BANDA ACEH – Sejumlah saksi dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon pada 2016 mulai mencuat ke publik.
Bahkan, ada saksi yang mendatangi Polda Jawa Barat (Jabar) untuk mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) pada 2016 silam.
Ada tiga saksi yang mencabut BAP tersebut, yakni Pramudya, Okta, dan Teguh.
Ketiganya pun sudah mendatangi Polda Jabar ditemani kuasa hukum mereka, Selasa (11/6/2024).
Tak hanya mencabut BAP saja, mereka juga ingin memberikan keterangan baru yang sebenarnya.
“Ingin mengubah BAP yang sebenarnya,” ujar Pramudya, didampingi para pengacara di Mapolda Jabar, Selasa (11/6/2024).
Pada BAP sebelumnya, Pramudya mengaku tak berada di rumah ketua RT saat pembunuhan Vina dan Eky terjadi.
Padahal, ternyata ia berada di rumah pak RT bersama dengan lima terpidana lainnya yang saat ini sudah diadili.
Pramudia mengaku saat itu ia berada di kontrakan bersama dengan 10 orang.
“Bahwa saya di rumah Pak RT, bahwa saya dulu tidur di rumah Pak RT, bersama Eka, Eko, Hadi, Saka, Supri, Jaya, Kafi, Teguh, Okta, Udin,” katanya.
Mengutip TribunJabar.id, kala itu Pramudia terpaksa memberikan keterangan bohong dengan mengatakan bahwa ia tak tidur di rumah pak RT.
Ternyata, ia berbohong mengatakan hal tersebut karena ditekan oleh penyidik.
Karena takut, ia pun akhirnya menurut.
Terlebih, saat diperiksa, dia masih belum dewasa dan diperiksa tanpa pendampingan orang lain.
“Karena dulu ditekan sama pihak penyidik. ‘Kalau kamu tidur di rumah Pak RT, nanti kamu terseret,’ bilangnya begitu,” ujarnya.
Sementara itu, Okta juga mengaku bahwa sebelum ke rumah Pak RT, ia bersama lima orang rekannya yang kini jadi terpidana kasus Vina tengah berkumpul di rumah salah satu warga.
“Waktu kejadian itu lagi kumpul di rumah bu Nining terus pindah ke rumah Hadi terus pindah ke rumah Pak RT, tidur di situ,” katanya.
Ia juga menuturkan bahwa malam itu tak ada Pegi.
“Pada malam itu tidak ada Pegi,” katanya.
Di sisi lain, kuasa hukum Okta, Folmer Sirait, menuturkan bahwa kliennya saat 2016 lalu tak tahu apa tujuan dari BAP polisi.
Bahkan, Okta saat BAP tak didampingi kuasa hukum maupun orang tuanya.
“Jadi keterangannya juga tidak paham. Saksi juga dia tak ngerti karena saat itu usianya masih 15 tahun,” ujar Folmer.
Jutek Bongso yang juga menjadi kuasa hukum Pramudya, Okta, dan Teguh mengatakan sengaja mendampingi kliennya untuk memastikan pemeriksaan berjalan fair, jujur dan tidak didapati tekanan atau hambatan. Ia berharap kasus ini segera terungkap.
“Terungkap terang benderang tanpa ada rekayasa,” ujar Jutek.
Tim Kuasa Hukum Pegi Setiawan Ajukan Praperadilan
Sementara itu di pihak lain, tim kuasa hukum Pegi Setiawan mengajukan sidang praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Salah satu kuasa hukum Pegi, Muchtar, mengonfirmasi hal tersebut.
“Kita sudah memasukkan permohonan praperadilan, tadi sudah diterima sudah terdaftar mulai permohonan dan surat kuasa,” ujar Muchtar di PN Bandung, Selasa (11/6/2024).
TribunJabar.id menuturkan praperadilan ini ditempuh lantaran mereka merasa kliennya dijadikan tersangka tanpa dasar dan bukti yang kuat.
“Kalau misal Polda Jabar mempunyai bukti, kita lihat di konferensi pers pertama tidak ada bukti yang mengarah kepada tindak pidana yang dilakukan klien kami,”
“Kemudian yang selanjutnya sejak 2016 klien tidak pernah dipanggil polisi dan diperiksa sehingga sangat layak dan pantas mengajukan pra peradilan,” ucapnya.
Muchtar menuturkan, nantinya ada 22 pengacara yang akan mendampingi Pegi dalam sidang praperadilan di PN Bandung.
“Jadwal sidangnya kita menunggu dari penetapan pengadilan,” ujarnya.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum juga tetap mengajukan penangguhan penahanan untuk Pegi ke Polda Jabar.
“Cuma surat pemberitahuan perpanjangan penahanan belum diterima, kita akhirnya berproses lagi mengajukan penangguhan penahanan,”
“Kami mengimbau Polda kalau bukti tidak kuat ke klien kami, ikuti penangguhan kami,”
“Klien kami memiliki hak untuk penangguhan penahanan,” ucapnya