Namun, Afif tak kunjung pulang. Pada 9 Juni 2024 sekira pukul 11.00 WIB, RInal kembali menelepon putranya, namun nomor handphonenya sudah tidak bisa dihubugi.
Beberapa jam kemudian, Rinal mendapatkan informasi dari Polsek Kuranji bahwa Aafif meninggal dunia karena tawuran dan diautopsi di Rumah Sakit Bayangkara.
“Selanjutnya membuat laporan ke Polresta dan diberitahu bahwa AM meninggal dunia karena tawuran sehingga mengalami robek patahan tulang rusak 6 robek paru-paru,” tuturnya.
Jejak Sepatu di Bagian Perut
Rinal menceritakan, pada tubuh Afif ditemukan banyak luka lebam serta jejak sepatu pada bagian perut.
“Luka lebam banyak, di perut, di punggung, di pinggang, perut seperti jejak sepatu besar, tangan habis luka lebam. Ada luka, polisi bilang karena jatuh atau melompat, terus saya bilang tidak mungkin karena kalau jatuh patah-patah,” tuturnya.
Menurut Rinal, Afif adalah anak yang baik. Dia tidak yakin putranya itu ikut tawuran seperti yang dikatakan polisi. “Ada pula dikatakan karena tawuran, tetapi saya tidak yakin. Terutama melihat kejanggalan di tubuh korban. Kata temannya yang selamat dan saya temui, mereka tidak tawuran, saksi juga tidak ada yang melihat mereka tawuran,” tuturnya.
Dia meminta Kapolri, Kapolda Sumbar, Kapolresta Padang mengusut tuntas kasus ini tersebut secara terbuka dan penganiaya anaknya diadili sesuai hukum yang berlaku. “Saya tidak terima anak saya dianiaya terus ditaruh di bawah jembatan. Siapa tahu kalau dibawa ke rumah sakit nyawanya bisa tertolong. Kami tidak terima anak saya begini,” tuturnya.
Merdeka.com sudah menghubungi pihak Polresta Padang untuk mengonfirmasi peristiwa tersebut sekaligus menanyakan bagaimana perkembangan laporan keluarga korban. Namun, Kasi Humas Ipda Yanti Delfina mengaku belum bisa diwawancarai karena sedang ada kegiatan.