dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaan dana Tapera.

Berita Lainnya:
Jubir Anies Desak Penegakan Hukum Objektif dalam Kasus Tom Lembong

Selain itu, poin kontroversial lainnya adalah kewajiban bagi pekerja yang sudah memiliki rumah untuk tetap menjadi peserta Tapera. Alasan yang disampaikan pemerintah bahwa partisipasi semua pekerja, termasuk mereka yang sudah memiliki rumah, penting untuk menjaga keberlanjutan program dan solidaritas antar pekerja. Namun, banyak pekerja melihat ini sebagai kebijakan yang tidak adil.

Mereka merasa tidak lagi membutuhkan bantuan perumahan tetapi tetap harus membayar iuran, yang pada akhirnya menambah beban finansial mereka.

Kesimpulan

Dengan demikian kami berkesimpulan bahwa, secara keseluruhan, Tapera mendapatkan kritik tajam dan penolakan yang cukup banyak dari publik karena dianggap memberatkan pekerja secara finansial, memiliki potensi korupsi yang tinggi, dan kurangtransparan dalam pengelolaannya.

Sehingga kami menilai, meskipun pemerintah berusaha mempertahankan program ini dengan berbagai alasan, namun akan nampak lebih elok dan bijaksana jika kebijakan ini ditunda dan dikaji terlebih dahulu untuk memastikan keadilan dan efektivitasnya untuk para pekerja yang ada di Indonesia.

**). Penulis adalah pengurus Bidang Politik dan Kebijakan Publik PP Hima Persis


Reaksi & Komentar

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ البقرة [191] Listen
And kill them wherever you overtake them and expel them from wherever they have expelled you, and fitnah is worse than killing. And do not fight them at al-Masjid al- Haram until they fight you there. But if they fight you, then kill them. Such is the recompense of the disbelievers. Al-Baqarah ( The Cow ) [191] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi