Selasa, 02/07/2024 - 01:21 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Keberkatan Nama dari Rasulullah

JAKARTA — Tokoh Juliet dalam lakon gubahan dramawan Inggris, William Shakespeare (1564-1616) berkata, “What’s in a name?” ‘Apalah arti sebuah nama?’ Ungkapan itu mengkritik adanya “beban makna” di balik nama yang dimiliki seseorang.

Namun, bobot nama sesungguhnya tak enteng. Bahkan, Nabi Muhammad SAW menganggap perkara memberikan nama bukanlah sesuatu yang main-main.

Beberapa orang Arab pada zaman beliau masih saja mewariskan tradisi Jahiliyah, yakni pemberian nama secara “asal.” Hal itu dapat memberikan kesan yang tidak elok pada pihak yang memiliki nama tersebut.

Pernah pada suatu ketika, Rasulullah SAW menjumpai seorang laki-laki. Beliau bertanya, “Siapakah namamu?”

 

“Namaku Ashram (tanah tandus),” jawabnya.

Berita Lainnya:
Ketika Orang Minang Koreksi Bacaan Imam Masjidil Haram

Nabi SAW kurang menyukai arti nama itu sehingga beliau berkata, “Namamu adalah Zur’ah (tanah subur).”

Kepada yang lain, beliau mengajukan pertanyaan yang sama. Orang itu menjawab, “Namaku Hazan (tanah keras berbatu).”

Nabi kemudian menggantinya dengan Sahlun (tanah lembut).

Ada pula seorang lelaki yang dahulu bernama Ghawi bin Zhalim (sesat dan zalim). Rasul SAW mengubah namanya menjadi Rasyid bin Abdir Rabbih (yang mendapatkan petunjuk dari hamba Tuhan).

Timbulkan berkah

Tak sekadar mengubah nama. Tindakan Nabi Muhammad SAW juga memunculkan keberkahan. Simaklah kisah berikut.

Waktu itu, pasukan Muslimin sedang berjihad dalam Perang Dzi Qarad. Nabi SAW melewati suatu sumur. Beliau lantas bertanya apa nama sumur itu.

Berita Lainnya:
Cara Menjaga Hati dan Lisan

Salah seorang sahabat yang mengetahuinya menjawab, “Itu adalah Sumur Bi’san (malang). Dinamakan begitu karena airnya asin.”

Rasul berkata, “Tidak. Namanya kini Nu’man (bahagia) dan airnya tawar.”

Para sahabat kemudian menciduk air dari sumur tersebut. Ternyata, kini airnya benar-benar tawar, seperti sabda Nabi SAW baru saja.

Lantas, sumur itu dibeli oleh Thalhah bin Ubaidilah, untuk kemudian disedekahkannya. Tak lama berselang, Thalhah menemui Rasulullah untuk mengabarkan hal itu.

“Wahai Thalhah,” ujar Nabi, “engkau kini adalah Fayyadh (air yang berlimpah).” Sejak saat itu, sahabat tersebut juga kerap dipanggil Fayyadh.

Sumber: Republika


Reaksi & Komentar

وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا الكهف [68] Listen
And how can you have patience for what you do not encompass in knowledge?" Al-Kahf ( The Cave ) [68] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi